Malam yang sunyi dan gelap gulita, aku hanya ditemani sebuah pelita di rumah yang amat sederhana. Malam ini, semua listrik di kampung padam. Aku hanya bisa bersyukur dan merenung tentang takdir yang telah diberikan kepadaku.
Rio seorang anak laki-laki yang berumur 20 tahun, aku sekarang semester lima di perguruan tinggi swasta. Aku sekarang tinggal bersama nenekku. Nenekku seorang guru ngaji di sebuah mushalla dekat rumah. Ayah dan Ibuku sedang menguji nasib di negara tetangga. Aku dulu memang pernah melarang orang tuaku untuk merantau, tapi melihat keadaan kami yang begitu susah, Ayah langsung mengambil keputusan untuk mencoba merantau ke Negeri Jiran.
Sejak awal masuk semester tiga, kelasku kedatangan mahasiswa baru. Ia bernama Laisa Fitriani. Ia seorang gadis yang berparas cantik dan berpakaian sederhana. Laisa kerap ia dipanggil sehari-hari di kampus. Sejak kedatangannya aku mulai mengaguminya, entah kenapa hati ini langsung jatuh cinta kepadanya? Dan tak menyangka Laisa duduk di sebelahku di dalam kelas.
Mau aku ungkap tentang perasaanku kepadanya, tapi aku hanyalah seorang laki-laki yang bermental lemah yang mengharap seorang gadis yang bergitu cantik di kampus. Aku hanya bisa memendam rasa ini kepadanya. Dan sampai waktunya sudah tepat, baru aku akan ungkap tentang perasaan ini.
Hari berganti hari dan tahun pun berlalu, kami pun sudah menginjak semester tujuh. Aku masih tetap memendam rasa ini kepadanya, memendam rasa sayang yang selama ini tidak dia ketahui. "Apa mungkin dia pura-pura tidak tahu bahwa aku mencintainya?" Perkiraanku kala aku duduk sendiri dirumah.
Waktu kami semester enam dulu, kami sering kali belajar bersama hingga bermain bersama. Suatu ketika kami sedang bermain di pantai, menikmati udara sepoi-sepoi dan seraya untuk menghilangkan jenuh atas tugas yang menumpuk. Aku nggak sengaja tergelincir di pantai, Laisa langsung menolongku. Aku tambah sayang kepadanya tapi dia nggak pernah mengerti tentang perasaan ini.Â
Di kelas sekarang kami semester tujuh mendekati waktu kami wisuda, aku berusaha membuat dia tersenyum, tertawa hingga sampai menjailinya. Kami sangat dekat, sampai bahkan semua mahasiswa mengira kami berpacaran. Aku sering juga membuat di marah padaku, supaya Laisa mengerti bahwa ada yang mencintainya dalam diam.
Sampai suatu sore, mahasiswa semua hendak pulang ke rumah masing-masing. Aku nggak sengaja merayunya di depan mahasiswa lainnya walaupun rayuanku tidak pernah dia hargai. Dia hanya bisa menganggap, aku ini hanya bercanda saja.
Sering aku merayunya, belum pernah aku melihat Laisa tersenyum maupun tertawa atas rayuanku. Tapi akhirnya, rayuanku bisa membuat dia terseyum  bahkan tertawa. Aku langsung bahagia bisa membuat Laisa tertawa.
Malam hari yang indah, tidak seperti malam yang biasa. Malam ini dipenuhi dengan kilaun bulan purnama. Aku duduk sendiri di ruang tamu yang hanya ditemani secangkir teh. Memimirkan, apakah aku harus mengungkap perasaan ini kepada Laisa? Aku sudah nggak sanggup lagi menahannya, sudah lama aku memendam rasa ini. Besok, aku akan melakukan hal belum pernah aku lakukan seumur hidupku.
Jam menujukkan pukul 09.00 pagi. Aku barusan sampai di kampus, menanti seorang yang mampu membuat aku tergila-gila dengan kecantikannya dan keramahannya. Aku sudah membeli seikat bunga mawar untuknya. "Mudah-mudahan Laisa mau menerima bunga ini." Ujar aku dengan penuh percaya diri.
Lama menunggu, aku langsung diam membisu, tidak bisa aku berbicara apa-apa. Hatiku seperti hancur yang disertai tusukan duri. Hancur sekali hatiku ini. Jiwaku ini hampir hilang separuh. Sakit sekali. Kesakitannya tidak bisa diungkap. Â Melihat seorang yang aku kagumi, yang aku cintai selami ini, ternyata barusan ia berjalan sambil berpegangan tangan dengan seorang laki-laki yang sangat aku kenal sekali. Lelaki itu bernama Ilham. Ilham seorang sepupuku, kami sering bermain bersama bahkan sering bercanda bersama. Ilham tidak satu kelas dengan Laisa. Bunga yang kubawa tadi, kuhancarkan dan kubuang ke tong sampah. Entah sejak kapan Ilham berpacaran dengannya?
Aku menyesal, kenapa nggak dari dulu aku mengatakan bahwa aku mencintainya? Aku hanya lelaki bodoh yang bisa mencintai seorang dalam diam saja. Aku tidak seperti lelaki sungguhan. Aku langsung pergi dari tempat itu, sangat pedih rasanya. Seorang yang amat kucintai diambil oleh sepupuku.
Ku tenangkan diri di sebuah taman sebelah kampus, tidak ada tempat aku mengadu atas kejadian ini. Aku harus rileks dan berpikir atas kejadian semua ini.
Dan pada akhirnya, aku tidak lagi memikirkan tentang itu lagi. Aku pun harus bahagia melihat Laisa bahagia walaupun Laisa tidak bersamaku. Aku harus berubah menjadi lelaki yang tak pernah takut gagal atas sesuatu hal. Bahagianya Laisa, aku pun akan bahagia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H