Awalnya saya ingin sekali mengikuti proses sidang ini, karena adanya rasa penasaran kubu 02 sangat kekeuh bahwa pihak kubu 01 telah berbuat kecurangan yang masif, terstruktur dan sistematis. Apalagi katanya ada fakta "Wow" yang mereka miliki untuk disuguhkan dalam sidang pengadilan.
Hari demi hari saya mengikuti beritanya dan sedikit menonton, lama-lama saya tidak  sanggup lagi menahan tawa, karena kesaksian dan sejumlah data yang disuguhkan Kubu 02 ke pengadilan, kok ya malah seperti menyerang diri sendiri?
Saya sendiri tidak terlalu paham bagaimana seharusnya pengumpulan data dilakukan sampai pada tahap kesimpulan adanya kecurangan atau tidak seperti apa. Gambaran saya adalah ketika seseorang sudah mengatakan ada kecurangan yang masif, terstruktur dan sistematis, itu karena adanya data dan fakta dari sumber terpercaya dan resmi, bukan berdasarkan media online, "katanya", video WA yang viral, ataupun kesaksian yang mengira-ngira.
Tapi ketika di pengadilan, data dan fakta yang seharusnya sudah menjadi kunci Kubu 02, yang saya tangkap, sepertinya belum siap sama sekali. Lalu bagaimana Tim BPN ini bisa bersikukuh bahwa ada kecurangan yang masif, terstruktur dan sistematis? Bila semua unsur-unsur tersebut masih berantakan? Itu yang menjadi pertanyaan dalam pikiran saya yang masih sempit ini.
Pak Prabowo sendiri mengatakan pada wawancaranya di BBC News Internasional pada tanggal 11 Juli 2014, bahwa media di Indonesia ada keberpihakan. Bila memang benar seperti itu, mengapa media online malah disajikan sebagai data yang resmi yang dikumpulkan pada pengadilan? Hal ini agak membingungkan.
Kemudian kesaksian dari Nur Latifah, yang saya tonton dari MetroTV, mengatakan bahwa ia melihat sendiri ada kecurangan yang dilakukan oleh Komri, anggota KPPS karena membantu lansia yang mencoblos. Ada 15 surat yang dicoblos oleh Komri. Â Komri sendiri membantu para lansia karena adanya kesepakatan dari warga di sana. Ketika hakim menanyakan apakah Komri mendapatkan mandat dari warga atau para pemilik hak suara untuk mencoblos ataukah Komri tanpa bertanya langsung mencoblos? Nur Latifah menjawab tidak tahu. Jadi yang ia katakan curang itu, bisa jadi perkiraan saja.Â
Menurut pengakuan Nur Latifah, tanggal 19 April 2019 pukul 21.00, ia dipanggil oleh Ketua KPPS, tokoh masyarakat, tokoh agama, perangkat desa, kader partai dan beberapa preman, ia ditanyakan kedudukannya sebagai apa disana, dan mengapa ada video yang viral, dan sebagainya. Ia pun dituduh sebagai penjahat politik. Kemudian, ia mengatakan bahwa ia diancam akan dibunuh. Ancaman tersebut tidak langsung didengar sendiri olehnya, melainkan dari perkataan Habib, teman satu RT-nya. Ancaman lainnya dilakukan oleh kerabat Ketua KPPS, yakni kalau sampai Ketua KPPS bermasalah dengan polisi, maka kerabatnya akan mencarinya. Namun, dari semua ancaman tersebut ia tidak merasa terancam yang terlalu berarti, maka dari itu ia sama sekali tidak melaporkannya ke polisi.Â
Betty Kristiana juga sebagai saksi, pada tanggal 18 April 2019, pukul 19.30, ia melihat bahwa ada tumpukan amplop yang bertanda tangan, segel suara hologram dan pengunci telah digunting, kemudian lembaran plano, juga plastik pembungkus kotak suara dikelompokkan menjadi 4 karung lebih di halaman kantor kecamatan Juwangi, kabupaten Boyolali.
Ketika ditanya hakim, apakah ia melihatnya dalam keadaan gelap atau terang, Bu Betty menjawab terang samar-samar. Karena kesaksiannya itu, ia tiba-tiba mendapat telepon bahwa ia melakukan penipuan, karena takut, ia matikan hpnya. Kemudian ada telepon lagi yang menanyakan pesanan Bu Betty mau dikirim kemana, dari sana ia merasa terancam. Hakim pun menanyakan adakah ancaman yang dilakukan secara langsung ditujukan pada Bu Betty, Bu Betty menjawab tidak ada. Artinya, kesaksiannya sampai Bu Betty ini merasa terancam berdasarkan perasaannya semata.
Kemudian ada 2 saksi lainnya, Tri Hartanto dan Risda Mariana, yang kurang lebih memiliki kesamaan, yaitu seperti kesaksian yang kira-kira saja.
Yang lucunya lagi, Idham Amirudin yang menyatakan bahwa banyak NIK Siluman di Bogor, padahal fakta di lapangan Paslon 02 mendapatkan suara 70,25% dan TPS-TPS yang melakukan kecurigaan di Makassar, seperti Pinrang, Sidrap, Enrekang dan masih banyak lagi. Di Pinrang sendiri, menurut pengakuan Pak Idham, hanya 1 TPS yang jujur. Padahal di Enrekang, paslon 02 mendapat suara 75% dan Pinrang, paslon 02 mendapat suara 61%. Apa artinya itu mengindikasikan paslon 02 yang melakukan kecurangan? Saya tidak berani menyimpulkan, tapi pikiran saya menyimpulkan ke arah sana jadinya karena adanya jawaban dari pihak Pak Idham. Tapi itu menjadi keputusan MK lah yang bisa menentukan.
Saya hanya merasa aneh, Kubu 02 ini dipenuhi dengan para tokoh politik dan kuasa hukum yang sudah kaliber tingkatnya. Bukan lagi level amatir. Andai masih amatir, yaa, tidak aneh kalau sampai melakukan kecerobohan, yang akhirnya malah seperti menyerang diri sendiri. Karena pengalaman masih kurang dan belum tahu celahnya. Tapi kalau sudah profesional dan lama di lapangan, apakah mungkin melakukan kecerobohan sedemikian rupa, sampai mempertaruhkan reputasi yang akan ditertawakan banyak orang?
Kolom komentar di berita, Â YouTube, dan sejumlah media sosial juga terisi komentar para netizen yang merasa terhibur selama sidang tersebut berlangsung, karena semua data, informasi dan saksi yang disuguhkan seperti menyerang diri sendiri.
Saya menjadi bertanya-tanya apakah ada agenda yang disembunyikan?
Mungkin saya terlalu sering membaca dan menonton intrik politik, tapi pikiran saya malah merajalela kemana-mana.Â
Waktu lalu, pernah viral tayangan Sexy Killers di YouTube Channel Watchdoc Image. Dalam tayangan tersebut menyebutkan sejumlah nama petinggi yang memiliki saham untuk perusahaan batubara di Borneo, Kalimantan. Nama para petinggi tersebut berada di Kubu 01 dan Kubu 02. Perusahaan tersebut sudah mengambil banyak lahan warga, bagi warga yang tidak setuju untuk diambil lahannya, maka warga akan berurusan dengan pihak kepolisian. Selain lahan warga, banyak warga yang terserang penyakit, bahkan ada juga yang meninggal karena terjatuh di bekas kolam tambang dan polusi udara yang sangat parah akibat pertambangan batu bara dan limbah yang dihasilkan dari pertambangan tersebut, menyebabkan tidak ada air bersih bagi warga.Â
Ketika  Tim Watchdog Image, menanyakan kepada Gubernur Kaltim, Isran Noor, tanggapan selaku pemerintah daerah mengenai banyaknya korban jiwa yang meninggal di bekas kolam tambang, jawabannya sangat sederhana sekali, memang nasib korban meninggal di kolam tambang. Dan masih banyak lagi yang dibahas dengan lengkap. Para pemilik saham pun juga memiliki saham perusahaan besar lainnya yang cukup berpengaruh di Indonesia.yang kalau kita dengar, akan menyimpulkan kita akan memilih presiden mana pun, tidak akan merubah keadaan, karena ada petinggi pemerintah lainnya yang berada di belakang layar menguasai sumber daya Indonesia.Â
Setelah beberapa waktu tayangan ini viral, tidak lama kemudian Kubu 02 dengan lantang menyebutkan adanya kecurangan yang masif, terstruktur dan sistematis. Media meliputnya dimana-mana, sampai perhatian masyarakat beralih kembali pada masalah politik. Tayangan viral Sexy Killers pun sudah tidak lagi menjadi viral, namun masih ada di channel YouTube. Ditambah lagi adanya aksi provokator pada tanggal 22 Mei - 24 Mei 2019, tayangan ini terlupakan begitu saja.
Pak Prabowo beserta rekan-rekannya, yang awalnya bersikeras tidak akan melibatkan MK untuk mengusut kecurangan ini, karena adanya aksi yang ditunggangi oleh para provokator, akhirnya kubu 02 berubah pikiran, untuk melanjutkan ketidaksetujuan mereka pada hasil pilpres 2019 ke sidang MK, dengan dilengkapi data, informasi dan kesaksian yang sepertinya masih belum rampung 100%.
Pak Prabowo adalah seorang negarawan yang memiliki pengalaman sangat banyak dari era Orde Baru sampai sekarang. Beliau mencalonkan diri sebagai Presiden pun tidak sekali atau dua kali saja. Berarti beliau sendiri berada di dunia politik itu sudah ada di level yang cukup tinggi. Begitupula dengan orang-orang yang ada dan mendukung dirinya, bukan lagi anak polos lagi yang penuh idealisme. Dunia politik, tentu mereka pasti sudah sangat paham.Â
Dari semua runutan peristiwa ini, saya menjadi bertanya-tanya, apakah sidang ini benar ingin mencari keadilan? Ataukah sekedar panggung sandiwara untuk menutupi sesuatu, agar perhatian masyarakat teralihkan?
Tapi ini hanya jalan pikiran saya saja yang agaknya terpengaruh pada cerita intrik politik pemerintah, yang sering saya baca. Semoga jalannya sidang ini berlangsung semakin baik, dan apapun hasilnya kita bisa menerima dengan legowo, dan tidak lagi ada pertumpahan korban jiwa.
Salam Pancasila.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H