Mohon tunggu...
Nayla I. Hisbiyah
Nayla I. Hisbiyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - 🎓 2021. Dalam pengabdian.

🍁 Worship | Work | Word | Worth | World 🦩 Menulis yang terbaik dari apa yang pernah dibaca, didengar, dilihat, dan dirasa || Freelancer || Tentang Pesantren.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Haruskah Kembali Bergaya Hidup Konvensional demi Net-Zero Emissions Nanti?

15 Oktober 2021   01:10 Diperbarui: 15 Oktober 2021   01:11 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Memayu Hayuning Bawana"

Sebuah ungkapan yang menyiratkan kepercayaan Tuhan kepada manusia sebagai Khalifah di muka Bumi untuk senantiasa menjaga keindahan, kesejahteraan, dan kelestarian alam di Bumi. Menyusun sinergi antar makhluk supaya tercipta keseimbangan ekosistem yang baik. Komponen biotik dan abiotik bisa hidup bahagia bersama.

Seiring perkembangan zaman, Bumi dengan dunia di atasnya berubah wajah. Semakin menawan dan mempesona, namun dengan tubuh menuanya tidak bisa dibohongi. Ya, indah karena peradaban manusia yang semakin maju dengan pembangunan di atasnya, dan gemerlap teknologi di punggungnya. Tentu saja, kata manusia menjalani hidup itu enak sekarang daripada dulu. Tak perlu susah payah naik kapal, sudah bisa melepas rindu. Ibaratnya begitu.

Fisik bumi yang mulai menua dan sakit-sakitan adalah konsekuensi dari apa yang dilakukan manusia diatasnya. Bumi menjadi demam, kotor, bau, tidak subur, dan berubah wajah. Semua itu adalah imbas dari proses ekskresi manusia dan emisi dari produk manusia. Demi Bumi tetap layak dihuni, maka tindakan manusia harus dikendalikan. Kalau berani menebang pohon, maka harus mau menanam.

Sejak tahun 2008, istilah Net-Zero Emissions sudah muncul di permukaan. Bertambah mendapatkan sorotan saat Konferensi Tingkat Tinggi Iklim di Paris 2015 memantapkan kebijakan bahwa negara industri dan maju wajib mencapai titik nol bersih dari emisi atau limbah pada tahun 2050. 

Bisakah? Manusia dan emisi sudah seperti tak terpisah. Manusia menghasilkan emisi CO² juga memiliki organ ekskresi. Mustahil jika nol emisi. Manusia mulai dari zaman Homo sapiens menurut sejarah sudah menyampah kulit kerang hingga sekarang menyampah kulit pisang, sampai sampah modern kulit plastik makanan. Penuh sudah Bumi tua dengan sampah dan limbah cair pabrik yang bingung dibuang kemana sampai laut, sungai, pun jadi sasaran.

Dilansir dari https://news.detik.com 4 Oktober 2021 lalu, ditemukan kandungan paracetamol di pesisir Teluk Jakarta. Studi dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menemukan bahwa terdapat kandungan paracetamol di Muara Angke dan Ancol. Diduga, pencemaran itu bersumber dari limbah rumah sakit dan industri farmasi. 

https://news.detik.com
https://news.detik.com

Apakah benar, Bumi sedang demam dan pusing?

Sementara itu, di pantai-pantai dan sungai-sungai banyak benda asing yang berenang-renang sebagai teman ikan. Hingga ditemukan ikan Paus terdampar dan mati karena banyak menelan sampah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun