Demi melestarikan Bahasa Jawa, maka disebagian sekolah dan madrasah Bahasa Jawa dimasukkan muatan lokal pelajaran yang diajarkan. Besar harapan, supaya Bahasa Jawa khususnya krama inggil tidak tergerus dengan nilai-nilai baru zaman ini dan menjaga norma kesopanan terhadap sesama.
Ironisnya, pesona menyejukkan Bahasa Jawa sudah mulai memudar. Dan terkadang bahasa jawa memang benar-benar dirindukan terucap dari dialog generasi milenial.
Terbukti, ada komplain orangtua dari peserta didik yang berasal dari luar jawa namun masih berdarah jawa. Beliau mengatakan bahwa tujuan beliau menyekolahkan dan memondokkan anaknya di Jawa sebenarnya supaya anak dapat kembali terbiasa berbahasa Jawa halus kepada orang tuanya. Namun kenyataannya, bahasa yang digunakan dalam keseharian di pesantren maupun di madrasah memakai bahasa nasional.
Menurut hemat pemikiran penulis, memang keberadaan bahasa nasional lebih mudah digunakan untuk berkomunikasi, mengingat peserta didik memang berasal dari berbagai suku. Otomatis, memakai bahasa kesatuan Bahasa Indonesia untuk mempersatukan mereka.
Namun, komplain dari salah satu orang tua tersebut merupakan sentilan tersendiri yang tidak bisa diabaikan, demi melestarikan Bahasa Jawa Krama di kalangan generasi saat ini.
So otomatis, pesantren pun bertindak dengan penuh pertimbangan, sebab memang perlu membekali peserta didik dengan kekayaan bahasa, apalagi Bahasa Jawa yang mayoritas dipakai keseharian masyarakat Jawa. Maka, diadakan program sederhana berupa pemberian kosakata Bahasa Jawa Krama Inggil, disamping pemberian kosa kata Bahasa Arab dan Bahasa Inggris. Selain itu, untuk memaksimalkannya dalam satu minggu tidak hanya berbahasa Inggris dan berbahasa Arab, tetapi ditambah dengan Bahasa Jawa Krama Inggil. Setiap minggu juga ada satu hari diadakan pengumpulan semua kosa kata baik Bahasa Arab, Inggris, maupun Jawa.
Hasilnya, peserta didik sedikit-demi sedikit mulai terbiasa berbahasa Jawa Krama. Walaupun hanya di hari terjadwal. Namun, setidaknya peserta didik tidak canggung jika berhadapan dengan orangtua di rumah nanti. Bahkan peserta didik dengan suku yang lainpun ikut mempelajari Bahasa Jawa dengan harapan bisa menjadi bekal saat nanti bermasyarakat dan memberikan jejak kenangan sekaligus wawasan pernah belajar di Jawa.
Itulah mungkin salah satu contoh kecil sesuai pengalaman penulis sebagai upaya melestarikan Bahasa Jawa Krama Inggil.
Demikian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H