Dalam suasana senyap di tahun 2020 yang di sebabkan oleh tak lain dan tak bukan yaitu C-O-R-O-N-A (covid-19) dapat membuat acara pergantian tahun kali ini ditiadakan. Tentu saja hal itu berpengaruh pada tingkat stress bagi kebanyakan orang.Â
Menjelang akhir tahun, biasanya banyak rencana-rencana sudah dipersiapakan misalnya seperti berkumul bersama sanak saudara, pergi merayakan tahun baru di villa yang sudah disewa, acara memanggang dan berbincang bersama kawan dekat,dan lainnya.Â
Namun, sehubungan dengan dampak dari covid-19 ini, menyebabkan penerapan kebijakan dari pemerintah Indonesia salah satunya adalah physical distancing bisa disebut juga jaga jarak aman,yaitu menjauhi kerumunan dan menghindari adanya kontak fisik. Seperti diketahui bahwa physical distancing terus disuarakan demi memutus mata rantai penularan virus corona.
Di sisi lain, menjaga jarak dalam waktu yang lama dapat menimbulkan tekanan psikologis tersendiri. Hal ini bisa saja memicu munculnya gejala depresi.Â
Depresi sendiri adalah gangguan kesehatan mental yang memengaruhi suasana hati yang menyebabkan perasaan sedih dan kehilangan minat secara berkepanjangan.Â
"Hormon bahagia" atau bisa disebut juga dengan dopamin, yang merupakan bagian penting dari sistem penghargaan otak membantu mengatur suasana hati serta tidur, nafsu makan, pencernaan, kemampuan belajar, dan memori.Â
Tetapi saat isolasi diri di rumah yang terjadi adalah pola tidur yang bernatakan, pola makan semakin tak teratur, dan juga menggunakan gadget terlalu lama sangat berpengaruh buruk bagi fisik maupun psikis masyarakat luas.Â
Waktu yang seharusnya dihabiskan secara produktif malah terbuang sia-sia, faktor utamanya yaitu peningkatan bermain media sosial yang dimana banyak objek maupun perorangan dari kalangan manapun dapat menimbulkan rasa kesenjangan.Â
Apalagi jika  melihat kehidupan seseorang yang lebih baik ketimbang kehidupan kita sekarang. Itu akan menimbulkan rasa iri yang berujung pada kecemasan.
Untuk mengatasi semua itu kita harus ekstra hati-hati dalam mengontrol pikiran di benak kita,misalkan saat merasa lapar dan di hadapan sudah tersaji tiga menu : makanan mewah ala restoran, makanan rumahan, serta makanan dari kernajang sampah.Â
Mana yang akan dipilih? Pastinya tak akan memilih makan dari keranjang sampah bukan,hal itu terjadi karena setiap orang pasti akan memikirkan kelangsungan hidupnya.Â
Tak seorangpun memilih sesuatu yang berdampak negatif bagi kesehatan. Jika memang tak ingin meletakkan sesuatu yang berbahaya dalam tubuh, maka mengapa pikiran selalu diisi oleh hal-hal yang dapat berpengaruh negatif pada setiap aspek kehidupan. Kini saatnya kita memilih berbagai pikiran seperti halnya kita memilih makanan.
Untuk menghadirkan kegembiraan tak perlu cara mahal dan cara susah, karena sejatinya bahagia itu sederhana.Â
Contohnya seperti mendengarkan musik kesukaan dengan minum teh ditemani hangatnya mentari sore hari serasa harmoni bersatu padu,Â
yang kedua membaca koleksi buku lawas akan menghadirkan memori lama yang sempat memudar,Â
ketiga anda juga bisa memanfaatkan media sosial dengan baik yaitu bercerita dan menertawakan kejadian hari ini bersama para sahabat,Â
keempat bermain bersama hewan kesayangan (ini sangat ampuh bagi saya sendiri) disarankan untuk yang memiliki saja,Â
kelima cobalah lebih mengakrabkan diri dengan orang tua misalkan bersama ibu memasak bersama mencoba resep baru dan bersama ayah mendiskusikan topik yang sefrekuensi,Â
lalu yang terakhir yang paling penting adalah bercengkrama dengan Tuhan YME dan sempatkan mempelajari kitabnya,tak ada salahnya bukan disaat seperti ini kita menambah keimanan kita.
Sumber Kutipan:
Terapi Berpikir Positif, Dr. Ibrahim Elfiky
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H