Berkaitan dengan penamaan, hal ini ditengarai adanya perubahan term dari gerakan ke peristiwa, kemudian menjadi institusi. Mula-mula disebut gerakan 30S, kemudian menjadi peristiwa 30 September, dan berubahlah menjadi Gestapu –sebuah institusi yang memiliki homonimitas dengan Gestapo. Begitu pula Surat Perintah 11 Maret yang diakronimkan menjadi Supersemar, sebagai efek retroaktif dalam naming, menyebabkan teks lenyap, sehingga designator (super dan semar) menjadi rigid dan tetap.
Sampai di sini, agaknya makin terang betapa dalam kesamaran itu, realitas faktual dan realitas fiksional bisa saling tumpang tindih, bisa pula saling menenggelamkan. Dan, bila paradigma formulasi wacana sebagai political discourse yang jadi acuan, maka kesamaran demi kesamaranlah yang bakal banyak tersaji. Toh, sebagaimana kata Benedict Anderson, keseluruhan politik Indonesia terdiri atas proses gaib yang diturunkan dari jagat Jawa. Wallohu’alam!
Nana Suryana
Cijagra, 12 Maret 2011.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H