Malam yang sunyi nan dingin dan disertai gerimis. Keluargaku beserta orang kampung lainnya sedang berkumpul di ruang tamu rumahku. Kami membahas masalah tentang bagaimana mencari dana untuk bantuan sembako dan baju lebaran untuk kaum dhu'afa dan yatim piatu untuk menghadapi hari raya Idul Fitri sekaligus membentuk panitia kegiatan sosial ini. Teh hangat dan biskuit membuat udara dingin tak terasa di tubuh, gerimis tak ada lagi tapi hujan lebat baru melanda. Rapat ini dipenuhi dengan tawa dan senyum karena jarang sekali orang berkumpul dirumahku.
Rasyid Ilham seorang remaja yang bertubuh tinggi dan berkulit putih serta bertampilan sederhana. Aku mahasiswa semester 4 di Perguran Tinggi Islam. Rasyid itulah kerap panggilanku. Aku sekarang tinggal bersama ayah dan ibuku di rumah yang cukup bagus. Ayahku seorang Ulama dan bekerja di sebuah kantor Majelis Ulama Indonesia cabang Jambi sedangkan ibuku seorang guru di sebuah sekolah menengah atas. Kami termasuk orang yang taat kepada beragama.
Pagi yang cerah, butiran air hujan semalaman masih berjatuhan di atap rumahku. Aku langsung bergegas mandi, sarapan dan kuliah sambil mencari siapa saja yang mau menyumbang untuk bantuan sosial. Aku berangkat menggunakan si kuda hitam alias motor beatku, motor ini hadiah ulang tahunku kemarin yang diberikan oleh ayah dan ibuku. Udara yang segar membuat kebanyakan orang kampungku berjemur di depan rumahnya masing-masing sambil menikmati matahari pagi.
Aku berangkat kuliah sambil menempel brosur yang kami bikin semalaman. Ayahku menyuruhku menempelnya di berbagai tempat yang kosong dan menyebar pamfletnya di media sosial dan lain sebagainya. Jarang sekali aku semangat seperti ini, tidak kenal lelah aku menempal satu per satu brosurnya. Masyarakat pun senang melihat aku menempel brosurnya karena kegiatan ini jarang sekali dilakukan di kampungku.
"Banyak-banyak menempel brosurnya, Rasyid. Supaya kaum dhu'afa dan anak yatim piatu di kampung kita terbantu." Ujar warga kampung kepadaku.
Saat sampai di kampus, aku minta tolong kepada teman-temanku untuk membagikan brosurnya ke teman-teman yang lain dan aku sendiri menempel brosurnya  di Mading kampus. Keluargaku dan panitia lainnya sangat berharap banyak orang yang menyumbang sebagian rezekinya untuk kaum dhu'afa dan yatim piatu.
Senja mulai tampak, aku masih perjalanan untuk pulang kerumah. Hpku dipenuhi suara SMS, aku tak tahu siapa yang SMSku pada hari mau magrib begini. Saat sampai di rumah, aku membuka hp, ternyata yang SMS tadi adalah Rektor universitasku. Beliau menyumbang 2 juta rupiah. Aku kaget yang disertai bahagia.
"Ayah, Ibu, Rektorku ikut menyumbang pada kegiatan sosial ini." Aku berkata seraya bersyukur tak henti-hentinya.
"Berapa Rektormu menyumbang, Rasyid?" Ibuku bertanya dengan raut wajah penasaran,
Aku menjawab dengan raut wajah sangat bahagia, "2 juta, Bu."
Kami bertiga sangat bersyukur pada malam ini.
Mulai malam itu, Aku mendapat SMS terus-terusan dari orang yang nggak aku kenal dan meraka yang SMS ku ini ikut menyumbang dengan cukup besar. Keluargaku tak menyangka baru satu hari kami sudah mendapat uang cukup banyak untuk kaum dhu'afa dan anak yatim piatu.
Tiga hari sebelum lebaran, aku mengumpul panitia kegiatan sosial ini ke rumahku untuk melakukan rapat. Kami berdiskusi apa yang harus dibeli dengan uang sebanyak 10 juta ini. Sejak malam waktu rapat, kami bertawakal terus dan percaya bahwa usaha tidak pernah menghianati hasil. Tak kepikir di benakku bahwa kami mendapat uang 10 juta, memang bulan yang penuh berkah ini banyak sekali orang ingin berbagi kepada orang yang membutuhkan.
Pagi ini, aku berniat membeli sembako ke pasar. Tiba-tiba, aku mendapat kabar dari panitia lain bahwa uang semalaman hilang entah siapa yang mencurinya. Aku sangat kaget mendengarnya, tak tahu aku harus bagaimana. Hati resah, pikirna kacau. Aku berusaha rileks tapi nggak bisa. "Kita harus mencari jalan keluar, bagaimana pun caranya." Ujar aku kepada paniatia lainnya.
Tak panjang pikir, aku harus mengorbankan uang tabunganku selama 3 tahun untuk kegiatan sosial ini. Uang tabungaku cukup banyak. "Apakah kamu yakin, Nak?" Ibuku berkata.
Aku mengangguk dan berkata, "Nanti Allah akan gantikan semuanya, Bu."
Aku dan panitia lainnya langsung bergegas ke pasar untuk membeli sembako dan baju lebaran untuk kaum dhu'afa dan anak yatim piatu. Barang bawaan kami cukup banyak membuatku menyewa mobil untuk mengankut barangnya. Ketika kami sampai ke kampung, kami langsung membaginya kepada semua kaum dhu'afa dan anak yatim piatu di kampungku. Raut wajah yang jarang sekali aku temukan dalam hidupku yaitu melihat orang lain bahagia. Hati tak bisa ngomong apa-apa, aku hampir menangis tapi ku tahan supaya dilihat orang bahwa aku ini benar-benar laki-laki benaran. Hehehehehe.
Sejak hari itu, aku mendapat rezki yang tak disangka-sangka bahkan di luar nalar. Dan bahkan uang yang aku korban telah di ganti oleh Allah bahkan melebihnya. Itu lah indah kalau berbagi.
Kata orangku kepadaku, "Berbagilah Rasyid bukan kita mempunyai kebutuhan cukup tapi kita pernah dalam keadaan itu dan kita pernah merasakannya."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H