Mohon tunggu...
Astin Soekanto
Astin Soekanto Mohon Tunggu... -

pecinta travel. museum. seni. sejarah. adat. ritual. budaya. etnik. tradisional. indonesia

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Pesona 11 Klenteng di Kampung Pecinan Semarang

20 Desember 2014   21:22 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:51 730
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_342267" align="aligncenter" width="778" caption=""][/caption]


Aroma hio dan dupa selalu tercium saat saya memasuki klenteng-klenteng di Kampung Pecinan Semarang. Setiap kali memasuki klenteng, saya selalu menemui lilin-lilin yang menyala, lampion, altar atau meja persembahan dan huruf-huruf Mandarin yang tertulis di beberapa sudutnya. Selain itu juga tedengar lagu-lagu Mandarin yang diputar hanya sayup-sayup saja. Suasana hening, karena biasanya ada satu dua orang atau bahkan lebih, yang tengah khusuk beribadah.


Selama saya menelusuri Pecinan Semarang, tercatat ada 11 buah klenteng yang berada di perkampungan ini. Klenteng-klenteng itu terpisah di beberapa tempat. Ke 11 klenteng itu adalah:


Klenteng Tong Pek Bio

Klenteng Ling Hok Bio

Klenteng Hoo Hok Bio

Klenteng Hwie Wie Kong

Klenteng Tiong Gie Tong

Klenteng Tri Noto Buko Bawono

Klenteng Gerjen

Klenteng Tay Kak Sie

Klenteng Siu Hok Bio

Klenteng Tek Hay Bio

Klenteng See Ho Kiong


Kalau sebelas-sebelasnya dibahas, saya kuatir malah membuat bingung nantinya. Jadi saya hanya akan bahas tentang 4 klenteng yang terakhir saja.


Lalu apa menariknya mengunjungi kelenteng-klenteng itu?


Kawasan Kampung Pecinan Semarang, masuk dalam wilayah Semarang Tengah. Jika dari arah Jl. GajahMada, begitu masuk perkampungan ini, kita akan disambut gapura megah yang didominasi warna merah. Di sepanjang kawasan itu, berjejer deretan bangunan tua yang berdempet-dempetan. Sebagian dari bangunan itu kosong dan sebagian lagi menjadi toko atau rumah makan. Tak heran, jika pagi hingga sore hari kita akan menemui aktivitas bisnis yang sibuk. Dari mulai penjualan kain, perhiasan, berbagai jenis toko kue dan makanan, sampai ke kebutuhan sehari-hari.


Keberadaan warga masyarakat di Kampung Pecinan Semarang, memiliki sejarah panjang dan kelam, bahkan sejak sebelum penjajahan Belanda berkuasa. Di era penjajahan Belanda dahulu, masyarakat Cina (Tionghoa) pernah melakukan pemberontakan. Mereka bergabung dengan pasukan Trunojoyo untuk melakukan perlawanan. Akibat pemberontakan itu, pemerintah Belanda berkali-kali memindahkan permukiman mereka agar lebih mudah diawasi. Dari yang semula bermukin di Gedong Batu, dipindah ke daerah yang dekat dengan pos militer Belanda, sampai akhirnya dipindah ke sebuah tanah kosong. Pemukiman yang terakhir inilah yang kemudian kita kenal sebagai Kampung Pecinan Semarang saat ini.


Menyusuri kawasan ini, berarti kita akan mengalami wisata yang tidak biasa. Kita akan disuguhi kekayaan budaya dan cerita masa lalu. Terutama, keberadaan klenteng-klenteng yang sudah ada sejak ratusan tahun silam. Memang, semua klenteng itu memiliki ciri khas yang hampir sama. Baik dari bangunan atau arsitekturnya, masing-masing memiliki kekhasan sendiri-sendiri yang bisa dilihat dari pernak-perniknya. Pernak-pernik itulah yang membuat sebuah klenteng mempunyai makna simbolik dan filosofi yang berbeda. Yang saya sendiri, meski sangat tertarik dan penasaran, namun tidak menguasainya. Karena untuk memahami makna dan filosofi ini dibutuhkan pengetahuan yang cukup dan butuh waktu yang cukup lama. Saking rumitnya.

[caption id="attachment_342268" align="aligncenter" width="584" caption=""]

14190600542054090307
14190600542054090307
[/caption]

Misalnya, tentang ornamen atau hiasan hewan yang terpasang di sebuah klenteng. Setiap hewan memiliki makna simbolik tertentu. Harimau, merupakan simbol kejantanan dan keberanian. Gambar kepala harimau yang dipasang di pintu masuk, dimaksudkan untuk menangkal roh jahat agar tidak masuk ke dalam rumah. Naga, yang kalau di dunia Barat dianggap sebagai hewan yang buruk dan jahat, bagi kaum Tionghoa hewan ini cenderung merupakan simbolisasi sumber kebaikan dan kemakmuran. Meski tentunya, tidak sesederhana itu pengartiannya. Jika di atap klenteng kita melihat ada 2 ekor naga yang sedang bermain bola api, itu melambangkan pembawa pesan dari langit ke bumi dan pembawa hujan bagi para petani. Kalau ada gambar naga hijau berpasangan dengan harimau putih yang dipasang pada pintu masuk klenteng, dipercayai bisa menjauhkan roh-roh buruk sehingga tidak berani masuk ke dalam klenteng.


Selain naga hijau dan harimau putih, masih ada symbol hewan-hewan lainnya, seperti: gajah, kuda, burung, ikan, kepiting, kelelawar, dan lain-lain. Saya sendiri, penasaran dengan symbol unicorn, tapi sampai sekarang belum pernah nemu. Simbol hewan-hewan itu bisa dipasang dimana saja. Bisa di pintu, atap, di meja atau altar persembahan, pada tiang, atau di kerajinan perunggu (bronze).

Sebenarnya bukan hanya hewan saja yang dijadikan symbol. Masih ada beberapa lainnya, seperti misalnya hiasan pohon bamboo yang melambangkan usia panjang, warna emas yang melambangkan kemakmuran, bunga melambangkan keuletan, patung manusia dan dewata dimaksudkan untuk menjaga dan membawa berkah, dan masih banyak lagi symbol lainnya. Intinya, semua ornament atau hiasan yang dipasang di klenteng memiliki makna simbolik tertentu dan pastinya makna yang baik.

Sebelas klenteng yang ada di Kampung Pecinan Semarang, memiliki keunikan arsitektur masing-masing dan sejarah yang berbeda-beda. Kalau saya boleh mengibaratkan, memasuki kawasan Pecinan Semarang sama dengan memasuki wilayah 1000 klenteng.


Klenteng Tay Kak Sie merupakan kelenteng yang paling terkenal. Jika ada wisatawan dari luar kota yang datang dan menanyakan tentang klenteng mana yang harus dituju, pastilah akan dirujuk kesini. Klenteng ini merupakan klenteng induk bagi seluruh klenteng yang ada di Semarang. Lokasinya ada di Gang Lombok dan biasa disebut Klenteng Gang Lombok. Klenteng ini memiliki bangunan yang megah dan memiliki dewa paling lengkap. Konon untuk mendirikan klenteng yang dibangun pada tahun 1771 ini, sengaja didatangkan tukang-tukang langsung dari Tiongkok.


Klenteng Tay Kak Sie ini memiliki halaman yang luas, sehingga sering dipakai untuk latihan barongsai. Jika kebetulan tengah merasa lapar, di sekitar kelenteng itu terdapat food court yang menyediakan berbagai menu dan ada juga toko lumpia Gang Lombok yang sangat terkenal.

Di samping persis klenteng Tay Kak Sie, terdapat rumah abu Kong Tik Soe, rumah tempat menyimpan abu para leluhur mereka. Di era pemerintahan Hindia Belanda dulu, rumah itu merupakan tempat kongkoan atau perkumpulan pejabat Tionghoa. Salah satu tugas dari para pejabat itu adalah mencatat data kependudukan, kematian dan perkawinan warga Tionghoa. Di depan rumah abu tadi, dulunya kita melihat replica kapal Cheng Ho. Namun sejak Oktober 2014 lalu, replica kapal itu sudah dibongkar karena mengganggu aliran sungai.


Klenteng tertua di kawasan Pecinan Semarang, yaitu Klenteng Siu Hok Bio. Didirikan tahun 1753 oleh warga Pecinan Lor sebagai ungkapan syukur atas rezeki yang diterima mereka. Siu Hok Bio memiliki arti makmur dan panjang umur. Konon, beberapa orang menyatakan telah menerima anugerah dari Dewi Bumi karena bekerja keras merawat klenteng ini.


Klenteng Siu Hok Bio memiliki ukuran yang lebih kecil dibanding klenteng-klenteng lain di kawasan Pecinan Semarang. Lokasinya tepatnya berada di Jl. Wotgandul Timur no.38 dan jika dilihat dari arah Gang Baru bangunannya berada dalam posisi ‘tusuk sate.’ Dengan kondisi demikian, diyakini, kalau keberadaan klenteng tersebut dapat menangkal aura buruk dan bahaya.

Kalau ada klenteng yang memuja dewa aseli Indonesia, itulah Klenteng Tek Hay Bio. Klenteng ini memuja Tek Hay Cin Jin, pahlawan penguasa lautan dan pelindung para nelayan. Tidak ada seorangpun yang mengenal nama sesungguhnya dari Tek Hay Cin Jin. Tapi berdasarkan ‘Riwayat Semarang,’ nama itu merupakan gelar yang diberikan kepada sosok bermarga Kwee dengan nama Kwee Lak Kwa. Dia seorang pedagang yang melakukan pemberontakan terhadap VOC di tahun 1740. Lalu tertangkap dan kemudian menghilang. Sejak saat itu, para nelayang sering melihat penampakan Kwee Lak Kwa untuk menolong mereka yang kesusahan. Misalnya, dalam menghadapi angin rebut.


Nama Tek Hay Cin Jin atau Kwee Lak Kwa hanya dikenal di Indonesia saja, khususnya di pantai-pantai utara Pulau Jawa. Tak heran jika memasuki klenteng ini kita akan menemui gambar atau pahatan yang menyerupai dua ekor naga di dalam laut serta beberapa ornament dengan dominasi unsure laut.


Klenteng yang juga disebut sebagai Klenteng Samudera Indonesia ini, berlokasi di Jl. Gang Pinggir.


Klenteng See Hoo Kiong yang berlokasi di Sebandaran, merupakan satu-satunya klenteng di kawasan Pecinan Semarang yang dari luar tampak kusam. Padahal usia klenteng ini terhitung paling muda dibanding klenteng lainnya, karena didirikan pada tahun 1881. Usut punya usut, ternyata atapnya memang sengaja tidak pernah dipugar atau dicat dengan warna baru karena memang dilarang oleh sang dewa.


Meskipun tampak kusam begitu, arsitektur bangunan klenteng ini termasuk yang paling indah. Tak heran jika pemerintah Kota Semarang menganugerahinya sebagai bangunan cagar budaya rumah ibadah terbaik di tahun 2005. Bahkan, setahun kemudian, tepatnya di 2006, musisi jazz kenamaan, Bubi Chen, menggelar konsernya di halaman depan klenteng ini. Ia berkolaborasi dengan orkes toa kok tui yang dipimpin dalang wayang potehi, Thio Tiong Gie.


Jika kebetulan menyusuri kawasan Pecinan Semarang pada hari Jumat, Sabtu dan Minggu, jangan lewatkan kesempatan untuk menikmati wisata kuliner di Warung Semawis yang berlokasi di Gang Warung. Di sepanjang jalan gang itu ditawarkan beraneka ragam menu makanan dari mulai siomay, bakso, bakmi, bacang, seafood, sate babi, soto, gudeg, babat gongso, capcay, sosis bakar dan lain-lain. Kalau memang jago nyanyi, manfaatkan fasilitas karaoke yang menawarkan lagu-lagu Mandarin. Atau mungkin ingin diramal? Ada juga.


Beberapa teman dari luar kota yang pernah saya ajak ke Warung Semawis, selalu menyatakan senang dan puas. Mereka bisa memilih sendiri menu atau makanan yang mereka inginkan dengan cara mendatangi langsung stand atau tenda-tenda makanan yang berjejer kiri dan kanan di sepanjang gang itu. Setelah pesanan datang, kita bareng-bareng menyantap makanan sambil mengobrol panjang lebar dan menikmati suasana hingga larut malam.


TIPS

Banyak hotel yang tersedia di kawasan Pecinan Semarang, misalnya: Hotel Semesta, Hotel Quest atau Hotel Pelampitan. Atau kalau yang berkelas, bisa mencoba Hotel Gumaya.


Menyusuri kawasan Pecinan Semarang, lebih baik berjalan kaki atau naik motor/ojek, mengingat banyak jalan atau gang yang padat dan sempit di kawasan tersebut. Jika ingin lebih santai dan tak ingin capek, bisa mencoba naik becak yang banyak tersedia di sekitar gapura pecinan.


Jajanan kuliner di Waroeng Semawis, hanya berlangsung setiap hari jumat, sabtu dan minggu mulai sore hari sekitar jam 18.00 sampai selesai. Lebih baik tidak pada saat musim hujan, karena merupakan tempat jajanan di udara terbuka, jika para penjaja makanan akan bubar. Selain juga lokasi itu becek atau banjir.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun