Mohon tunggu...
Isnaini Mila
Isnaini Mila Mohon Tunggu... Freelancer - Socmed Specialist

I really enjoy discussing everyday life and I love delving into things I don't know.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tewas di Usia Muda bersama Impian Mati Syahid dan Masuk Surga

9 April 2021   18:21 Diperbarui: 9 April 2021   18:30 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Keluasan lingkup dari faktor lingkungan itu sendiri dapat dilihat dari kasus ZA. Dari kasus ZA diatas, kita dapat melihat bahwa ditengah lingkungan ZA yang kerap bersosialisasi dengan orang lain, itu tak dapat menjadikan bahwa ZA juga mampu mengikuti pengondisian tersebut. Karena ada pengondisian yang lebih kuat mengisi pemikirannya,  yakni melalui buku atau media sosialnya sehingga ia mampu terpapar paham terorisme. Jadi, lingkungan tak hanya yang terlihat saja.

Selain lingkungan, ada juga faktor cara berpikir. Cara berpikir ini proses pembentukannya bisa dipadankan dengan pembentukan moral seseorang. Ya, memang lama proses pembentukan seseorang mengadopsi bahwa cara berpikir tertentu itu ia gunakan dalam kehidupannya. Mereka akan menimbang baik dan buruknya untuk dirinya sendiri, kemudian diempiriskan dan sampai menemukan yang cocok hingga akhirnya di adopsi.

Faktor terakhir yang berpengaruh adalah freewill atau kehendak bebas manusia. Sejak lahir, manusia memiliki kehendak bebas terhadap segala sesuatu. Contoh : Dalam kasus ZA, ia memilih untuk memberanikan diri menyerang maskas Mabes Polri dengan hanya berbekal senjata Air Gun dan menembak  ke berbagai arah hanya seorang diri. Dalam contoh ini ada freewill ZA yang memilih untuk "iya" menyerang Mabes Polri sendirian dengan Air Gun nya. ZA bisa saja memilih "tidak" karena ini juga bagian dari freewill manusia. Namun apa boleh buat, freewillnya sudah mengiyakan perilaku tersebut. Hingga akhirnya berakhir dengan beberapa kali tembakan balasan dari Polri mengarah kepada dirinya hingga tewas.

Itulah 3 faktor yang menurut saya memiliki pengaruh yang saling berkaitan mengenai seseorang yang dapat terpapar paham terorisme.

Kasus ZA ini sangat miris dan konyol, lantaran seorang wanita muda berbekal Air Gun dan motivasi mati syahid dan masuk surga berakhir dengan tewas tertembus peluru berkali-kali dari Polisi. Saya sebagai penulis, menyaksikan hal ini tak habis pikir, ada seorang wanita muda tewas hanya karena termakan oleh paham radikal yang menyesatkan  tanpa berpikir seribu kali lagi dalam melayangkan aksinya di Mabes Polri. Dimana seharusnya di usia mudanya ia isi dengan kegiatan positif untuk mengembangkan skill dan pengalamannya di berbagai hal yang baik. Nasi telah menjadi bubur.

Semoga kita sebagai generasi muda negeri, dijauhkan dari paparan paham terorisme dan segala paham yang menyesatkan. Jangan sampai kita merelakan diri dimakan oleh paham-paham yang mengatasnamakan jihad dibalik perilaku biadab dan paham yang mengatasnamakan takbir untuk menghalalkan darah korban bom bunuh diri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun