Mohon tunggu...
Naminist ...
Naminist ... Mohon Tunggu... -

Naminist Penulis yang lahir saat Halloween. Menyukai hal-hal yang penuh misteri dan petualangan dengan alam. Selain membaca dan menulis kata, juga senang membaca dan menulis angka. Tuberose yang bermekaran di malam hari dan gemintang yang bertaburan di langit malam adalah sahabatnya. Penyuka warna sepia, magenta, dan hitam ini, selalu mewarnai harinya dengan mendengarkan musik. Saat ini beberapa cerpennya telah dimuat di majalah GADIS, majalah STORY, majalah SAY!, Tabloid Keren Beken, Youngs Magazine, majalah anak-anak IMUT, koran RADAR Banten, serta buku antalogi GILALOVA #3, Para Guru Kehidupan, dan The Dark Stories. Silakan mampir ke blognya yang sederhana di naminist.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Surat untuk Biru

17 Desember 2010   14:24 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:38 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Biru, malam ini langit mendung. Sebentar lagi akan turun hujan. Langit menyembunyikan bintang kecil yang biasa kulihat dari loteng. Dan aku masih di loteng. Berharap hujan tak jadi turun. Tapi rasanya mustahil, gerimis sudah membasahi genting rumahku. Biru, langit malam mengingatkanku pada percakapan kita tentang bintang. Berawal dari sebuah pertanyaan yang cukup sederhana namun memiliki sejuta makna. "Bila 1001 bintang kecil warna-warni ada dalam genggamanmu, kau akan memberiku satu bintang warna apa?" tanyamu bertahun-tahun yang lalu. "Yang paling menarik buatku bintang berwarna biru, jadi bintang biru ini untukmu," jawabku spontan. Kau tahu, biru berarti persahabatan. Dan sejak itu, persahabatan kita semakin erat. Karena kau pun memberikan bintang biru untukku saat aku balik bertanya dengan pertanyaan serupa. Sekarang kau tahu, mengapa aku selalu memanggilmu 'Biru'? Itu bukan berarti singkatan namamu. Alasannya lebih karena aku menganggapmu salah satu bintang dari langit, yang paling sering kuajak bicara saat berada di loteng. Karena kamu sudah lama pergi meninggalkan bumi ini. Meninggalkan percakapan kita yang tak bisa kulupa. Aku selalu menganggapmu di sana. Di langit tertinggi. Semoga suatu hari kita bertemu. Sungguh sulit menerima kepergian seorang sahabat yang begitu sama secara emosional. Setiap aku melihatmu, seperti bercermin dan mendapati diriku sendiri. Dan kini, aku hanya bisa menemuimu bila langit malam cukup cerah. Semoga hujan segera reda... Kunjungi blogku di www.naminist.co.cc

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun