Seringkali masalah hidup menjadi beban yang perlu ditanggalkan atau paling tidak dikurangi. Namun mengurangi beban hidup atas persoalan yang dihadapi tidak semudah membalikkan telapak tangan.Â
Pepatah mengatakan, "buruk dibuang dengan rundingan, baik ditarik dengan mufakat." Artinya, ketika kita memiliki suatu masalah, maka janganlah terburu-buru untuk menyelesaikannya.Â
Tenangkan diri kita terlebih dahulu, kemudian lakukanlah dengan cara berunding dan musyawarah. Karena ketika kita melakukan musyawarah, pikiran kita dapat lebih terbuka dibandingkan dengan menyelesaikan masalah dengan cara yang terburu-buru.
Pada kenyataannya, seseorang dalam masalah, baik sebagai orang bijak ataupun biasa, tentu akan menuangkan emosinya dalam berbagai cara.Â
Kadang patokan hidup dan kearifan hidup yang dimiliki pun hilang sesaat dalam keadaan refleks. Memang ada yang bisa menyalurkan emosinya dengan cara yang santun.Â
Namun dalam keadaan refleks, bisa jadi seseorang tidak memperhatikan kondisi diri dan lingkungannya, apalagi harus memikirkan pepatah di atas.
Seseorang bisa meluapkan rasa kesal, kecewa, rasa kurang beruntungannya melalui curhat kepada keluarga, teman, kerabat dan orang terdekat. Namun ini semua tidak selamanya menjadi solusi yang jitu.Â
Tidak jarang, karena tidak menemukan jalan keluar, media sosial dijadikan alat meluapkan segala kekesalan dan emosi yang berkecamuk. Ya, curhat di media sosial mulai digandrungi netizen.
Tentu tanggapan terhadap curhat ini beragam. Ada yang acuh saja, ada yang senyum mengetahui curhat tersebut, dan ada jua yang empati.Â
Bagi netizen yang curhat memberikan efek melegakan pikiran dan perasaan apalagi jika ada yang berempati.Â
Namun terkadang ada juga komentar pahit bahkan menjatuhkan, sehingga membuat orang yang curhat tersebut bisa jadi down dan hilang semangat hidup.
Apakah harus curhat di media sosial?
Curhat di manapun tempatnya adalah hak bagi setiap orang. Dewasa ini banyak orang melakukan curhat di media sosial. Tidak ada keharusan curhat di media sosial dan tidak pula ada larangan. Maka curhat di media sosial itu boleh saja.
Namun demikian, curhat tersebut janganlah sampai menyakiti hati orang lain. Selain itu, orang yang curhat harus bersedia menerima berbagai tanggapan baik positif maupun negatif komentar, sebab tidak semua orang suka pada kita.Â
Sebagaimana tidak semua orang benci kepada kita. Bisa jadi teman dekatlah yang sebenarnya menginginkan kehancuran kita.Â
Sebaliknya bisa jadi orang jauh yang terlihat memusuhi kita, sebenarnya adalah orang yang peduli dan ingin kita bangkit.
Sebelum curhat, pikirkan dulu apakah tepat untuk curhat kepada orang lain, apalagi di media sosial yang belum tentu kita kenal dan paham latar belakang mereka.Â
Alih-alih ingin melegakan perasaan dan mencari solusi atas permasalahan kita, malah berbalik menjadi senjata yang mematikan kita.Â
Maka, alangkah bijaknya berpikir dalam keadaan tenang. Lalu jika harus curhat pun hanya sebatas melegakan kepenatan dan kebuntuan berpikir.
Ungkapkan fakta bukan kesimpulan subyektif
Apa yang kita tulisakan dalam curhat seharusnya fakta yang sesungguhnya terjadi. Apapun curhat yang dituliskan pada media sosial, dalam kacamata netizen yang tidak tahu permasalahannya dianggap fakta yang sesungguhnya terjadi.Â
Ibarat arang tidak tahu siapa yang membakar kayunya, maka asap yang mengepul dianggap berasal dari arang yang terbakar tersebut. Padahal bisa jadi berasal dari arang terbakar lainnya yang posisinya dekat bahkan jauh dari arang yang pertama tadi.
Sebelum menuangkan curhat di media sosial, pikirkanlah secara obyektif. Kehati-hatian si penulis curhat diuji di sini.Â
Sekali mengungkapkan berita bohong, netizen masih percaya. Kedua kalinya masih percaya juga. Tetapi ketiga kalinya belum tentu mereka percaya.Â
Maka, curhat di media sosial bisa dikatakan ajang mempertaruhkan performa kita yang sesungguhnya.Â
Performa ini berpengaruh terhadap netizen untuk berkomentar atau tidak. Adakah tanggapan positif yang didapatkan atau sebaliknya tanggapan negatif.
Yang pasti, curhat itu haruslah hasil penilaian terhadap sesuatu sesuai fakta bukan kesimplan subyektif belaka.Â
Kesimpulan subyektif kadang menghakimi sebuah permasalahan itu dengan penilaian negatif dan merugikan, bahkan mengancam diri.Â
Jika memandang masalah dari sisi hikmah, tentu yang disampaikan adalah apa adanya yang terjadi.
Sikapi komentar netizen dengan bijak
Jika terlanjur membaca dan tidak bisa menghindari keinginan untuk curhat di media sosial, maka siap-siap dengan komentar dari para netizen.Â
Komentar positif ataupun negatif haruslah diterima sebagai konsekuensi atas curhat kita. Bukankah inti dari curhat ini adalah keinginan untuk didengarkan dan dipahami orang lain?
Lalu orang lain ikut empati atau paling tidak, mereka tahu problem yang kita hadapi. Semua itu, walaupun tidak sepenuhnya membuat diri kita terbebas dari belenggu permasalahan, namun paling menjadikan kita merasa sedikit lega atau 'plong'.
Maka, sikapilah komentar netizen dengan bijak. Tidak selamanya komentar negatif itu menjerumuskan.Â
Namun bisa jadi sebaliknya malah membangun semangat baru untuk bangkit dari keterpurukan keadaan. Berikut ini cara menyikapi komentar netizen:
Bersikap arif
Bersikap arif adalah jalan yang baik dalam menanggapi komentar netizen. Netizen yang julid asal bicara pun haruslah disikapi dengan baik. Siapa tahu dalam komentar pedasnya tersebut ada motivasi tersendiri bagi kita.
Mengedepankan logika
Kedepankan logika dalam menyikapi komentar netizen. Bertanyalah kepada diri sendiri mengapa netizen memberi komentar.Â
Mungkin karena peduli atau sebaliknya ingin menghancurkan kita. Dalam menghadapi orang yang tidak suka kepada kita tetaplah sabar dan baik kepadanya.
Mengingat kembali tujuan curhat
Terimalah segala komentar dari netizen. Ingatlah bahwa tujuan curhat di media sosial adalah supaya dapat berbagi rasa susah bersama orang lain.Â
Maka jika ada teman yang baru kenal di Facebook lalu berkomentar, ya kita harus menerimanya dengan baik. Mungkin saja ini bentuk kepeduliannya supaya semakin akrab dengan kita.
Bertanya kepada hati kecil
Tanyalah hati kecil kita, "apakah baik meremehkan atau bersilat lidah dengan netizen yang mengomentari curhat kita?".Â
Hati kecil biasanya jujur dan menerima dengan tenang apapun bentuk kejadiannya pada diri kita.Â
Coba rasakan jika kita dalam posisi mengomentari pendapat curhat orang lain, lalu malah dimarahi oleh orang yang curhat.Â
Tentu kita tidak akan merasa nyaman. Maka berilah para komentator sebuah tanggapan baik dari hati kita yang jernih.
Mengambil hikmah dari pendapat yang bertentangan
Tentu ada hikmah dari setiap komentar yang diterima. Bisa jadi pelajaran berharga dalam bersosial media.Â
Bisa jadi langkah awal untuk memulai sesuatu yang baru setelah mendapatkan solusi atas perenungan semua komentar dari netizen.
Bersikap rileks
Jika memang tidak ada yang salah dalam curhat kita maka rileks saja. Jika ada yang salah dalam curhat kita, cepatlah memperbaiki diri.Â
Media sosial hanyalah dunia maya, bukan dunia yang sesungguhnya. Maka tidak baik membawa permasalahan di dunia nyata dalam dunia maya. Kecuali ada upaya untuk memusyawarahkan lebih lanjut curhat kita dalam forum tatap muka.
Menjadikan komentar sebagai penyemangat
Komentar bernada negatif maupun posotif itu wajar, sunnatullah. Yang lebih penting adalah bagaimana cara menjadikan komentar tersebut sebagai penyemangat hidup kita.Â
Jika tidak ada yang komentar sama sekali bisa jadi orang lain tidak peduli. Dengan adanya komentar, berarti ada kepedulian dari orang lain. Maka munculkan semangat setelah mendapatkan komentar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H