Mohon tunggu...
Riki Kurniawan
Riki Kurniawan Mohon Tunggu... -

Saya adalah mahasiswa Fakultas Filsafat UGM Bermimpi diabadikan lewat Nobel sastra dan ingin melepaskan Tuhan dari penjara prasangka. Eh, ndak... kebalik, Saya yang ingin bebas, Tuhan tak pernah terpenjara...! Oke, cukup! Terima Kasih

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Dalam Lillah yang Lelah

23 April 2016   18:23 Diperbarui: 23 April 2016   18:29 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Api tumbuh dari tungku keimanan, sedangkan tuhan semakin terpenjara di balik jeruji-jeruji prasangka
Sedang yang tersisa, bukan sapaan yang menghangatkan, melainkan iman yang marah dan membara

Apa kabar ayat-ayat yang tertulis ribuan lembar?
Kini hanya teks-teks cetek yang tak mau dekat lagi dengan batang-batang kretek

Apa kabar sunah-sunah nabi sebagai rahmat bagi bumi?
Kini hanya cerita-cerita basi yang tak akrab lagi dengan manis-pahitnya kopi

Apa kabar nasihat-nasihat bijak para ulama yang tak galak?
Kini hanya dongeng-dongeng cengeng yang tak dekat lagi dengan pisang goreng

Tak ada lagi gairah persetubuhan antara hati demi hati
Sedang yang tertinggal, hanya jiwa tak bertenaga yang mulai kalah

Dalam lillah yang lelah, daun-daun tak mampu terhitung lagi oleh malaikat. Sebab keringnya yang berjatuhan tak mampu menyentuh tanah, sebab sebelum menjejak telah hancur mengabu oleh api dari iman yang marah!

Dalam lillah yang lelah, amal-amal tak mampu dihitung lagi oleh malaikat. Sebab jumlahnya yang banyak telah tercecer pada tuhan-tuhan imajiner, sebab Allah yang Maha Tak Terbatas telah asing bagi hati yang tak Ikhlas!

Api semakin tumbuh dari tungku keimanan, marah membara dan amal-amal menjadi jelaga dosa.

Kumpulkan saja! Kemudian hari, tungku akan mati dan akal kerdil memanggil tubuh menggigil. Nanti, di sekujur tubuh itu, ada getar yang menjalar saling kejar. Serta yang ghaib satu persatu raib, berlari mencari tungku-tungku baru.

Yogyakarta, 19 April 2016
Masjid Mardliyyah[caption caption="pixabay"][/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun