"Kau sudah berteman dengan dia?! Lebih baik kau mati sekarang, hina kelompok kita ada yang bergabung dengan orang sesat!!", kata si ketua
"Sekalian kau mati dengan keluargamu semuanya, keluargamu juga sama kotornya dengan kau", kata salah satu teman si Ketua
"Keluarga saya sama sekali tidak tahu menahu, saya berteman dengan orang sesat itu. Ampunilah mereka", ia berlutut dihadapan mereka untuk melindungi keluarganya.
"Kalian semua sudah kotor dan mengkhianati aliran kita, mati kalian.", kembali Ketua berkata.
Kemudian seorang wanita mengeluarkan pedang, pedang tersebut akan menebas kepala istrinya terlebih dahulu...
Alkisah, ada seorang pemimpin partai yang sangat mencintai musik. Pemimpin tersebut termasuk Aliran Putih, dimana aliran tersebut diisi dengan orang-orang baik dan berilmu tinggi. Liu Zheng Feng, nama pemimpin partai tersebut. Liu Zheng Feng adalah pribadi yang sangat dihormati dan disegani di alirannya. Namun dirinya merasa kesepian, karena tidak memiliki teman yang memiliki kecintaan pada musik seperti dirinya.
Kecapi adalah alat musik yang sangat ia senangi. Ia sering bermain di taman yang dikelilingi air terjun. Adem, damai, dan tanpa persengketaan. Suatu hari, tiba-tiba ada seorang laki-laki yang menghampirinya, datang sambil membawa Er Hu, tanpa banyak kata, pria tersebut langsung mengimbangi dan melengkapi permainan musik Liu Zheng Feng.
Permainan musik mereka benar-benar melengkapi, sampai mereka seperti berkomunikasi melalui musik itu. Tidak terasa petang hari sudah tiba, pria tersebut pamit tanpa memperkenalkan diri. Penasaran, Liu Zheng Feng berkata, "Besok datang lagi, kawan, di waktu yang sama".
Esokannya, lelaki tersebut kembali datang, dan mereka pun kembali mengobrol melalui alunan musik, kecapi dan er hu. Liu Zheng Feng cukup penasaran dengan si pria memiliki ilmu tinggi atau hanya orang biasa yang mencintai musik. Maka ia memainkan kecapinya menggunakan tenaga dalam. Apabila pria tersebut bukanlah orang yang berilmu tinggi, maka pria itu tidak akan merasakan tenaga dalamnya. Permainan musik semakin seru, Liu Zheng Feng ternyata memiliki tandingan yang kuat, karena ia merasakan ada tenaga dalam yang sangat kuat melawan permainan kecapinya.
Semakin penasaran, Liu Zheng Feng dan pria tersebut saling bertanding tenaga dalam dan berkomunikasi melalui alunan nada yang indah. Bagi orang yang tidak tahu, mereka seperti dua orang seniman yang sedang bermain musik. Kalau paham, orang akan tahu kalau mereka sedang berduel sangat hebat sambil mengobrol melalui alunan nada kecapi dan er hu yang indah.
Petang hari tiba kembali, pria tersebut pamit kembali. Tapi keesokannya sang Pria kembali lagi untuk bermain musik dengan Liu Zheng Feng.
Hal ini berlangsung berbulan-bulan, dari sana Liu Zheng Feng tahu bahwa pria yang berduel dengannya adalah pendekar hebat yang berasal dari Aliran Sesat. Aliran yang semestinya menjadi musuh bebuyutan tempat alirannya, aliran putih, tempat dia bernaung. Qu Yang, namanya, dan ternyata Qu Yang adalah salah satu ketua sekte Matahari Rembulan, aliran yang anggota-anggotanya terkenal jahat dan bengis.
Persahabatan yang mereka bangun melalui musik, tidak mempengaruhi diri mereka akan permusuhan antar aliran yang sudah ada dari zaman nenek moyang. Persahabatan mereka benar-benar murni karena musik, tidak ada penilaian bahwa orang aliran sesat pastilah bengis dan jahat, cenderung tidak punya perasaan, orang aliran putih pastilah sok suci dan sok baik.Â
Mereka berteman tanpa melihat embel-embel kepemimpinan dari aliran mereka berada. Dasar persahabatan mereka adalah musik, dan secara komunikasi serta cara berpikir, mereka sama. Bahkan masing-masing dalam diri mereka, merasa lebih nyambung satu sama lain, dibandingkan teman-teman satu alirannya.
Liu Zheng Feng dan Qu Yang bersama-sama menciptakan sebuah lagu yang sarat akan kepatriotisme dan persahabatan murni, nyanyian diiiringi musik yang sarat dengan tenaga dalam yang sangat tinggi ilmunya. Tidak sembarang orang yang bisa memainkan lagu tersebut.
Suatu hari, Liu Zheng Feng merasa ingin mundur dari dunia persilatan. Musik adalah passion-nya, ia tidak ingin berurusan lagi dengan partai. Karena ia melihat, aliran yang selama ini mereka musuhi dan mereka anggap jahat, tidaklah sejahat yang ia kira. Masih ada yang baik dan bersahaja, seperti sahabatnya, Qu Yang.
Keputusannya ingin mundur dari dunia persilatan sangat ditentang oleh istrinya. Karena akan berbahaya bagi mereka semua kalau sampai ketahuan Liu Zheng Feng berteman dengan Qu Yang, Ketua Sekte Aliran Sesat. Namun, karena keputusan Liu Zheng Feng sudah bulat, maka istrinya hanya bisa patuh. Bersama istrinya, ia menyusun karangan cerita untuk para anggota aliran Putih, agar tidak membahayakan nyawa istri dan anak-anaknya.
Dalam alirannya, kalau ada seseorang yang mau mundur dari dunia persilatan, haruslah cuci tangan terlebih dahulu dengan mengundang semua anggota partai ke rumahnya.
Maka diundanglah para anggota partai aliran putih untuk menyaksikan Liu Zheng Feng cuci tangan didepan mereka sebagai tanda ia tidak akan berurusan lagi dalam dunia persilatan. Semua anggota partai datang dengan bermacam-macam raut muka, ada yang seperti bertanya-tanya, ada yang penasaran, ada juga yang seperti menahan amarah.
Sebagai pembuka, Liu Zheng Feng menjelaskan bahwa ia mundur karena ingin menikmati masa hidupnya bersama dengan anak istrinya dengan damai. Semua yang hadir terdiam.
Ketika Liu Zheng Feng hendak mencuci tangan, tiba-tiba dihentikan oleh salah seorang ketua partai bernama Zuo Leng Chan.
"Kau sama sekali bukan karena ingin hidup damai bersama istri anakmu 'kan?! Â Kau sudah lama berteman dengan si Sesat Tua itu. Jangan pikir kami tidak tahu."
Liu Zheng Feng terdiam
Istri Liu Zheng Feng membuka suara, "Biarkanlah suamiku melakukan pilihannya sendiri, toh tidak akan ada yang berdampak buruk dengan semua partai dalam aliran ini."
"Alah, kau dan suamimu sudah dicuci otak oleh si Sesat. Kalian sekeluarga pengkhianat, bisa habis aliran kita kalau kalian masuk dalam sekte sesat itu.", hardik Ketua Zuo Leng Chan.
"Benar itu, saya setuju. Tidak aman aliran kita, kalau ada anggota kita mau masuk ke aliran sesat. Dasar pengkhianat.", teman si ketua Zuo Leng Chan ikut mengompori.
Liu Zheng Feng langsung membela diri, "Jangan kalian asal ngomong, kalian tidak tahu dia seperti apa, dia adalah orang terhormat, dan tidak sejahat dengan apa yang kita pikirkan."
"Kau sudah berteman dengan dia?! Lebih baik kau mati sekarang, hina kelompok kita ada yang bergabung dengan orang sesat!!", kata si Ketua Zuo Leng Chan.
"Sekalian kau mati dengan keluargamu semuanya, keluargamu juga sama kotornya dengan kau", kata salah satu teman si Ketua
"Keluarga saya sama sekali tidak tahu menahu, saya berteman dengan orang sesat itu. Ampunilah mereka", ia berlutut dihadapan mereka untuk melindungi keluarganya.
"Kalian semua sudah kotor dan mengkhianati aliran kita, mati kalian.", kembali Ketua berkata.
Kemudian seorang wanita mengeluarkan pedang, pedang tersebut akan menebas kepala istrinya terlebih dahulu...
"Traanggg!!", sebuah besi berbentuk bintang menahan pedang tersebut.
"Hahahahha... Hey kalian orang sok suci, tameng saja itu kata aliran putih, sifat kalian lebih bengis daripada kami. Puihh!". Qu Yang tiba-tiba muncul dalam pertemuan itu, "Sobat, kita pergi saja, sudah benar kau tidak berteman lagi dengan mereka. Munafik. Orang tidak bersalah mau main dibunuh juga"
Merasa marah, semua anggota partai langsung mengeluarkan jurusnya menghantam Liu Zheng Feng dan Qu Yang.
Kaget, istri Liu Zheng Feng langsung menghadangkan diri depan Liu Zheng Feng agar tidak terkena pukulan maut dari salah satu anggota partai. Melihat hal tersebut, orang yang menyerang Liu Zheng Feng bukan langsung menghentikan pukulannya, malah terus mengeluarkan jurusnya. Istri Liu Zheng Feng yang sama sekali tidak bisa ilmu silat, tewas seketika.
"Biadab kalian, orang baik macam apa kalian! Beraninya melawan perempuan!!", teriak Qu Yang, si Ketua Sesat.
"Liu Zheng Feng, lebih baik kau bertobat sekarang, dan bunuh si Sesat Tua itu, atau tidak anak-anakmu akan aku penggal juga!!", teriak salah satu anggota partai yang beraliran putih.
Liu Zheng Feng shock dan kaget. Hanya bisa terdiam melihat kematian istrinya didepan dirinya. Tiba-tiba ia dihantam dari belakang oleh temannya yang beraliran putih, yang sambil berteriak, "Bertobatlah pengkhianat!!". Liu Zheng Feng sontak muntah darah dan linglung. Belum selesai dia shock dan sawan, tiba-tiba sebilah pedang menembus dada anaknya yang pertama.
"Bunuh Sesat Tua itu! Atau anakmu satu lagi akan ku bunuh!!", teriak salah satu temannya yang beraliran putih lagi.
"Ayaahhh..." tangis anak Liu Zheng Fan sesunggukan.
Liu Zheng Fan sangat marah sekali, ia berkata dengan suara lantang, "Daripada ku kotori pedangku untuk membunuh orang yang benar sahabatku, lebih baik kau bantai semua keluargaku, termasuk aku, hey serigala berbulu domba."
Dan kemudian, tewaslah anaknya yang kedua dengan kepala terpasung.
Sontak Liu Zheng Feng bersiap bunuh diri, Qu Yang, temannya yang sesat langsung menarik ia pergi dari arena pembantaian tersebut.
Sesampainya di taman, tempat mereka biasa bermain musik, Liu Zheng Feng tertawa penuh kepedihan sambil mengambil kecapinya.
Qu Yang langsung mengambil Er Hu-nya, sambil berkata, "Terima kasih sudah membelaku, Sobat."
Liu Zheng Feng berkata, "Tidak akan ku nodai persahabatan kita, hanya karena ambisi mereka saja. Kita berbeda aliran, tapi kita tidak pernah saling menilai hal itu. Apa itu aliran Putih dan Sesat. Perilakunya saja antara Putih dan Sesat sudah tidak ada bedanya. Orang yang dicap baik belum tentu baik, orang yang dicap jahat belum tentu jahat."
Qu Yang tertawa sambil berkata, "Aliran hanya simbol saja, seharusnya bukan jadi benteng untuk bersatu."
Kemudian Liu Zheng Feng mulai memainkan kecapinya, mengalunlah lagu Xiao Ao Jiang Hu, lagu yang diciptakannya bersama Qu Yang, sahabat beda alirannya. Qu Yang sembari bernyanyi, memainkan nada er hu Xiao Ao Jiang Hu. Sarat dengan tenaga dalam, sangat amat dalam sekali. Mereka bernyanyi sembari tertawa, tenaga dalam yang dipakai semakin dahsyat.
Terus mengalun indah... mengalun penuh dengan rasa patriotisme dan persahabatan murni. Dan tiba-tiba, Liu Zheng Feng tertunduk diam, diiringi dengan tawa nyanyian Qu Yang yang tidak lama kemudian ikut terdiam.
Mereka meninggal dalam rasa persahabatan yang kuat.
Walau kedua orang tersebut dari latar belakang yang berbeda, tetapi selama mereka tidak memusingkan latar belakang, dan hanya pribadi karakter orang tersebut saja, maka tidak peduli anda orang mana, saya orang mana, anda memeluk agama apa, saya memeluk agama apa, selama kita masih manusia, kita adalah sama-sama makhluk ciptaan Tuhan yang seharusnya bersama-sama memelihara bumi ini, tanpa melihat perbedaan dan saling kecam karena berbeda.
Salam Persatuan
Referensi :
Pendekar Hina Kelana
(cerita ini ada diubah sedikit agar bisa sesuai dengan tema)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H