Najwa Uhti Hanifah
Mahasiswa Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Di era digital yang saat ini sudah semakin maju, tantangan yang dihadapi dalam komunikasi politik semakin kompleks. Dengan adanya kemunculan sosial media dan platform digital, sistem informasi yang disebarluaskan dan diterima oleh publik telah berubah secara signifikan. Meskipun kemajuan teknologi ini telah memberikan peluang untuk dapat menjangkau audiens secara luas dan melakukan interaksi secara langsung, ini juga membuka peluang bagi tersebarnya disinformasi dan berita palsu (fake news) yang berisiko dapat merusak kepercayaan publik terhadap institusi politik.
Pada konteks ini, menjaga kebenaran pesan menjadi hal yang penting bagi partai politik. Esai ini akan membahas bagaimana tantangan yang dihadapi oleh komunikasi politik dalam mempertahankan kebenarannya, serta bagaimana strategi yang dapat diterapkan untuk dapat menyampaikan pesan yang autentik kepada publik.
Era Digital dan Disinformasi
Transformasi Komunikasi
Era digitalisasi telah membawa perubahan besar pada cara kita berkomunikasi. Melalui adanya internet, informasi dapat dengan mudah disebarluaskan secara cepat. Media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, dan TikTok memungkinkan individu untuk dapat berbagi informasi secara cepat, tanpa batasan geografis. Namun, adanya kemudahan ini juga memberikan dampak negatif. Disinformasi atau penyebaran informasi yang salah atau menyesatkan dapat dengan mudah menyebar dengan cepat, yang sering kali bahkan lebih cepat daripada fakta yang sebenarnya. Menurut laporan pernyataan dari Pew Research Center, sekitar 64% orang dewasa di Amerika Serikat yang mengaku bahwa berita hoax telah membuat mereka merasa kebingungan mengenai berita/hal yang sebenarnya terjadi.
Penyebaran Berita Palsu
Berita hoax dapat muncul melalui berbagai bentuk, dari artikel yang bersifat fiktif hingga penyajian fakta yang bertujuan menyesatkan. Di sosial media, algoritma yang sering kali memprioritaskan konten viral, akan menjadi sarana terjadinya penyebaran berita hoax. Di beberapa kasus, berita palsu ini telah berhasil mengubah opini publik dan menciptakan perpecahan di antara pihak. Hal ini yang telah menciptakan tantangan baru bagi politisi yang berusaha untuk menyampaikan pesan mereka secara jujur dan transparan.
Tantangan dalam Menyampaikan Pesan yang Dapat Dipercaya
- Percepatan InformasiÂ
Tantangan utama dalam komunikasi politik yang umum terjadi adalah percepatan penyebaran informasi. Pada era digital, berita dapat dengan mudah menyebar dalam hitungan detik. Politisi sering kali terpaksa merespons secepat mungkin terhadap berita atau rumor yang beredar secara tiba-tiba, yang cenderung tanpa melakukan verifikasi terlebih dahulu. Hal ini yang menyebabkan mereka terperangkap dalam penyebaran informasi yang salah atau kurang akurat.
- Keterbatasan Waktu dan Sumber DayaÂ
Politisi sering kali bekerja dengan sumber daya yang terbatas. Mereka diwajibkan memprioritaskan waktu dan energi mereka untuk merespons isu-isu yang terkini menyebar dengan cepat namun dengan tetap menjaga konsistensi pesan mereka. Adanya keterbatasan ini mengakibatkan pengambilan keputusan yang terburu-buru, sehingga mengorbankan kebenaran yang sebenarnya.
- Perpecahan Opini PublikÂ
Sosial media telah memberikan ruang bagi perpecahan opini publik. Para pemgguna cenderung mengikuti akun atau grup yang searah dengan pandangan mereka sendiri, yang menciptakan macetnya informasi di mana mereka hanya terpapar pada satu sudut pandang tertentu. Hal ini yang membuat politisi akan sulit untuk menjangkau audiens secara lebih luas dengan pesan yang nyata.
