ekonomi yang diakibatkan oleh pandemi Covid-19 ini juga turut menghantam Indonesia.Â
Pandemi Covid-19 yang telah mewabah sejak akhir tahun 2019 kemarin hingga saat ini memang sangat berdampak bagi Indonesia bahkan juga seluruh dunia. Seperti kita ketahui dampak dari wabah Covid-19 ini sangat berpengaruh pada berbagai aspek kehidupan, salah satunya adalah aspek perekonomian. GejolakDi mana banyak perusahaan yang merumahkan karyawan-karyawannya, pembatasan sosial berskala besar yang mengharuskan masyarakat untuk tetap di rumah juga merupakan salah satu faktor banyaknya pelaku bisnis yang menurun pendapatannya hingga harus gulung tikar. Memang, bagi sebagian orang wabah Covid-19 ini menjadikan kesulitan untuk mendapatkan penghasilan.
Di lain sisi, terdapat usaha yang masih bisa bertahan di tengah wabah Covid-19 ini, salah satu usaha yang tetap bertahan meski diterpa pandemi Covid-19 adalah usaha batu bata merah. Batu bata merah merupakan salah satu bahan bangunan yang umum digunakan dalam pembuatan bangunan maupun rumah. Sudah sejak lama, batu bata menjadi bisnis yang cukup menggiurkan, terlebih saat ini makin maraknya pembangunan menjadikan batu bata banyak dicari.
Salah satu usaha batu bata merah yang cukup terkenal yakni berada di Kabupaten Batang, tepatnya di Dukuh Mijen, Desa Pesaren, Kecamatan Warungasem. Ketersediaan sumber daya yang melimpah merupakan salah satu faktor banyaknya masyarakat di desa ini menjalankan UMKM batu bata. Menyinggung sedikit mengenai UMKM, dilansir dari Tribunnews.com bahwa sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) ternyata memiliki kontribusi yang cukup besar, yaitu 60,3% dari total produk domestik bruto (PDB) Indonesia.
Ketika ditemui, Daryono (58 tahun) saat itu tengah mencetak bata dari tanah liat. Ia merupakan salah satu pengrajin batu bata merah yang ada di Desa Pesaren. Menurut penuturannya, usaha batu bata ini telah ia jalani hampir lebih dari sepuluh tahun lamanya. Saat ini, Daryono dan dua karyawannya tengah memproduksi batu bata sebanyak 20.000 buah, pesanan milik tetangganya yang sedang membangun rumah.
“Alhamdulillah, di masa pandemi seperti sekarang ini, pemasaran batu bata merah masih bertahan untuk mendukung pembangunan proyek infrastruktur. Seperti rumah, gedung, pagar atau pondasi. Ketika ada yang perlu bata, biasanya orang-orang akan langsung menemui saya. Ada juga yang dari depot, sudah biasa langganan, kalau sudah siap kirim saya langsung bawa ke sana atau bisa juga diambil sendiri di sini, tergantung permintaan pembeli." Kata Daryono.
Menurut penuturan Daryono, wabah Covid-19 tidak memiliki pengaruh dalam menjalankan usaha produksi batu batanya. Dalam sehari, produksi batu bata yang dikerjakan bisa mencapai lebih dari 500 biji per orangnya. Baginya, terjadinya pandemi seperti sekarang ini tidak terlalu memberi dampak yang signifikan.
Untuk proses pembuatan batu bata, Daryono sengaja memilih tanah lapang yang posisinya lebih tinggi dan agak jauh dari pemukiman. Hal ini dilakukan agar tidak merusak lingkungan sekitar dan membahayakan warganya. Proses pembuatan batu bata masih dikerjakan secara manual dan tradisional. Cara pembuatan batu bata merah ini ternyata tidak terlalu mengalami perubahan dari dulu hingga sekarang.
Proses awal pengerjaan batu bata yaitu pertama-tama, tanah yang sudah tercampur dengan abu dedak dibasahi dengan air hingga menjadi adonan liat. Adonan tanah liat basah kemudian dipadatkan dan dicetak. Pencetakan batu bata dilakukan secara manual menggunakan cetakan yang terbuat dari kayu.Â
Setelah tercetak, adonan tersebut diangin-anginkan sampai setengah kering, kemudian dijemur di bawah sinar matahari hingga kering. Batu bata yang sudah kering kemudian dibakar hingga matang, batu bata yang matang biasanya ditandai dengan warna oranye kemerahan.Â