Prasasti yang terdapat di dalam masjid ditulis pada tiang Soko Rowo sisi barat di sebelah utara mihrab berbunyi sebagai berikut:
Wahadzal masjidu / fil dasri baladil adzlim / fi'lu syaikhi akhi 'agli / ashsobri bisabi amri / zaujatis sulthaani / mataram ukhtii ilaa syaikhi / ustaadzil baidzaawii / wabayaanu fi'll masjidu / khasanu muhamad shuufii / ridwaanallahi ta'ala /bini 'mataddunyaa wani'mata /alakhiati biayubuuti /aliimanii.
Artinya: Masjid ini dibangun di negeri yang agung untuk leluhur yang sudah meninggal, Â atas perintah istri Sultan Mataram. Diberikan oleh ustad Baidowi dan sebenarnya yang membuat masjid ini Khasan Muhammad Shuufi. Semoga dia mendapat ridha Allah yang berupa nikmat dunia dan akhirat dan ditetapkan imannya.
Berdasarkan dari inskripsi di atas dapat diperoleh informasi bahwa Masjid Santren adalah masjid makam, hadiah dari istri sultan Mataram kepada Ustad Baidlowi. Pembangunannya sekitar tahun 1618 Masehi. Beberapa bagian masih kokoh. Konstruksi kayu serta gonjo masjidnya sama dengan Masjid Menara Kudus lan Masjid Kajoran, Klaten. Para ahli sejarah memperkirakan masjid-masjid itu dibangun pada zaman yang sama, bahkan oleh  orang.
Keunikannya, lantai masjid dibuat warna hijau semua, bahkan dari catatan sejarah yang ada sejak dahulu warnanya memang hijau, tidak ada orang yang berani mencoba untuk mengubah warna tersebut.
Di ruang utama masjid terdapat empat  buah soko guru atau tiang utama masjid yang dibuat dari kayu jati berbentuk bulat dan memiliki garis tengah 40 centimeter. Ruang utama juga disangga 12 buah soko rowo yang terbuat dari kayu jati berbentuk bulat. Di salah satu soko rowo itu terdapat prasasti tadi.
Kini penerus Ustadz Baidlowi merawat masjid bersejarah itu. Dan Menhub pun tak mau melupakan sejarah, ada penggalan  masa kecilnya di Masjid Bagelen. ( nao/ Apron IDN )
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H