- Manipulasi Algoritma
Platform sosial media umumnya menggunakan algoritma untuk menentukan konten apa yang akan ditampilkan kepada pengguna. Yang sering kali mengartikan bahwa konten yang paling sensasional atau kontroversial akan mendapatkan perhatian lebih besar daripada informasi faktual atau edukasi. Politisi memiliki kemungkinan yang besar akan merasa tertekan untuk menciptakan konten yang menarik perhatian yang dapat merusak kebenaran pesan mereka.
- Krisis KepercayaanÂ
Masyarakat yang saat ini tengah mengalami krisis kepercayaan kepada institusi politik dan media. Saat ini di mana berita palsu semakin merajalela, semakin banyak orang yang menjadi skeptis terhadap semua bentuk komunikasi politik. Hal ini yang membuat tantangan bagi para politisi untuk dapat menyampaikan pesan yang dapat dipercaya dikarenakan banyak orang akan meragukan niat baik mereka.
- Terbelahnya AudiensÂ
Dengan berbagai media komunikasi yang telah tersedia saat ini, audiens menjadi semakin terbelah ke berbagai kelompok/pihak, yang di mana berbagai kelompok masyarakat tersebut mengonsumsi informasi dari sumber berbeda dengan cara yang berbeda. Hal ini yang mempersulit politisi untuk dapat membuat pesan tunggal yang dapat diterima oleh semua kalangan.
- Pengaruh Eksternal (luar)
Selain tantangan secara internal dalam komunikasi politik, terdapat juga pengaruh eksternal dari beberapa faktor lain seperti kelompok kepentingan (interest groups), lobi politik, dan media massa yang memiliki rencana tertentu. Hal ini dapat mengakibatkan kurang jelasnya informasi asli dari politisi yang akan menciptakan kebingungan di kalangan audiens.
Strategi untuk Mempertahankan Keaslian
- Melakukan TransparansiÂ
Salah satu cara untuk menjaga keaslian informasi adalah dengan cara bersikap transparan mengenai proses pengambilan sumber informasi dan keputusan. Politisi diharuskan menjelaskan kepada publik bagaimana mereka mendapatkan informasi dan bagaimana mereka sampai pada pengambilan keputusan tertentu. Transparansi ini membantu menciptakan kepercayaan dan kredibilitas kepada publik.
- Mengedukasi Publik
Upaya meningkatkan literasi media di publik adalah langkah yang penting dalam meminimalisir penyebaran berita palsu (hoax). Politisi dapat membuat cara untuk mendidik audiens bagaimana cara mengetahui berita hoax dan memahami makna di balik informasi yang mereka  dapatkan. Dengan memberikan akses kepada publik untuk dapat mencoba berpikir kritis terhadap informasi, politisi akan dapat menciptakan lingkungan di mana kebenaran informasi lebih dihargai.
- Memanfaatkan Berbagai PlatformÂ
Untuk menjangkau pengguna secara luas, politisi perlu mencoba untuk menggunakan berbagai platform komunikasi digital yang lebih efektif. Tidak hanya sosial media tetapi juga blog, podcast, video streaming, serta aplikasi pesan seperti WhatsApp dan Telegram. Dengan menggunakan berbagai platform ini, politisi dapat menyampaikan pesan mereka secara mudah dipahami dan menarik.
- Konsistensi PesanÂ
Konsistensi merupakan kunci di dalam komunikasi politik. Politisi diharuskan untuk dapat memastikan bahwa pesan yang mereka sampaikan tetap konsisten di seluruh platform dan waktu. Ketika terjadi perubahan dalam posisi ataupun kebijakan, penting bagi politisi untuk dapat menjelaskan apa alasan dibalik terjadinya perubahan tersebut secara terbuka kepada publik.
- Keterlibatan dengan PublikÂ
Seperti mengadakan dialog secara terbuka dengan audiens melalui sesi bertanya atau forum diskusi yang akan sangat membantu untuk membangun hubungan yang lebih kuat antara politisi dan masyarakat. Dengan mendengar kekhawatiran dan pertanyaan publik, politisi akan dapat dengan mudah menyesuaikan pesan mereka agar lebih relevan dan asli.
- Memanfaatkan Data untuk Menciptakan NarasiÂ
Memanfaatkan data dan statistik sebagai dasar narasi politik membantu untuk meningkatkan kredibilitas informasi yang politisi sampaikan. Data dapat memberikan bukti konkret yang mendukung berbagai klaim tertentu sehingga membuat informasi lebih dapat di percaya oleh publik.
- Melakukan Kolaborasi dengan MediaÂ
Berkolaborasi dengan media yang di dapat dipercaya merupakan salah satu strategi yang penting dalam menjaga keaslian komunikasi politik. Melalui adanya kerja sama dengan jurnalis untuk menyebarkan informasi secara faktual, politisi dapat membantu meminimalisir disinformasi dan juga dapat memperkuat citra positif mereka di mata khalayak.
- Memperluas Jaringan DukunganÂ
Politisi juga perlu memperluas jaringan dukungan baik dari organisasi masyarakat sipil (civil society organizations) maupun dari akademisi agar dapat memperkuat posisi mereka dalam menghadapi terjadinya disinformasi. Kerja sama ini tidak hanya akan memberikan dukungan secara moral tetapi juga akses lebih kepada sumber daya dalam konteks penelitian dan analisis data.
- Mengembangkan Konten KreatifÂ
Agar dapat menarik perhatian audiens para generasi muda, politisi perlu mengembangkan konten kreatif seperti video pendek, infografis interaktif, atau meme bersifat edukatif yang dapat menyampaikan informasi penting secara menarik perhatian tanpa takut kehilangan inti tujuannya.
- Melakukan Monitoring dan Respons terhadap DisinformasiÂ
Di perlukan pembuatan tim khusus untuk dapat memantau penyebaran disinformasi terkait kampanye atau isu-isu penting yang sangat penting di era digital saat ini. Respons yang cepat terhadap berita palsu bisa meminimalisir kerusakan reputasi serta dapat mempertahankan kepercayaan publik.
Dampak "Fake News (hoax)" terhadap Kepercayaan Publik
Fenomena "fake news" telah mengubah berbagai pandangan komunikasi politik secara signifikan. Ketika apabila masyarakat semakin terpapar pada penyebaran berita hoax, kepercayaan publik terhadap institusi politik pun menurun.
Berkurangnya Kepercayaan
Ketika berita hoax tersebar luas tidak terkendali, masyarakat akan menjadi skeptis terhadap semua bentuk komunikasi politik baik itu disebarkan oleh pihak pemerintah maupun oposisi yang pada gilirannya hanya menciptakan ketidakpastian pada audiens mengenai siapa atau apa yang semestinya dipercaya.
Dampak Jangka Panjang
Terjadinya penurunan kepercayaan ini tidak hanya akan berdampak pada saat pemilihan umum tetapi juga pada partisipasi politik secara keseluruhan, masyarakat akan merasa apatis atau tidak peduli terhadap proses politik yang sedang terjadi apabila mereka merasa bahwa semua informasi yang diberikan oleh politisi tidak dapat dipercaya.
Membangun Kembali Kepercayaan
Untuk dapat membangun kembali kepercayaan masyarakat, politisi perlu menunjukkan komitmen terhadap kejujuran dalam komunikasi mereka, ini termasuk dalam menghindari terjadinya retorika negatif atau menyerang lawan politik secara pribadi serta hanya fokus kepada isu-isu penting yang relevan bagi audiens.
Studi Kasus: Praktik dalam Komunikasi Politik
Untuk dapat memahami bagaimana tantangan ini dihadapi secara nyata, mari lihat beberapa studi kasus yang serupa dari berbagai negara:
- Barack Obama (AS)Â
Kampanye yang dilakukan oleh Barack Obama di tahun 2008 yang dikenal sebagai salah satu contoh terbaik dalam penggunaan media sosial pada komunikasi politik modern, tim kampanye pada saat itu menggunakan platform seperti Facebook dan Twitter untuk menjangkau audiens muda secara langsung dengan pesan-pesan yang menarik tentang perubahan sosial dan ekonomi.
- Joko Widodo (Indonesia)Â
      Presiden Joko Widodo menggunakan media sosial secara efektif pada kampanye pemilihan presiden di tahun 2014 dan 2019 untuk melakukan komunikasi langsung dengan rakyatnya tanpa melalui perantara media tradisional, beliau sering membagikan video pendek yang menjelaskan mengenai kebijakan pemerintahnya serta menjawab pertanyaan dari audiens secara langsung.
- Jacinda Ardern (Selandia Baru)Â
      Mantan Perdana Menteri Selandia Baru yakni Jacinda Ardern yang dikenal dikarenakan pendekatan komunikasinya yang dilakukan secara empatik selama krisis Covid-19 serta pada terjadinya penembakan masjid Christchurch di tahun 2019. Melalui konferensi pers yang rutin dilakukan serta penggunaan media sosial yang efektif, Ardern berhasil membangun kepercayaan publik dengan dilakukannya transparansi dan keterbukaan.
- Angela Merkel (Jerman)Â
      Pada masa kepemimpinannya sebagai Kanselir Jerman, Angela Merkel dikenal dengan pendekatan komunikasinya yang berbasis fakta, ia sering kali menggunakan data ilmiah yang konkret untuk mendukung kebijakannya terutama terkait isu-isu masyarakat saat itu seperti krisis migran dan pandemi Covid-19.
- Narendra Modi (India)Â
      Perdana Menteri India yakni Narendra Modi memanfaatkan berbagai teknologi digital secara maksimal pada kampanye pemilihan umum, ia mengaplikasikan platform media sosial untuk menjangkau jutaan audiens sekaligus memperkuat citra baik dirinya sebagai pemimpin yang modern melalui konten visual menarik.
Kesimpulan
Di era digitalisasi saat ini, berbagai tantangan komunikasi politik dalam mempertahankan kebenaran informasi sangat kompleks namun sangat penting untuk diatasi, terjadinya disinformasi dan hoaks telah menciptakan lingkungan di mana kepercayaan publik terhadap komunikasi politik menjadi semakin menurun namun melalui berbagai strategi seperti dilakukannya transparansi, edukasi publik, digunakannya berbagai platform komunikasi digital secara efektif serta engagement aktif dengan khalayak, politisi tetap akan dapat menyampaikan pesan secara jelas meskipun berada di tengah tekanan untuk menarik perhatian di dunia digital.
Membangun kembali kepercayaan publik merupakan tugas yang memerlukan komitmen dari semua politisi untuk ikut beroperasi dengan prinsip kejujuran yang tinggi dalam setiap interaksinya dengan publik serta mengedukasi masyarakat mengenai betapa pentingnya literasi media di era digital ini. Sebab menjaga keaslian dalam komunikasi politik bukan hanya sebuah pilihan, yakni suatu kewajiban demi masa depan demokrasi kita yang lebih baik serta keberlangsungan hubungan antara audiens dan pemerintahan.
Tantangan-tantangan ini bukanlah penghalang tanpa solusi, namun sebaliknya mereka adalah pertanda bagi para pemimpin politik untuk dapat berinovasi dalam cara mereka melakukan komunikasi dan tetap teguh pada prinsip-prinsip dasar kejujuran dan transparansi, nilai-nilai fundamental pada setiap sistem demokratis yang sehat dan melalui usaha bersama inilah kita dapat mengharapkan terciptanya ekosistem komunikasi politik yang lebih baik serta produktif di era digitalisasi ini demi kepentingan bersama seluruh rakyat bangsa indonesia kita tercinta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H