Berbicara mengenai kasus korupsi pajak BCA, kini terdengar dari KPK akan mempertimbangkan mengenai penerbitan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) baru terhadap mantap ketua BPK yaitu Hadi Poernomo. Hal ini perlu dipertimbangkan kembali karena sebelumnya Mahkamah Agung menyatakan keliru atas putusan praperadilan Hadi Poernomo di Pengadilan Jakarta Selatan sebelumnya. Berawal dari Hadi Poernomo ditetapkan sebagai tersangka pada 21 April 2014 lalu atas penyalahgunaan wewenang ketika menjabat sebagai Dirjen Pajak yaitu menerima keberatan pajak BCA sebesar Rp. 5,7 Triliun. Hadi Poernomo mengubah keputusan penelaahan keberatan pajak BCA yang sebelumnya ditolak menjadi diterima sepenuhnya melalui nota dinas yang diberikan kepada Direktur PPh. Alhasil, dengan menyalahgunakan wewenangnya justru merugikan negara sebesar Rp. 375 Miliar.
Namun, setelah penetapan tersangka tersebut Hadi Poernomo justru tidak terima. Hadi Poernomo mengajukan praperadilan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Alhasil, hakim tunggal Haswandi mengabulkan permohonan Hadi poernomo tersebut dan mencabut status tersangka. Kemudian, KPK tidak tinggal diam dengan mengajukan PK (Peninjauan Kembali) hingga akhirnya diserahkan kepada Mahkamah Agung.Â
Akan tetapi, Mahkamah Agung memberikan keputusan bahwa Peninjauan Kembali yang diajukan oleh Jaksa KPK tersebut ditolak karena tidak sesuai dengan peraturan. Namun putusan penolakan PK tersebut setelah 6 bulan menunggu ketika Mahkamah Agung mengunggah salinan putusan di websitenya baru-baru ini. Sehingga KPK memerlukan waktu untuk mempelajari putusan Mahkamah Agung tersebut.
Putusan Mahkamah Agung baru-baru ini ialah menolak peninjauan kembali yang diajukan KPK sebelumnya. Kemudian, dalam pertimbangannya, Mahkamah Agung menyatakan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan nomor 36/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel tentang penetapan Hadi Poernomo sebagai tersangka adalah tidak sah. Hal ini berarti bahwa pertimbangan tersebut telah melampaui wewenangnya dan dapat dikualifikasikan sebagai mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa. Hal itulah sebagaimana telah diatur pula dalam pasal 21 UU Tipikor.
Dengan pernyataan tersebut KPK meminta Mahkamah Agung untuk memeriksa hakim yang telah membatalkan status tersangka Hadi Poernomo. Bukankah Mahkamah agung berbicara seperti itu merupakan dasar pertimbangan pada pasal 2 ayat 3 Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 4 Tahun 2016 Â yang menyatakan berdasarkan ketentuan di atas, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak berwenang untuk menghentikan penyidikan yang diajukan oleh pemohon PK (KPK) terhadap termohon PK (Hadi Poernomo).
Menanggapi masalah tersebut, memang sudah seharusnya Mahkamah Agung menentukan langkah untuk menindaklanjuti permasalahan ini. Kalau memang ada kekeliruan terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, mungkinkah ada permainan antara hakim dari PN Jaksel dengan Hadi Poernomo? Mengingat kasus suap menyuap yang sedang marak saat ini, sudah sepatutnya kasus korupsi pajak BCA ini segera ditindaklanjuti dan diselesaikan.
Sumber:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H