Berbicara mengenai revolusi industri tentu sudah tidak asing bagi kita. Revolusi industri menekankan pada pola digital economy, robotic, big data, dan intelligence menjadi pola disruptive innovation.
Revolusi industri yang terus mengalami peningkatan seiring dengan perkembangan zaman telah mengubah banyak sistem kehidupan.
Tak terkecuali Revolusi Industri 4.0 yang saat ini secara fundamental mengubah cara kita hidup, bekerja, dan berhubungan dengan orang lain. Istilah ini diperkenalkan pertama kali di Jerman pada saat Hannover Fair tahun 2011.
Kebijakan publik yang tersebar dalam media tersebut mengajak masyarakat secara luas untuk mampu bersaing dan bersinergi dalam dunia global.
Kemajuan teknologi Revolusi Industri 4.0 ini menjadikan tantangan sekaligus peluang bagi seorang tenaga kesehatan. Sebagai salah satu bagian dari sektor kesehatan, keperawatan turut serta terkena imbas oleh Revolusi Industri 4.0. Beberapa tugas perawat terhadap pasien tergantikan oleh penemuan robot.
Diantaranya adalah teknologi robot perawat buatan Jepang dengan nama RIBA (Robot for Interactive Body Assitance). Dalam hal ini, robot tersebut berfungsi untuk mengangkat pasien dari dan ke tempat tidur, toilet dan kursi roda, serta mengenal wajah dan suara.
Selain itu, terdapat Robot Code yang difungsikan dalam proses memandikan pasien dan sudah dilengkapi laser serta kamera sehingga mampu menginformasikan bagian tubuh mana yang butuh dibersihkan.
Melihat dari permasalahan di atas, artikel ini bertujuan untuk mengetahui peran dan beberapa hal yang harus dipersiapkan perawat dalam menghadapi perkembangan teknologi Revolusi Industri 4.0.
Selain itu sebagai penambah wawasan baik untuk perawat maupun calon perawat serta masyarakat luas bahwa kecanggihan teknologi yang ada dalam Revolusi Industri 4.0 ini bukanlah hal yang perlu ditakutkan atau menjadi beban, namun justru sebagai tantangan dan peluang bagi perawat untuk mampu beradaptasi dengan era digitalisasi dalam Revolusi Industri 4.0.
 Tantangan  Sekaligus Peluang Bagi Perawat dalam Menghadapi Revolusi Industri 4.0Â
Kesehatan merupakan salah satu diantara berbagai sektor yang terkena dampak oleh Revolusi Industri 4.0. Sektor kesehatan merupakan sektor yang tidak menutup kemungkinan belum siap menerima, namun juga sangat berpotensi untuk mendapatkan keuntungan seperti dengan memanfaatkan kolaborasi antara sistem fisika, digital, dan biologi.
The Economist Intelligence Unit memperkuat hal ini dengan survei terhadap pemimpin bisnis dari berbagai industri di seluruh dunia. Para pemimpin bisnis menunjukkan bahwa mayoritas yang signifikan dari para eksekutif tersurvei percaya bahwa kesehatan adalah sektor yang akan mendapatkan keuntungan besar dari dampak Revolusi Industri 4.0.
Penelitian ini menunjukkan bahwa penyedia layanan kesehatan perlu meningkatkan upaya mereka untuk mengintegrasikan industri 4.0 ke dalam kebiasaan hidup mereka.
Revolusi industri telah memberikan akibat langsung terhadap beberapa perubahan dalam pelayanan kesehatan. Yaitu mencakup teknologi yang mempengaruhi sistem atau kebijakan pelayanan kesehatan.
Perkembangan teknologi menjadi tantangan tersendiri bagi seorang perawat dalam meningkatkan kualitas sumber daya kesehatan, meskipun tidak seluruhnya peran perawat digantikan oleh kecanggihan teknologi.
Dampak yang signifikan dalam dunia kesehatan adalah kemunculan robot pengganti tenaga manusia dalam proses operasi, teknologi big data yang memudahkan dalam proses pengumpulan data secara detail tentang status kesehatan dan kebugaran seseorang, teknologi inhaler digital penyakit paru obstruktif menahun yang dapat digunakan untuk memantau data inhalasi secara real-time, berbagai aplikasi kesehatan untuk mendiagnosis pasien, dan sebagainya.
Di satu sisi, Perawat menurut UU 38 tahun 2014 tentang Keperawatan adalah seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi keperawatan, baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Seorang perawat merupakan bagian dari tenaga kesehatan dengan peran yang bukan hanya menjaga kesehatan pasien disertai pemberian asuhan keperawatan dalam keadaan sakit maupun sehat, namun juga memberikan edukasi terhadap individu, keluarga, kelompok atau masyarakat, dan lingkungannya.
Positifnya, era revolusi 4.0 ini memberikan kemudahan terhadap perawat dalam menjalankan tugas. Namun, disamping itu menimbulkan rasa kekhawatiran akan tergantikannya manusia dalam keperawatan atau berkurangnya lapangan pekerjaan sebagai seorang perawat.
Dari masalah ini, kembali kita melihat bahwa masih banyak tugas dari seorang perawat yang tidak akan pernah bisa tergantikan oleh robot.
Mengambil teori dari salah satu seorang tokoh keperawatan yaitu Teori Caring oleh Jean Watson, fokus utama keperawatan adalah faktor care atau perhatian pada perawatan yang berasal dari humanistic perspective dan dikombinasikan dengan dasar ilmu pengetahuan.
Caring menurut Jean Watson adalah kemanusiaan yang bersifat universal seperti kebaikan, kepedulian, dan cinta terhadap diri sendiri serta orang lain. Tindakan caring meliputi komunikasi, tanggapan yang positif, dukungan, atau intervensi fisik oleh perawat (Barbara, 2010).
Di sini terlihat peran perawat begitu besar dalam pemenuhan perlindungan dan pendampingan terhadap pasien. Empati seorang perawat sangat tidak mungkin tergantikan oleh kecanggihan teknologi seperti robot yang secara naluri jauh berbeda dengan manusia.
Oleh karena itu, seorang perawat dituntut untuk mampu beradaptasi dengan pesatnya perkembangan teknologi di bidang medis. Selain itu, perlu adanya sumberdaya manusia yang ahli dan mampu mengikuti perkembangan teknologi terbaru yang semakin canggih, yaitu dengan meningkatkan kualitas dan kompetensi diri. Perwujudan peran perawat tidak hanya sebatas penguasaan teknologi, melainkan juga dalam peningkatan softskills maupun hardskills.
Dengan melakukan survei terhadap 20 sampel yang diambil dari mahasiswi D3 Keperawatan Universitas Airlangga, didapatkan beberapa softskills yang diperlukan oleh seorang perawat dalam menghadapi Revolusi Industri 4.0.
Diantaranya adalah cekatan, berpikir kritis, bertanggung jawab, pengetahuan yang luas, profesionalitas, sikap peduli, bijak dalam pengambilan keputusan, mampu bekerjasama dengan orang lain, dan kreativitas.
Sedangkan hardskills yang diperlukan adalah seperti penguasaan terhadap ilmu IT, menghitung, membaca, dan penguasaan bahasa asing.
Dengan demikian peningkatan softskills dan hardskills merupakan faktor yang penting untuk menghadapi Revolusi Industri 4.0, sehingga Sumber Daya Manusia (SDM) tidak tergantikan.
Softskills dan Hardskills yang Diperlukan Perawat Untuk Meningkatkan Kompetensi DiriÂ
Berdasarkan diagram di atas, dengan persentase 20,7%, bertanggung jawab merupakan softskills yang wajib ada dalam diri perawat. Seorang perawat mendapat amanah untuk mempertanggungjawabkan segala tindakan yang dilakukan.
Dalam kode etik keperawatan dijelaskan bahwa perawat bertindak sebagai pelindung klien dari tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan secara tidak kompeten, tidak etis, dan ilegal.
Selain itu terdapat beberapa softskills lain yang wajib dimiliki seorang perawat dalam rangka meningkatkan kualitas dan kompetensi diri, diantaranya adalah sebagai berikut.
- KreativitasÂ
Sebagai seorang perawat, kreatif merupakan softskills yang dibutuhkan dalam rangka memanfaatkan berbagai sumber daya sebaik mungkin guna menunjang kesehatan atau kesembuhan pasien.
Akan tidak maksimal jika seorang perawat yang tidak kreatif terjun ke dalam masyarakat dengan sumber daya alat yang terbatas. Tentunya pelayanan maksimal akan terbentuk manakala kreativitas tak terbatas terlaksana dengan baik.
- Inovatif
Dalam rangka menghadapi Revolusi Industri 4.0 yang mana segala perubahan dan kemunculan kecanggihan alat kesehatan semakin merajalela, inovasi perawat di bidang keperawatan perlu dipersiapkan mengingat perawat yang memberikan pelayanan langsung selama 24 jam di samping pasien.
Perawat memiliki kesempatan dan peluang untuk terus berinovasi dengan melakukan rancangan pola pikir yang dikaitkan dengan permasalahan kesehatan yang ada.
- Adaptif dan KolaboratifÂ
Perawat tidak akan pernah mampu untuk bekerja sendiri. Dengan demikian diperlukan adanya kolaborasi oleh berbagai lintas sektor dan profesi untuk meningkatkan keperawatan secara holistik atau menyeluruh.
Berkaitan dengan sikap adaptif, perawat dituntut untuk dapat menghadapi masalah kesehatan dengan memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan pasien.
Sikap adaptif perawat dapat diambil dari salah satu model pelayanan keperawatan yang digunakan adalah Model Adaptasi Calista Roy yang menguraikan bagaimana individu mampu meningkatkan kesehatannya dengan cara mempertahankan perilaku adaptif. Roy menjelaskan bahwa setiap perawat harus merespons pasien untuk membantu manusia dalam beradaptasi dengan perubahan.
Dengan menerapkan model keperawatan Roy, perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan dapat lebih memahami individu tentang hal-hal yang menyebabkan masalah pasien dan penyembuhannya.
- KomunikasiÂ
Menjadi seorang perawat harus bisa mengembangkan sifat komunikatif agar apa yang disampaikan mampu terserap dengan baik oleh pasien. Skill komunikasi atau public speaking dapat dilatih melalui kepanitiaan maupun organisasi.
Sedangkan berdasarkan diagram di atas, hardskills yang perlu dikembangkan seorang perawat diantaranya adalah kemampuan IT (24,6%), kemampuan berbahasa asing (24,6%), menulis (15,9%), membaca (15,9%), dan menghitung (17,4%). Kemampuan IT saling berhubungan dengan perubahan yang terjadi dalam era Revolusi Industri 4.0.
Perawat dapat menjadikan hal tersebut sebagai tantangan sekaligus memanfaatkan peluang seperti penelitian atau pembuatan aplikasi berbasis digital, sehingga ilmu keperawatan akan terus berkembang.
Kemudian berbahasa asing perlu dilatih mengingat tidak menutup kemungkinan akan bertemu dengan pasien dari berbagai negara dengan bahasa yang berbeda. Penguasaan hardskills di atas menunjukkan seberapa kualitas dan kompetensi seorang perawat.
 Revolusi Industri 4.0 telah hadir dengan berbagai kemajuan dalam segala bidang tak terkecuali kesehatan. Karakteristik era revolusi industri tersebut dalam bidang kesehatan adalah kemunculan teknologi robot pengganti beberapa tugas seorang perawat.
Sebagai seorang perawat yang merupakan bagian dari tenaga kesehatan tentunya sangat wajar jika mengalami kekhawatiran akan hilangnya posisi profesi perawat dalam kesehatan.
Melihat dari sudut pandang pasien, pasien yang merupakan makhluk hidup, tidak sedikit yang memiliki masalah dalam kehidupannya yang mengakibatkan sakit. Disinilah pasien perlu mendapatkan dukungan secara psikis dan empati dari seorang perawat. Pasien tentu memiliki emosi dan perasaan yang tidak dapat dilayani oleh teknologi seperti robot.
Sehubungan dengan hal ini, peran perawat pasti selalu dibutuhkan oleh seorang pasien dalam melakukan pelayanan asuhan keperawatan.
Oleh karena itu, menjadi seorang perawat haruslah bersama-sama menjadikan keadaan yang muncul saat ini menjadi tantangan sekaligus peluang. Dunia harus merespon terhadap perubahan tersebut secara terintegrasi dan komprehensif melibatkan berbagai pihak.
Majunya dunia kesehatan melalui digitalisasi membuat perawat harus mampu beradaptasi. Seorang perawat harus lebih inovatif untuk merespon dunia yang cepat berubah. Peningkatan kualitas dan kompetensi diri perlu ditingkatkan dengan mengembangkan softskills seperti kemampuan komunikasi, adaptasi, kreativitas, dan tanggung jawab serta hardskills seperti kemampuan dalam bidang IT dan kemampuan berbahasa asing.
Referensi:Â
Nugraha, D. 2018. Transformasi Sistem Revolusi Industri 4.0. Workshop Technopreneurship
Satia, R. 2019. Inovasi Pelayanan Publik dalam Menghadapi Era Revolusi Industri 4.0. Jurnal Administrasi Publik, Volume 1 No1
Tjandrawinata, R. 2016. Industri 4.0: Revolusi Industri Abad Ini dan Pengaruhnya pada Bidang Kesehatan dan Bioteknologi. Working Paper from Dexa Medica GroupÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H