Cinta lokasi kerap terjadi pada artis-artis yang berpasangan di film-film. Ada artis yang bermain filmnya penuh dengan totalitas, sehingga orang bisa rancu terhadap karakter aslinya, termasuk lawan mainnya bisa jadi terbawa arus peran. Bisa juga untuk menaikkan popularitas dengan cara kawin kontrak.
Kisah Song Joong Ki dan Song Hye Kyo membuat saya teringat pada hubungan artis lawas, yakni Brigitte Lin (Lin Ching Hsia) dan Chin Han. Kedua artis lawas ini sangat populer dan sangat digemari oleh para penontonnya pada era waktu itu, sepertinya tahun 70an. Mereka sering dipertemukan dalam beberapa film, karena penonton sangat senang pada peran mereka berdua sebagai sepasang kekasih.
Semakin sering berperan sebagai sepasang kekasih, benih-benih cinta pun tumbuh diantara Lin Ching Hsia dan Chin Han tanpa disadari. Padahal Chin Han kala itu sudah memiliki istri, yang juga seorang artis, namun tidak begitu setenar Lin Ching Hsia. Kemudian banyak beredar gosip mengenai hubungan terlarang antara Ling Ching Hsia dan Chin Han. Pamor Lin Ching Hsia pun turun karena dianggap sebagai pelakor (perebut suami orang).Â
Untuk menghindari gosip dan kecaman yang berlebihan, Lin Ching Hsia bertolak ke Amerika dengan alasan untuk belajar. Teman Chin Han, Charlie Chin, yang ternyata diam-diam mencintai Lin Ching Hsia, datang ke Amerika dan melamarnya. Gayung pun bersambut, Lin Ching Hsia menerimanya, tapi sebenarnya hanya untuk membuat Chin Han cemburu saja. Kemudian, Lin Ching Hsia dan Charlie Chin bertunangan.
Kala itu Chin Han dalam proses perceraian dengan istrinya, karena istrinya menganggap tidak ada yang bisa dipertahankan lagi dalam rumah tangganya. Ketika Chin Han sudah resmi bercerai, Lin Ching Hsia segera kembali ke Hongkong, dan memutuskan pertunangannya dengan Charlie Chin. Chin Han dan Lin Ching Hsia pun pada akhirnya kembali bersama.
Lucunya, walaupun hubungan Chin Han dan Lin Ching Hsia ini sudah tidak ada yang menghalangi lagi, bahkan gosip pun sudah mereda, mereka sama sekali tidak meresmikan hubungan mereka ke jenjang pernikahan. Hubungan mereka pun tidak berjalan lama, padahal kisah cinta mereka yang bagai drama seri sempat berjalan beberapa tahun.Â
Berdasarkan pengakuan dari teman dekat kedua pasangan itu, kedua pasangan tersebut tidak begitu saling mengenal saat bekerja sama dalam film, karena banyak hal yang harus dikerjakan, sedikit sekali waktu mereka untuk saling mengenal satu sama lain dengan benar. Namun daya tarik cinta diantara mereka memang kuat sekali.Â
Setelah beberapa lama resmi berpacaran dan memiliki banyak waktu untuk saling mengenal, ternyata banyak hal dalam diri mereka itu yang tidak cocok. Bahkan bisa dibilang mereka sama-sama keras kepala.Â
Dari kisah Lin Ching Hsia dan Chin Han ini, saya mengambil benang merah dari perceraian Song Joong Ki dan Song Hye Kyo, dimana Song Joong Ki mengaku bahwa ia tidak mau lagi saling menyalahkan satu sama lain dan saling mencela.
Para generasi milenial melihat keromantisan mereka sebatas drama Korea. Ada harapan dari para penonton untuk melihat drama tersebut menjadi nyata.Â
Cerita cinta sejati memang selalu diminati pada setiap zaman. Kemungkinan Song Joong Ki dan Song Hye Kyo terhanyut dalam peran yang mereka bawakan masing-masing secara totalitas. Pada lokasi syuting berlangsung, mereka tidak benar-benar mengenal satu sama lain, sama halnya yang dialami oleh Lin Ching Hsia dan Chin Han.Â
Ketika masuk dalam kehidupan pernikahan, biasanya suami istri baru pasti seperti menghadapi kehidupan baru. Walaupun saling mengenal, tetapi tetap saja ada hal-hal yang harus diadaptasikan kembali. Belum lagi ternyata ada beberapa sifat asli yang tidak diketahui ketika berpacaran.Â
Apabila saling tidak menerima kekurangan, tentu sifat asli yang dianggap buruk oleh pasangan, bisa menjadi bumerang dalam hubungan. Atau ketika pasangan merasa sudah berkorban dengan menerima kekurangan pasangannya, tentu sewaktu-waktu ada masa pasangan akan merasa muak dan tidak tahan terhadap kelemahan pasangan. Karena yang ia lakukan bukan menerima secara ikhlas, melainkan merasa sudah menjadi korban dengan menerima kekurangan pasangan.
Misal, seorang istri melihat suaminya senang sekali menaruh handuk basah di atas kasur. Tentu handuk basah yang ditaruh di kasur membuat risih sang istri, karena lama-lama kasur bisa demek kalau selalu terkena handuk basah. Sang istri mengomeli suaminya, tapi suami sama sekali tidak pernah menggubrisnya, dan selalu melakukan hal yang sama, karena hanya menganggap istrinya suka mengoceh.
Karena merasa tidak bisa memperbaiki kebiasaan suaminya itu, istri hanya menerimanya dengan dongkol. Nah, menerima dengan dongkol inilah yang dinamakan merasa berkorban dengan menerima kekurangan pasangan.
Berbeda halnya apabila akhirnya istrinya menerima kebiasaan suaminya dengan positif, misalnya berpikir dengan suaminya seperti itu, jadi dia bisa banyak bergerak yang membuat ia berolahraga secara tidak langsung, lumayan lah bisa menjaga berat badan, jadi suami tidak melirik sana sini kalau diluar rumah.Â
Tentu kalau sampai tua renta nanti, suami kerap melakukan hal yang sama, sang istri akan menerimanya dengan ikhlas, karena merasa kekurangan tersebut adalah bagian dari diri suaminya yang ia cintai.Â
Sedangkan, bila menerima dengan dongkol, suatu hari bila suaminya terus seperti itu, kemudian ada pria lain yang dengan senang hati menaruh handuk dengan rapi dan bersih, serta teratur, seperti yang istri inginkan, istri akan langsung membandingkan secara tidak langsung dengan suaminya. Hal seperti inilah yang bisa merusak rumah tangga.
Baca Juga:Â Perceraian "Couple Goals", Alasan dan Ramalan yang Menjadi Nyata
Merasa diri telah berkorban
Hal ekonomi juga bisa menjadi pemicu rusaknya rumah tangga. Bukan perekonomian yang sulit saja yang membuat suatu pernikahan hancur. Perekonomian yang terlalu gemilang pun bisa membuat pernikahan hancur, kalau sama-sama tidak bisa menurunkan ego dan harga diri.Â
Ketika suami dan istri sama-sama memiliki penghasilan tinggi dan karier gemilang di tempat kerja, mereka tentu memiliki "kekuasaan" terhadap orang lain, orang bisa jadi selalu mengelu-ngelukan atau menganggap kagum diri mereka. Suami istri ini masing-masing akhirnya memiliki "kepuasan diri" dan ego.
Kemudian, ketika sudah berada di rumah, tentu "kekuasaan", "kepuasan diri", dan ego sudah harus ditanggalkan di tempat kerja. Suami istri harus saling memahami kalau pasangannya sudah lelah bekerja, atau mungkin ada permasalahan di tempat kerjanya yang sedang tidak mau diceritakan.Â
Karena sudah terbiasa dikagumi dan dielu-elukan oleh orang lain, ketika melihat pasangannya sepertinya cuek atau intonasinya agak tinggi saat menyahut sapaan, bisa jadi ada perasaan tidak menerima. Bisa jadi suami atau istri menganggap, pasangannya seperti itu berarti sudah menginjak-injak harga diri mereka.Â
Padahal diluar sana, mereka dielu-elukan dan dipuja-puja, harusnya pasangannya berterima kasih dan bersyukur telah memiliki mereka, kok ini malah berbuat semena-mena. Padahal hanya tidak digubris saja dalam waktu yang singkat karena kelelahan bekerja.
Kalau saja, antara suami atau istri ini bisa menurunkan ego dan melihat tanpa membawa status keberhasilan mereka diluar sana, mereka akan saling bisa memahami dan mendukung satu sama lain.Â
Suami pulang, istri langsung membawakan minuman atau memijitnya, menanyakan kabar terlebih dahulu, menemaninya makan, kemudian meluangkan waktu mengobrol dengan suami. Atau sebaliknya, istri pulang, suami langsung menyiapkan makanan karena tahu istrinya sangat lelah bekerja, dan sebagainya.
Rasa mau menang sendiri dan merasa paling benar, juga harus diturunkan tensinya demi keutuhan pasangan. Misal, pasangan memiliki cara pandang yang berbeda dari suami atau istri. Tidaklah baik kalau langsung mencap pasangan pasti salah. Karena pengalaman hidup orang berbeda-beda, bisa jadi dalam kasus yang sama, pasangan juga bisa berhasil melewati masalah dengan cara yang ia sarankan.Â
Andai pasangan memang salah, suami atau istri tidak bisa mengatakan pasangan telah salah, karena tidak ada manusia yang senang disalahkan oleh orang yang dianggap paling dekat. Penjelasan yang masuk akal dan logis, serta disampaikan dengan tenang, pasti lebih diterima pasangan.Â
Dengan adanya beberapa faktor, seperti merasa terpaksa menerima kekurangan pasangan, ego karena memiliki penghasilan tinggi dan kesuksesan karier yang hampir setara, serta rasa mau menang sendiri dan merasa paling benar, bisa jadi menjadi hal yang secara tidak disadari malah membuat runyam masalah.Â
Chemistry pasangan saat memerankan drama menjadi tidak sesuai dengan chemistry pasangan pada kehidupan nyata, karena pada kehidupan nyata, pasangan harus memiliki kreativitas sendiri dalam mempertahankan hubungan, tidak ada dialog ataupun arahan sutradara yang memberikan mereka batas agar bisa mempertahankan rasa cinta dan keutuhan rumah tangga.
Ini hanya kemungkinan dari interpretasi saya, saat membaca pemberitaan mengenai kedua pasangan ini, Song Joong Ki dan Song Hye Kyo. Selain itu, saya juga terinspirasi dari buku "The Great Marriage" karya Deny Hen, yang mengajarkan banyak cara dengan detail agar memiliki rumah tangga yang sukses.Â
Dalam berumah tangga, ada dua kepribadian yang walaupun cocok, pasti ada hal yang tidak sama, dan memiliki kekurangan dan kelebihan. Hal ini bila tidak disikapi dengan baik akan rentan pada perceraian.
Salam :)
Baca Juga:Â Inilah Kewajiban Mantan Suami di Jerman Setelah Cerai
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H