Mohon tunggu...
Berliana Lukitawati
Berliana Lukitawati Mohon Tunggu... -

penulis

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Kontroversi Resep obat di Profesi Kebidanan

17 Desember 2014   02:19 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:10 4617
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

b. pelaksanaan tindakan yang dilimpahkan tetap di bawah pengawasan pemberi pelimpahan;

c. pemberi pelimpahan tetap bertanggung jawab atas tindakan yang dilimpahkan

Mengenai tenaga kesehatan (bidan dan perawat) dapat memberikan pelayanan di luar kewenangannya juga diatur dalam Pasal 63 ayat (1) UU Tenaga Kesehatan:

Dalam keadaan tertentu Tenaga Kesehatan dapat memberikan pelayanan di luar kewenangannya.”

Dalam penjelasan Pasal 63 ayat (1) UU Tenaga Kesehatandikatakan bahwa yang dimaksud "keadaan tertentu" yakni suatu kondisi tidak adanya tenaga kesehatan yang  memiliki kewenangan untuk melakukan tindakan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan, serta tidak dimungkinkan untuk dirujuk.

Maka merujuk pada penjelasan undang-undang yang tertera tersebut dan dengan mempertimbangkan segala kondisi yang dialami oleh para pasien, para bidan dan perawat, juga para dokter, tentu akan lebih bijak jika pemerintah turut serta mempermudah langkah-langkah peran mereka dengan menuangkannya kedalam undang-undang yang lebih rinci dan fleksibel. Tentu dengan mengingat segala kondisi yang telah dialami oleh mereka di lapangan. Bagaimanapun tak sedikit para dokter yang merasakan beban mereka terbantukan dengan adanya peran bidan yang hingga kini diberi kepercayaan untuk meresepkan obatnya tanpa perlu berkonsultasi dulu dengan para dokternya.

Sebagai contoh di puskesmas sendiri yang setiap harinya selalu dipenuhi pasien, tentu kondisi tersebut menuntut para dokter dan bidan bekerja denga gerak cepat mengejar waktu. Secara otomatis para bidan akan meresepkan obat yang telah biasa dikonsumsi pasiennya tanpa perlu berkosultasi lagi dengan dokternya. Inilah kepercayaan dari para dokter di puskesmas kepada mereka.

Mereka menganggap para bidan dipuskesmasnya sudah cukup faham dengan tindakan mereka yang sebenarnya masih dapat dikategorikan untuk pemberian obat-obatan ringan. Namun karena secara rinci jenis obat-obatan ringan atau berat tak tertera dalam undang-undang tersebut, maka hal ini seringkali menjadi perdebatan dikalangan masyarakat sendiri, para bidan dan para dokter termasuk diluar puskesmas.

Belum lagi para bidan yang dituntut harus memberikan obat bagi pasiennya yang sakit di daerah atau pelosok, dengan keterbatasan jumlah dokter. Sehingga sebenarnya tak cukup hanya melayangkan tuntutan atas peran mereka, namun mencari jalan keluar yang memudahkan peran mereka dan para pasien akan jauh lebih bermanfaat. Hal ini tentu saja melalui undang-undang yang lebih rinci dan fleksibel dalam pengaturan peran mereka. Karena tanpa rincian tentu makna bias akan selalu mengundang perdebatan yang tak ada habisnya. Bagaimanapun tak bisa dipungkiri suara mereka yang bekerja dilapangan harus didengar sebagai alasan. Begitu juga suara para dokter yang tentu juga mengkhawatirkan akan peran para bidan perawat dan apoteker yang bisa bias melebihi batas dan membahayakan para pasien.

Menyeimbangakan kedua arah suara yang saling berkontradiksi tentu akan terasa lebih melapangkan peran mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun