Mohon tunggu...
Anna Muthoharoh
Anna Muthoharoh Mohon Tunggu... -

hidup tak semudah membalikan telapak tangan, syukuri dan nikmati karena Allah selalu memberika yang terbaik untuk hambanya yang bertawakal

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Tuhan (T), Alam (A), Dan Manusia (M) Dalam Filsafat Pendidikan (I)

28 Januari 2015   14:14 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:14 10792
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

TUHAN (T), ALAM (A), DAN MANUSIA (M)

DALAM FILSAFAT PENDIDIKAN

Tema sentral dari filsafat pendidikan adalah pemahaman hubungan antara Tuhan (T), Manusia (M), dan Alam (A). startnya adalah Tuhan dan berakhir pula untuk atau pada Tuhan. Manusia merupakan actor penerima atau pengelola ciptaan Tuhan, sedangkan alam sebagai sarana manusisa berbuat untuk menuju kembali pada Tuhan. Ketiganya memuat hubungan yang sinergis, masing-masing ketiga actor tersebut memiliki peran yang saling kait mengait antara yang menguntungkan atau merugikan.

Kemampuan manusia untuk mengelola alam dan menerjemahkan wahyu Tuhan adalah wujud dari sikap yang harmonis. Kemampuan manusia mengelola alam akan tetapi tidak mampu menerjemahkan wahyu Tuhan dianggap sebagai bentuk penyimpangan karena manusia mengabaikan penciptanya. Di sisi yang lain, kemampuan manusia menerjemahkan wahyu Tuhan akan tetapi tidak mampu menerjemahkan alam dianggap sebagai bentuk pengingkaran terhadap fasilitas yang diberikan kepada manusia oleh Tuhan. Oleh karenanya diperlukan pemahaman komplit antara ketiganya.

Pendidikan seharusnya menjadi sarana manusia untuk mengembangkan potensinya. Mereka harus mampu memposisikan dirinya dalam konteks ketuhanan dan ciptaan-Nya. Akan tetapi lembaga pendidikan tidak mampu menjembatani keduanya. Lembaga pendidikan yang berbasis pada alam, hanya mampu memberikan pengertian pada ciptaan-Nya saja sehingga tidak dapat memahami tentang ilmu-ilmu ketuhanan sehingga mencetak generasi yang sekuler. Begitu juga pendidikan yang berbasis pada ilmu-ilmu ketuhanan. Mereka tidak memberikan ruang yang cukup untuk pemahaman terhadap ilmu-ilmu sains sehingga mereka menjadi gagap teknologi dan sains.

I.Tuhan dalam Islam

Al-Qur’an sebagai sumber pertama dan utama ajaran Islam, menjelaskan bahwa kehadiran Tuhan ada dalam diri setiap insan. Kehadiran Tuhan merupakan fitrah manusia sebagai kebutuhan hidup.

Menurut Yusuf Musa dalam Al-Qur’an wa al-Falsafah, keyakinan kaum Muslim kepada Allah sebagai Tuhan Yang Maha Esa, Maha Mengetahui, Maha Bijaksana, dan maha-maha lainnya merupakan akidah Islamiyah tentang ketuhanan. Akidah ini menjelaskan bahwa Allah adalah pencipta yang tidak memiliki awal dan akhir. Allah adalah Maha Kuasa dan Maha Mengetahui segala sesuatu yang ada di langit dan bumi. Alam ini adalah ciptaan-Nya, yang diciptakan dari tidak ada. Selanjutnya dijelaskan oleh Musa bahwa akidah Islamiyah ini apabila dilihat dari sudut filsafat akan menemukan adanya dua wujud, yaitu wujud abadi dan wujud zamani. Wujud abadi ialah wujud Yang Maha Sempurna secara mutlak. Sifat abadi dalam wujud ini adalah pasti menurut akal. Hanya wujud inilah yang tidak mustahil menurut akal, karena akal akan mengimajinasikan keabadian itu tanpa awal dan akhir, tanpa bagaimana (kaifa), dan bandingannya dengan sesuatu yang lain. Adapun wujud zamani adalah alam ini yang ada secara sementara. Adanya alam terikat oleh zaman. Oleh karenanya, zaman bukanlah sesuatu yang kekal. Keyakinan bahwa zaman itu abadi merupakan kekacauan berpikir. Bagi kaum Muslim cukuplah mengetahui bahwa zaman itu tidak abadi, karena zaman itu diadakan oleh wujud yang abadi, artinya zaman memilii permulaan dan pengakhiran.

Konsep ketuhanan dalam Islam merupakan dasar keyakinan yang dijelaskan oleh Al-Qur’an yang membuat semua Muslim tidak ada alasan untuk tidak mengetahuinya.

1.Hakekat Tuhan

Memperbincangkan hakekat Tuhan di antara berbagai para filosof, agamawan, dan saintis telah memunculkan berbagai argument teolri spekulatif adanya Tuhan. Dalam kajian ini mendekati pemahaman eksistensi Tuhan ditinjau dari kajian ontologis, kosmologis, dan teologis. Ontologis mewakili pandangan para filosof, kosmologis mewakili teori alam dan teologis mewakili pandangan agama.

a.Argument ontologis

Pandangan ini menganggap bahwa tiap-tiap yang ada pada alam nyata ini muncul karena ada alam ide.

b.Argument kosmologis

Tiap benda yang dapat ditangkap pancaindra mempunyai materi dan bentuk. Bentuk terdapat dalam benda-benda sendiri (bukan di luar benda sebagai ide Plato), dan bentuklah yang membuat materi mempunyai bangunan atau rupa.

c.Argument teleologis

Alam yang teleologis beraarti alam yang diatur menurut suatu tujuan tertentu. Alam ini dalam keseluruhannya berevolusi dan beredar kepada suatu tujuan tertentu.

2.Tuhan dalam Bayangan Sifat Wujud

Zat Tuhan masih menjadi misteri yang belum dapat ditemukan secara pasti. Berbagai ajaran agama, khususnya Islam, menjelaskan eksistensi Tuhan hanya dapat dicerna dalam bentuk sifat wujud Tuhan. Golongan Mu’tazilah berpendapat bahwa Tuhan tidak memiliki sifat. Tuhan mengetahui melalui perantara pengetahuan dan pengetahuan itu adalah Tuhan sendiri yaitu zat atau esensi Tuhan. Golongan Asy’ariyah berpendapat bahwa Tuhan memiliki sifat. Sifat-sifat itu tidak sama dengan esensi Tuhan tapi berwujud dalam esensi itu sendiri.

Nabi Muhammad melarang orang-orang beriman untuk memikirkan Tuhan. Ia bersabda: berpikirlah ciptaan Tuhan dan janganlah berfikir tentang Zat Tuhan. Dari segi Diri-Nya, Zat Tuhan tidak mempunyai nama, karena Zat itu bukanlah lokus efek dan bukan pula diketahui oleh siapa pun. Ada sebuah pendekatan yang dinamakan teologi apofitik yaitu teologi yang tidak mengetahui, yang melukiskan pengalaman transenden tentang Tuhan dalam cinta sebagai suatu mengetahui dengan tidak mengetahui dan suatu melihat yang bukan melihat.

Teologi apofatik menegaskan kemustahilan pengetahuan manusia tentang Tuhan seagaimana Dia pada diri-Nya, Tuhan yang sebenarnya. Model teologi ini (teolgi apofitik atau mistisisme apofitik) adalah cara berfikir atau aktifitas mental yang digunakan oleh banyak mistikus atau sufi untuk menempuh perjalanan menuju Tuhan dan sekaligus untuk menyuarakan protes terhadap kelancangan dan keangkuhan para teolog dan filosof yang menganggap bahwa mereka mempunyai konsep, ide, atau gagasan tentang Tuhan sebagaimana Dia pada diri-Nya. Teologi apofitik adalah peringatan bagi hamba yang mereduksi Tuhan menjadi sesuatu yang rasional belaka. Teologi ini menolak bentuk Tuhan yang dicocokkan dengan kotak akalnya. Juga menyalahkan hamba yang mempercayai Tuhan dalam bentuk lain dan tidak menerima apapun sebagai kebenaran jika bertentangan dengan akalnya.

(FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM, Dr. Ahmad Ali Riyadi)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun