1.
Kamu pernah di sana, dalam sajak dan puisiku yang selalu kamu baca.
2.
Bahagia itu selalu datang tepat waktu.
Tidak lebih awal atau lebih akhir.
Kitalah yang sering tidak sabar menunggu.
3.
Sekali saja, pinjamkan aku telingamu.
Mungkin, jika tanpa melihatmu, aku berani mengatakan rindu ke telingamu.
4.
Dalam miliaran tetes deras hujan itu, salah satunya ada rinduku.
Iya, hujan adalah kumpulan rindu, langit tak mampu menampung.
5.
Salah satu alasanku menulis puisi tentangmu adalah, kalaupun kelak aku menjadi kenangan, puisiku yang akan menjelaskannya.
6.
Sejak hari dimana sapamu berhenti, aku memutuskan melangkah pergi.
7.
Aku sedang melupakanmu.
Masalahnya, aku merindumu terlalu banyak.
Lebih banyak dari kekuatanku melupakanmu.
8.
Nah, lihat?
Terjadi lagi.
Di hujan seperti ini, kamu selalu sembarangan memasuki pikiranku, duduk tersenyum.
Dan aku kalang kabut.
9.
Namaku luka, engkau biasa melihatku dalam bentuk airmata.
Padahal aku bisa juga dalam bentuk tawa. Menyamar di sana.
______
Diambil dari namarappuccino bersama puisi dan fiksi lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H