Mohon tunggu...
Nana Marcecilia
Nana Marcecilia Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Menikmati berjalannya waktu

Mengekspresikan hati dan pikiran melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Bahaya (Budaya) Plagiarisme bagi Mahasiswa

17 Juni 2019   21:52 Diperbarui: 19 Juni 2019   01:23 1785
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Budaya plagiat ini seperti narkoba, menurut saya, sekali melakukan akan keterusan. 

Sekarang informasi mudah didapat, tinggal searching Google, maka semua informasi yang anda butuhkan langsung muncul semua. Informasi yang disuguhkan pun beragam, ada yang dari website resmi, sampai dengan sumber yang mengutip dari sumber lainnya.

Ketika dulu saya mengerjakan tugas kuliah, saya mengambil referensinya dari buku, tapi sebagian besar dari internet, lumayan bisa menghemat pengeluaran. Namun yang saya bingung, ketika saya search keyword yang saya butuhkan, akan ada banyak judul yang sama pada website yang berbeda. Isinya pun sama persis, bahkan titik komanya juga sama persis. Biasanya saya temui hal seperti ini pada  blog.

Saya menjadi berpikir, apakah copy paste ini tidak masalah dilakukan? Kan kasihan yang benar-benar menulis dan mencari sumber datanya, di copy paste begitu saja, tanpa menulis sumber aslinya.

Tidak hanya Blog saja ternyata yang seperti itu, budaya plagiarisme ini ternyata juga terjadi di kalangan mahasiswa. Saya menemukannya ketika saya menjadi asisten dosen. 

Hampir sebagian besar mahasiswa, yang tugas dan ujian take home-nya saya periksa, itu langsung copy paste tanpa perubahan titik koma pada papernya. Setiap tugas dan ujian yang saya temukan ada plagiarismenya, diharuskan oleh dosen saya untuk mencantumkan linknya ketika menilai, agar mahasiswa paham letak kesalahan mereka ada dimana, dan tidak terbiasa untuk melakukan hal tersebut.

Beberapa mahasiswa, malah saya akui sangat pintar sekali, dalam hal plagiarisme. Ketika nilai mereka kurang baik karena ketahuan link mana saja yang mereka copy, mereka tidak kehabisan akal, buku atau skripsi alumni pada perpustakaan, mereka ketik ulang tanpa perubahan titik koma, dan tidak mencantumkan sumbernya. 

Saya mengetahuinya, karena beberapa kalimat dari buku tersebut, ada yang menjadi sumber yang saya pakai untuk tugas selama saya kuliah. Kemudian, ada kalimat dalam skripsi teman saya yang digunakan, saya tahu karena saya pernah membaca bahan skripsinya sebelum dikumpulkan ke dosen pembimbing.

Ketika saya mengevaluasi nilai mereka, para mahasiswa hanya tertawa dan menggoda satu sama lain karena melakukan plagiarisme. Padahal hal ini bukanlah lelucon, menurut saya. Bukan saya merasa pintar dan sok baik, tetapi saya sudah melihat sendiri kualitas mahasiswa dari luar negeri itu bagaimana. Bahkan sanksi karena plagiarisme, walau dilakukan oleh mahasiswa sekalipun, akan diberlakukan.

Kuliah adalah tempat kita menyiapkan segala ilmu pengetahuan dan teori yang nantinya akan dipraktekkan ketika bekerja nanti. Materi-materi yang diberikan, berikut dengan tugas dan ujian, untuk menambah wawasan, melatih cara kita berpikir kritis dan bisa menganalisis suatu keadaan dengan tepat. Karena dalam dunia kerja, kita tidak dibayar untuk berteori, kecuali bekerja sebagai guru atau dosen.

Ketika bekerja, kita digaji untuk mempraktekkan ilmu-ilmu yang kita timba selama sekolah dan kuliah. Daya Nalar, analisis yang tajam dan kreativitas tentu dibutuhkan dalam dunia kerja. Tidak hanya bekerja, saat menjadi wiraswasta pun diperlukan ketiga hal itu. 

Punya modal, tapi daya nalar, analisisis dan kreativitas tumpul itu hanya buang-buang uang saja. Mungkin bisa hire orang untuk melakukan marketing dan sebagainya, kalau anda sendiri saja sebagai owner tidak terlalu paham seluk beluknya, dan tidak bisa bernalar, menganalisis atau ada pikiran kreatif, bisakah usaha tersebut maju walaupun karyawan kita pintar semua? 

Bisakah karyawan tetap setia dan nyaman bekerja dengan kita ketika kita hanya punya pengetahuan, tapi tidak memiliki daya nalar yang kuat, analisis yang tajam dan kreativitas dalam berinovasi?

Kurang membaca mengakibatkan tidak ada penyerapan pengetahuan | Sumber : Wellnessink.com
Kurang membaca mengakibatkan tidak ada penyerapan pengetahuan | Sumber : Wellnessink.com
Karena kebiasaan hanya copy paste saja, kita tidak terbiasa untuk berusaha, kita tidak terbiasa untuk membaca. Andai ketika mengerjakan anda mengetik ulang semuanya, sama saja anda mengetik tutsnya tanpa berpikir. Tidak ada penyerapan pengetahuan. Akibatnya, pengetahuan anda terbatas dari apa yang hanya dikatakan dosen. 

Dosen sendiri tidak semuanya memiliki kualitas akademik yang baik, bahkan banyak juga dosen yang penting absen, mahasiswa tidak diberikan ilmu apapun. Jadi, untuk apa anda kuliah, kalau hanya untuk mendapatkan pengetahuan yang terbatas dan copy paste sumber lain? Tanpa kuliah dan merogoh banyak uang pun, tentu itu bisa dilakukan.

Apakah mau ketika anda bekerja, anda malah plenga-plengo tidak jelas karena tidak paham apa yang harus anda lakukan, karena sudah lupa pada apa yang sudah di copy paste sewaktu kuliah? 

Apakah cara seperti itu bisa membuat atasan anda kagum dengan kelebihan anda? Andai anda percaya diri dan pintar bicara, percayalah itu hanya akan mempertahankan anda sementara saja, karena akan ada banyak orang baru yang jauh lebih banyak pengetahuan dan bisa langsung mempraktikannya dalam dunia kerja, yang membuat suatu perusahaan lebih maju dan menghasilkan banyak pendapatan. 

Anda sendiri yang mungkin terseok-seok, akan didepak begitu saja. Itu akan terjadi dimana saja, akibatnya anda akan kesulitan mencari kerja.

Ilustrasi perbedaan mahasiswa yang biasa bernalar dan menganalisis, dengan yang tidak | Sumber : Tribunnews.com
Ilustrasi perbedaan mahasiswa yang biasa bernalar dan menganalisis, dengan yang tidak | Sumber : Tribunnews.com

Akibat terbiasa plagiarisme lainnya adalah daya nalar dan analisis tumpul. Karena otak anda yang masih fresh dan sangat mampu berpikir, tidak dilatih untuk berolahraga. Anda pernah dengar kalau manula lebih senang main catur agar tidak cepat pikun? Karena dengan main catur, mereka membiarkan otaknya bekerja untuk memikirkan strategi. 

Nah, sama seperti ketika anda tidak membiasakan diri anda untuk berpikir, itu artinya anda membiarkan otak anda terlalu banyak istirahat, akhirnya sulit digunakan untuk bernalar dan menganalisis secara tepat dan benar. Daya nalar dan analisis disini bukan hanya sekedar untuk menunjukkan sok pintar.

Selain untuk pekerjaan, daya nalar dan analisis yang kuat dan tajam dibutuhkan ketika membuat skripsi dan sidangnya. Kita tentu harus memiliki data dan informasi, dan bukti konkret langsung dari lapangan, kemudian kita analisis dan kita olah datanya dalam bentuk tulisan ilmiah. 

Apabila kita tidak memakai daya nalar dan analisis ketika mengolah data, informasi dan buktinya, bisa dikatakan kita kurang kompeten, karena kurang bisa menarik kesimpulan dalam pembuktian bahwa penelitian kita itu memiliki data, informasi dan bukti konkret yang valid. Dan dijamin, anda akan benar-benar kesulitan saat membuat skripsi karena otak anda tidak pernah dilatih untuk bernalar dan menganalisis.

Sebagai ilustrasi, saya menonton di YouTube Channel Mata Najwa, yang menghadirkan Presiden Mahasiswa atau Ketua BEM dari UI, Trisakti, IPB, UGM dan ITB, judulnya adalah Kartu Kuning Jokowi. Disana juga hadir Adian Napitupulu, Desmon Mahesa, Ahmad Yohan sebagai mantan aktivis mahasiswa tahun 98 dan legislator, bersama dengan Pak Muldoko, Kepala Staff Kepresidenan, dan Menteri Riset dan Teknologi Pendidikan Tinggi.

 Acara ini membahas tentang kartu kuning yang diajukan oleh Ketua BEM UI, dan pendapat mahasiswa dari universitas lainnya tentang kinerja pemerintah saat ini, mengenai suku asmat salah satunya. 

Presiden Mahasiswa atau Ketua BEM dari UI, Trisakti, IPB dan ITB memberikan pendapat dan analisisnya yang mereka dapat dari data dan informasi media yang mereka baca. Namun, sangat disayangkan pendapat dan analisisnya itu bisa dikatakan tidak valid, karena mereka sama sekali belum tahu keadaan disana secara nyata dan dilihat sendiri oleh mereka. 

Hal ini seperti menunjukkan skripsi yang datanya tidak valid, karena belum ada bukti nyata yang menyertainya. Adian Napitupulu dan Moeldoko menyarankan agar di waktu berikutnya, mahasiswa seharusnya memiliki data yang valid terlebih dahulu baru kemudian mengajukan kritik dan saran, tidak hanya kepada pemerintah, tapi terhadap siapapun. 

Adanya data dan informasi yang sudah ada, kemudian ada bukti konkretnya, barulah mahasiswa bisa bernalar dan menganalisis dengan tepat letak permasalahan yang sebenarnya secara konkret.

Namun anehnya, seorang pengamat politik, yang juga seorang dosen, malah membenarkan mahasiswa tersebut, menurutnya, tugas mereka hanya fokus untuk belajar bagi masa depan mereka. 

Jadi data dan informasi yang dikumpulkan dari media saja sudah cukup. Bukankah itu berarti mengajarkan mahasiswa untuk berpendapat secara tong kosong, layaknya menyajikan lauk pauk dan nasi tanpa dimasak sama sekali? 

Hal seperti ini tentu tidak akan didengar oleh pemerintah, karena mahasiswa sama sekali tidak bisa memberikan contoh konkretnya, kecuali memaparkan apa yang sedang diimajinasikannya, itu sama saja dengan kualitas anak kecil yang sedang mengungkapkan cita-citanya kepada orangtuanya.

Berbeda dengan Obet Kresna Widyapratista, presiden mahasiswa UGM. Ia memiliki data yang valid. Data dan informasi telah dimilikinya, kemudian ia bersama teman-temannya, telah langsung terjun ke lapangan untuk membuktikan data dan informasi yang didapat benar atau tidak. 

Maka, cara ia menyampaikan pendapat, permasalahan berikut analisisnya jauh lebih berbobot dan bisa diterima oleh semua orang, karena ada teori dan bukti konkretnya. Ia mampu menyimpulkan dan menggarisbawahi permasalahan apa yang sebenarnya terjadi, ia bisa dengan lugas menyatakan kinerja apa saja yang harusnya pemerintah fokuskan. 

Kualitas seperti presiden mahasiswa UGM inilah yang perlu dimiliki oleh seluruh mahasiswa. Daya nalar dan menganalisis yang tepat, kalau tidak untuk apa anda kuliah, kalau bobotnya hampir sama dengan orang yang baru saja lulus SMA atau orang yang tidak mengenyam pendidikan kuliah. 

Bahkan orang yang tidak mengenyam bangku kuliah pun, tapi rajin membaca, membuka wawasan, serta melatih otaknya untuk berpikir jauh lebih berbobot dari pada mahasiswa, tapi hasil kerjanya hanya plagiarisme. 

Kreativitas tidak terasah mengakibatkan sulit untuk bersaing | Sumber: Statepress.com
Kreativitas tidak terasah mengakibatkan sulit untuk bersaing | Sumber: Statepress.com

Bahaya yang terakhir dari budaya plagiarisme ini adalah kreativitas anda tidak akan terasah sama sekali. Padahal daya kreativitas ini diperlukan dimanapun dan kapanpun anda berada untuk memajukan karier anda nantinya.

Anda bisa lihat, sekarang sudah banyak orang yang bisa menikmati bangku kuliah, tentu persaingan dunia kerja akan semakin ketat dan sengit. Perekonomian saat ini di dunia sedang lesu, tidak tahu nanti kedepannya bagaimana. 

Perusahaan pun akhirnya sangat berhati-hati dalam memilih karyawan, istilahnya pendapatan berkurang, namun sumber daya manusia yang berkualitas banyak. Tentu perusahaan akan mencari orang dengan standar S1 atau S2 yang memiliki bobot yang sangat berkualitas, agar eksistensi perusahaan bisa bertahan dan tidak kalah saing dengan kompetitornya.  

Saat ini banyak sekali anak muda yang kreatif, apabila kreativitas anda tumpul, tentu tidak akan memberikan kontribusi apapun bagi perusahaan, apakah anda akan bisa bertahan lama di suatu perusahaan? Atau akankah anda bisa dengan mudah mendapatkan pekerjaan?

Andai anda memiliki usaha sendiri, apakah anda sanggup bersaing dengan bisnis yang saat ini kian menjamur dan menyuguhkan banyak kelebihan?

Bila budaya plagiarisme terus dilakukan oleh mahasiswa, maka daya nalar, analisis dan kreativitas yang tumpul akan menjadi taruhannya dan bisa berdampak buruk bagi masa depan anda sendiri.

Maka mulai sekarang, mari stop plagiarisme, perbanyaklah pengetahuan dengan banyak membaca, asahlah otak anda untuk banyak bernalar, menganalisis dan kembangkan kreativitas anda.

Salam hangat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun