Akankah generasi mendatang masih membawa buku dan kitab kuning?
Dulu semisal mau Bahtsul Masail mesti kudu broyong broyong membawa tumpukan kitab. Mulai seng kurus alias tipits.. sampai yang tebel bel gek berjilid jilid.
Kalo skripsian mesti minjem buku perpus buat referensi. Macem macem, gek tebel tebel. Belum juga novel e yang dipinjam seng di buat Nyambi nggarap.😅
Saiki???
Bahtsu cuma bawa satu dua kitab utama, plus Smartphone atau laptop. Nek di tanya,, ndi kitab e? Ternyata sudah tersimpan dalam bentuk soft file di maktabah syamilah. Pun peminjaman kitab di jalsah atau majlis wes gak rame kaya bien. Biyen kudu antri 🫣
Skripsi juga nggak jauh beda... Semua sudah tersaji lengkap kap kap di e-book maupun i-perpusnas.
Kelebihannya, e-book atau buku digital memang praktis buanget. Dalam satu perangkat elektronik saja kita bisa menyimpan ribuan literatur dan buku. Nggak abot, hemat biaya, bisa dibawa kemana-mana, akses ke buku apapun, gak iso sobek 😅. Wes pokok auto punya perpus sendiri seng iso di masukin saku.
Tapi kurangnya ya itu. Perangkat elektronik yang kita punya misal smartphone harus mumpuni dan mendukung, kita paham cara aksesnya, masih ada risiko kena radiasi, mata lelah, bergantung pada listrik. Dsb.
Kalau pake book atau buku cetak kelebihannya ya lebih ramah di mata, lebih mudah pemakaiannya, bisa jadi koleksi, bisa di donasikan, di pinjamkan, bahkan diwariskan 😁. Habis itu, buku juga bisa dicoret-coret untuk mempermudah pemahaman dan tidak bergantung pada listrik.
Kurangnya, ada risiko sobek, memakan banyak tempat, rusak dimakan rayap, biaya cetak, distribusi yang tak semudah distribusi e-book, perlu perawatan berkala, dsb.
Monggo kerso, pilih pake yang mana sama sama sumber ilmu dan menguntungkan.
Tapi, kalau di kitab kuning atau kitab salaf, ada satu hal yang mungkin tidak dimiliki oleh book dan ebook.
Nopo?
Sanad atau mata rantai darimana ilmu itu didapat, nasab ilmu nya jelas. Karena pengarang seringkali menyebutkan dari mana, guru siapa, hingga dirinya. Apalagi dalam dunia pesantren yang memiliki dan percaya suatu berkah dalam kebaikan. Maka membawa dan membaca kitab, memiliki nilai berkah tersendiri.
Lalu bagaimana nasib kitab dan buku cetak ditengah gempuran format pdf, mob, dsb?
Sama sama ada kelebihan dan kekurangan kan??
Maka, keduanya akan eksis dengan kelebihan yang ditawarkan masing masing. Dan saling melengkapi kekurangannya. Sesuai kebutuhan dan kondisi konsumen.
Cmiiw. 🫰🙏
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H