Berita terkait kasus korupsi pajak BCA, Mahkamah Agung menolak Peninjauan Kembali yang diajukan Jaksa KPK karena tidak sesuai prosedur hukum yang berlaku. Hal ini membuat KPK bungkam dan mengalami kebuntuan untuk menyelesaikan kasus yang melibatkan Hadi Poernomo Mantan Dirjen Pajak dan Ketua BPK tersebut. Saat ini KPK justru sedang mempelajari lebih lanjut bagaimana langkah yang akan diambil untuk menyelesaikan kasus korupsi pajak BCA tesebut.
Mungkin sebelumnya, ada beberapa alasan mengapa Mahkamah Agung menolak Peninjauan Kembali yang diajukan Jaksa KPK untuk menindaklanjuti kasus korupsi pajak BCA. Pertama, lewat uji materi Pasal 263 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) bahwa Mahkamah Konstitusi menyatakan Jaksa Penuntut Umum tidak bisa mengajukan permohonan Peninjauan Kembali, kecuali terpidana atau ahli warisnya. Namun, dalam kasus Hadi Poernomo tersebut yang mengajukan Peninjauan Kembali ialah Jaksa KPK sehingga tidak mengikuti aturan yang berlaku.
Kedua, Hakim Haswadi yang merupakan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjelaskan bahwa penyelidik dan penyidik KPK harus sesuai dengan Pasal 43 dan Pasal 46 Undang-Undang KPK haruslah berstatus sebagai penyelidik atau penyidik di instansi sebelumnya baik itu Polri atau Kejaksaan. Dalam kasus korupsi pajak BCA justru Dadi Mulyadi dan dua penyelidik lainnya bukan merupakan penyelidik sebelum diangkat menjadi penyelidik KPK.
Ketiga, bedasarkan Surat Keputusan Mahkamah Agung Nomor 50/PK/Pidsus/2016  yang menjelaskan bahwa Peninjauan Kembali yang diajukan Jaksa Penuntut Umum tidak dapat diterima karena Jaksa tidak berwenang mengajukan Peninjauan Kembali. Hal ini, merupakan  acuan dari  putusan Mahkamah Konstitusi.
Mengingat kasus korupsi pajak BCA, berawal dari pengajuan keberatan pajak yang diajukan oleh Bank BCA Tbk atas kredit bermasalah atau non performing loan sebesar Rp, 5,7 T. Hal itulah yang kemudian ditelaah secara langsung oleh Direktur PPh dan hasilnya ditolak. Kemudian, hasil penelaahan tersebut harus segera diketahui oleh Dirjen Pajak yang saat itu di pimpin oleh Hadi Poernomo. Namun yang uniknya, sehari sebelum jatuh tempo pembayaran pajak BCA Hadi Poernomo mengirim sebuah nota dinas kepada Direktur PPh. Nota dinas tersebut berisi pengubahan kesimpulan hasil penelaahan, yang sebelumnya pengajuan keberatan pajak BCA ditolak menjadi diterima sepenuhnya.
Kalau memang kasus korupsi pajak BCA merupakan kasus lama yang sudah melewati berbagai prosedur hukum, kenapa bukannya diselesaikan? Rencana Sprindik (Surat Perintah Penyidikan) bukannya merupakan jalan keluar dalam menyelesaikan kasus tersebut? Â Mungkin di Tahun 2017 kasus korupsi pajak BCA yang merupakan Pekerjaan Rumah KPK harus segera diselesaikan setepat mungkin.
Sumber:
http://www.jurnas.com/artikel/10844/KPK-Sebut-Bank-BCA-Kasus-Lama/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H