Kini ia memdekati sebatang pohon tua. Ia sengaja memilih yang tua karena jenis ini sudah banyak makan asam-garam. Banyak pengetahuan,banyak pengalaman,banyak pengertian.
"Hai,pohon. Menurutmu, adilkah perbuatan harimau ini?"
"Keadilan katamu? Kami para pohon telah memberi nafas kepada dunia sejak mulanya. Tanpa kami bumi mati! Tetapi apa balasan yang kami terima? Setiap jam puluhan ribu pohon musnah oleh nafsu rakus manusia!"
Kali pun ia tidak terlihat kecewa. Sama seperti jawaban si jalan, jawaban si pohon pun sudah diprediksi oleh laki-laki profesional itu.
Harimau mengaum lagi.
"Tenang harimau, sebentar lagi kau akan kena batunya!" kata laki-laki itu kepada hatinya sendiri.
Maka berangkatlah mereka menuju sarang sang kancil. Kancil yang masih tertidur segera menyadarkan diri.
Mulailah laki-laki itu bercerita.Lengkap,awal sampai akhir.
Lalu kancil mengajak mereka ke titik awal perkara.
"Aku minta engkau masuk ke dalam perangkap seperti awal peristiwa," kata kancil dengan enteng kepada laki-laki profesional itu.
"Apa katamu??? Bukan aku yang harus masuk ke dalam perangkap itu, tetapi harimau itu!" protes keras laki-laki itu.