Pada tahun yang sama, Revolusi Filipina meletus di bawah pimpinan Katipunan. Rizal diminta oleh Gubernur Jenderal Ramn Blanco y Erenas untuk menjadi sukarelawan medis dalam perang melawan pemberontak Katipunan di Kuba, yang juga berada di bawah penjajahan Spanyol. Rizal menyetujui permintaan ini dengan harapan dapat membuktikan kesetiaannya kepada Spanyol dan menghindari tuduhan sebagai penghasut. Ia berangkat ke Barcelona pada bulan September 1896 dengan kapal Isla de Panay.
Namun, sebelum ia sampai di Kuba, ia ditangkap oleh otoritas Spanyol di Singapura atas perintah dari Gubernur Jenderal Camilo de Polavieja y del Castillo, yang menggantikan Blanco sebagai gubernur kolonial Filipina. Polavieja menganggap Rizal sebagai dalang dari Revolusi Filipina dan memerintahkan agar ia dieksekusi tanpa pengadilan. Rizal dibawa kembali ke Manila dengan kapal Colon dan ditahan di Fort Santiago.
Selama masa tahanannya, Rizal menulis puisi terakhirnya yang berjudul Mi ltimo adis (Salam Perpisahanku), yang menyatakan cintanya kepada tanah airnya dan harapannya akan masa depan yang lebih baik bagi rakyatnya1. Ia juga menulis surat-surat kepada keluarga, teman-teman, dan rekan-rekannya, termasuk Blumentritt, Paciano, dan Josephine. Ia meminta agar jenazahnya dikuburkan tanpa peti mati atau batu nisan.
Pada tanggal 30 Desember 1896, Rizal dieksekusi oleh regu tembak di Lapangan Bagumbayan (sekarang Taman Rizal) di Manila2. Ia menghadapi peluru dengan tenang dan mati sambil berseru "Consummatum est!" (Telah selesai!). Jenazahnya kemudian dikuburkan secara diam-diam di Pemakaman Paco tanpa nama.
Eksekusi Rizal menimbulkan kemarahan dan kesedihan di seluruh Filipina dan dunia. Ia dihormati sebagai pahlawan nasional yang mengorbankan hidupnya demi kemerdekaan tanah airnya dari penjajahan asing. Karya-karyanya menjadi sumber inspirasi bagi generasi-generasi berikutnya dari para pejuang kemerdekaan, seperti Emilio Aguinaldo, Apolinario Mabini, dan Manuel L. Quezon. Pada tahun 1898, setelah Perang Spanyol-Amerika, Filipina memperoleh kemerdekaan sementara dari Spanyol dan mendirikan Republik Filipina Pertama. Pada tahun 1901, jenazah Rizal dipindahkan ke sebuah makam di Taman Rizal, di mana sebuah monumen megah didirikan untuk mengenang jasanya. Pada tahun 1956, tanggal 30 Desember ditetapkan sebagai Hari Rizal, sebuah hari libur nasional untuk menghormati pahlawan nasional Filipina.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H