Tanggal 22 Mei sampai 24 Mei 2019 lalu, akses media sosial dibatasi begitu saja oleh Pemerintah. Pemerintah ini sungguh kejam dan sangat tidak mempedulikan masyarakat, akibatnya aktivitas banyak terhambat karena media sosial yang dibatasi. Itu menurut pengguna aktif media sosial.
Tapi tenang, dilansir oleh Kompas.com, Wiranto menyatakan bahwa akses media sosial tidak akan dibatasi jika situasinya kondusif. Â Beliau menghimbau agar masyarakat ikut bekerja sama untuk tidak menyebarkan berita hoaks. Beliau atas nama Pemerintah juga meminta maaf telah membuat masyarakat tidak nyaman karena pembatasan hal tersebut.
Tiba-tiba saya terpikir, apakah yang dilakukan ini Pemerintah saat itu salah atau sudah kewajibannya untuk melindungi warga Indonesia dari dampak yang jauh lebih merugikan, seperti terancamnya nyawa dan keamanan negara. Mari kita pikirkan bersama lebih jauh lagi.
Para demonstran yang telah dibayar datang membuat ricuh di kawasan Tanah Abang, sampai ke Slipi. Aksi bakar mobil warga juga dilakukan saat tengah malam. Itu baru mobil yang dibakar. Bahkan 2 pemilik warung, sampai dijarah barang dagangannya oleh para demonstran yang tidak bertanggung jawab.
Bom molotov dan batu dilempar seenak udelnya ke arah Polri dan mungkin bisa saja terkena sekitarnya, karena disana juga ada banyak wartawan yang bertugas mengambil momen aksi demonstrasi yang menegangkan. Ketika Polri memberikan tindakan tegas dengan menyemprotkan gas air mata agar tidak semakin anarkis, dengan enaknya mereka langsung berteriak Polri tidak adil, Polri kejam. Kemudian, menghasut warga sekitar untuk ikut melemparkan bom dan batu dengan membawa-bawa agama.
Korban banyak berjatuhan, ada yang meninggal dan ada juga yang terluka parah. Mereka sama sekali tidak memikirkan akibat untuk diri mereka sendiri.
Selama masa demonstrasi berlangsung, saya dan keluarga, beserta teman-teman, termasuk mungkin Anda semua yang membaca artikel ini tentu tegang dan khawatir, apalagi kalau sampai kericuhan pada Mei 1998 terjadi kembali. Kita pasti saling bertukar informasi melalui media sosial, menonton berita dan membaca website berita untuk mengetahui perkembangan aksi demonstrasi.
Ketika bertukar informasi, ternyata ada yang memanfaatkan dengan pemberitaan hoaks, yang membuat banyak orang salah paham atau mungkin semakin ketakutan. Ada 30 berita hoaks yang ternyata sudah beredar di masyarakat.
Belum lagi, ternyata para aksi demonstran juga mendapatkan instruksi melalui Whatsapp.