Mohon tunggu...
Bachtiar Mokoginta
Bachtiar Mokoginta Mohon Tunggu... -

Anak kemarin sore yang ingin tulisanya dibaca semua orang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Karena Kita Senasib Seperjuangan

22 April 2010   18:44 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:38 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Alhamdulillah wa syukru lillah bisa mengisi halaman kompasiana saya. Meskipun isi tulisannya masih jauh dari kata sempurna, tapi insya Allah ini adalah bagian dari proses pembelajaran. Tak bisa dipungkiri saat ini, sepak bola memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat dunia. Olahraga yang bisa dinikmati oleh semua kalangan ini bukan hanya menghadirkan tontonan yang menarik diatas lapangan rumputnamun jauh dari itu merupakan lahan bisnis khususnya bagi para konglomerat berduit. Disini penulis tak akan berpanjang lebar dalam membahas sepak bola. Penulis hanya ingin menghadirkan sebuah wacana pengaruh kekuatan sepakbola di kalangan aktivis muda penuntut ilmu.

Kira-kira seminggu yang lalu di Kekeluargaan saya ada acara silaturrahim dengan tamu dari Indonesia. Kebetulan saat itu saya mengajak beberapa sahabat saya untuk hadir dalam acara tersebut, namun dengan berbagai alasan mereka tidak bisa menyanggupi untuk hadir. Setelah diselidiki ternyata ada jadwal bola dan yang main adalah klub kesayangan mereka. Contoh lain ketika acara-acara formal seperti bimbingan belajar, seminar-seminar keilmuan, diskusi keislaman yang sangat sarat akan manfaat harus rela dikorbankan hanya untuk pertandingan 2×45 menit tersebut. Apakah ini yang dikatakan mahasiswa? Ketika kehadiran mereka dituntut untuk meramaikan bangku-bangku kuliah,eh,,,malah duduk santai berteriak lantang di kafe-kafe layaknya penonton di tribun sepakbola.

Dua contoh di atas adalah kondisi betapa lemahnya anak muda kita menghadapi kondisi kehidupan sekarang. Sekedar perbandingan dengan anak-anak muda zaman awal islam disana berdiri Zubair bin awam pada usianya yang masih 15 tahun sudah menyibukkan diri dengan aktivitas dakwah, Ali bin abi thalib usia 10 tahun sudah berani mengorbankan nyawanya demi kepentingan Islam, Zaid bin tsabit sempat tersedu-sedu menangis sebelum dihibur ibunya Nawar binti Malik. Pada saat itu Zaid kecil menghadap Rasulullah untuk ikut dalam perang Badar dimana pedang yang ia bawa lebih tinggi dari tubuhnya, kemudian rasulullah menyuruhnya pulang. Subhanallah mereka semua adalah pilar-pilar Islam tak ternilai harganya. Usia boleh dibawah tapi cita-cita setinggi bintang di langit. Para pejuang kecil yang sudah memikirkan rencana besar, cita-cita yang agung. Anak zaman sekarang ,,,,? Jangan tanyakan…! Usia 10 tahun paling baru lulus SD masih minta jajan sama orang tua, atau masih ada yang di nina bobokan. Usia 15 tahun masih sibuk ngurus stik playstation. Okelah nama kita tidak akan seharum mereka tapi kita masih bisa mengais hikmah dari episode kehidupan mereka. Sudah saatnya kita anak muda zaman ini bangun, bangkit dari tidur. Sesungguhnya Kita belum mati tapi hanya tertidur dan butuh orang yang membangunkan dan cukuplah pahlawan cilik generasi awal yang membangunkan kita.

Kembali ke tema awal, Saya melihat ada beberapa faktor yang menjadikan anak muda zaman ini tidak produktif dan cenderung terbawa oleh keindahan zaman modern:

1. Tidak ada tanggung jawab pribadi sebagai thallabul ilmi

Anak zaman ini harus lebih memahami eksistensi mereka, bahwa kehidupan ini tidak hanya sekarang, masih ada hari esok. Dan salah satu solusi itu adalah tanggung jawab untuk senantiasa selalu mengisi diri ini dengan ilmu, belajar tumbuhkan minat baca. Adalah kemaksiatan ketika seorang penuntut ilmu tidak belajar. Bagaimana mereka menjadi pilar-pilar perubahan di masa depan sementara diri mereka kosong. Seorang tidak akan mampu berkontribusi terhadap sesuatu kecuali dia memiliki keahlian pribadi. Dan semua itu diperoleh dengan belajar.

2. Salah Prioritas

Kalau saja para aktivis mahasiswa sadar akan tugas tugas mereka maka kejadian seperti contoh diatas insya Allah tak akan terjadi lagi. Salah memilih prioritas akan berakibat fatal dalam kehidupa kita. Prioritas penuntut ilmu adalah dengan belajar, menghadiri kuliah, seminar, dan khalaqah-khalaqah ilmu yang lain. Bukan berasyik masyuk dengan tontonan sepak bola. Karena prioritas kita disini adalah menimba ilmu sebanyak-banyaknya dan bukan menonton bola sebanyak banyaknya. Bukan begitu kawan seperjuangan,,,,?

3. Miskin akan suri tauladan dan lingkungan yang tidak bersahabat

Tatkala seseorang telah memiliki seseorang yang layak dijadikan panutan, maka dengan sendirinya dia akan mengikuti gaya dari panutannya tadi. Tapi anehnya anak muda sekarang lebih mengidolakan para pemain sepak bola semisal Critiano Ronaldo, Lionel Messi, David Beckham, Ronaldinho sehingga cara berpakaian dan gaya rambutnya di cocok-cocokan dengan idolanya. Ada lagi yang mengikuti tokoh-tokoh band terkenal, Ketika ditanya apa alasannya adalah anak funk. Kalau tidak mengikuti mereka katanya termasuk anak ketinggalan zaman. Naudzubillah meski pribadi mereka punya nilai kebaikan tapi disana ditempat lain ada yang lebih pantas. Rasulullah harus dijadikan contoh suri teladan bagi kita semua, para pejuang cilik awal islam mereka yang lebih pantas untuk ditauladani. Bagi para aktivis mahasiswa disana ada imam Syafi’i, Imam Malik, Imam Bukhari, Imam Muslim dan masih banyak lagi ulama-ulama besar lain. Merka adalah penuntut ilmu sejati tak sedikit waktu, tenaga, bahkan harta yang mereka korbankan, nah kita,,,? Mau baca satu halaman buku saja sudah ngantuk padahal kita tinggal membaca karya-karya dari proses panjang penulisan mereka.

Di samping itu, kondisi lingkungan juga berpengaruh terhadap kita. Ketika kita dikelilingi oleh pegiat ilmu maka insya allah seluruh kegiatan kita akan berorientasi pada pengembangan skil belajar kita, adanya minat baca dan keingin tahuan yang tinggi. Namun ketika kita berada di komunitas yang lebih mementingkan hura-hura, asal hidup senang maka tidak ada ujung dari cerita kita selain kerugian dan penyesalan.

Akhirnya, sebelum saya mengakhiri tulisan ini mari kawan sama-sama kita kembali ke niat awal kita di negri kinanah ini. BELAJAR,,,!!! berani katakan “YA” untuk belajar dan hal-hal yang bermanfaat dan katakan “TIDAK” untuk bermain dan hal-hal yang membuang-buang waktu. Di sana di Indonesia mereka menanti kita. Begitu besar harapan dan amanah yang dipikulkan di pundak kita, namun harus yakin bahwa kita bisa dan tidak ingin mengecewakan mereka semua. Pastikan air mata mereka tidak akan sia-sia!!!

Salam damai buat kawan seperjuangan yang sebentar lagi akan ujian Azhar. Insya Allah kita semua najah. Amien…. :-)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun