Mohon tunggu...
Najwa Rihadatul Aisy
Najwa Rihadatul Aisy Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Haloo salam kenal aku nana xixi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

sistem pendidikan:Dilematika sistem pendidikan di Indonesia

17 Januari 2025   04:58 Diperbarui: 17 Januari 2025   06:13 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

DILEMATIKA SISTEM PENDIDIKAN DI INDONESIA
Najwa Rihadatul Aisy
Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Jember,Jalam Karimata ,No. 49, Jember, Jawa Timur.
Email: najwaais24@gmail.com

Abstrak
   Pendidikan nasional sedang menghadapi dua tantangan besar, yakni: tantangan internal dan eksternal. Secara internal, Indonesia dihadapkan pada temuan berbagai hasil studi yang menempatkan Indonesia pada rangking terbawah dalam kualitas pendidikan. Sedangkan tantangan eksternal berasal dari perubahan cepat dan signifikan dari lingkungan strategis di luar Indonesia, seperti tuntutan agar Indonesia siap bersaing ketat mencetak SDM-SDM bangsa yang unggul dan berkompeten; sehingga mampu berkompetisi secara global, baik nasional maupun internasional. Untuk menghadapi kedua tantangan tersebut, perlu adanya perubahan dan inovasi pendidikan secara massal agar kualitas pendidikan nasional dapat ditingkatkan. Namun kenyataannya, dilema dan berbagai bentuk kegagalan pendidikan dan sistem pendidikan di Indonesua justru semakin muncul ke permukaan wajah pendidikan Indonesia, antara lain: standar kelulusan UN yang tidak mampu mengakomodasi kemampuan siswa secara nasional, mahalnya biaya pendidikan, adanya kecurangan kecurangan akademis dengan adanya gerakan menjual kursi kepada calon mahasiswa dengan harga tinggi sehingga hanya dapat dipenuhi oleh masyarakat ekonomi mapan. Oleh karena itu, fokus masalah kajian ini tertuju pada bagaimana carut marut sistem pendidikan di Indonesia dan apa saja faktor-faktor penyebab dilematika tersebut. Untuk itu setiap uraian dan paparan kajian ini dianalisis secara kualitatif melalui hasil studi kepustakaan (library research). Dimana hasil kajian menunjukkan bahwa: berbagai ketimpangan dalam sistem pendidikan sekolah berdampak signifikan terhadap minimnya kualitas pendidikan di Indonesia. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: kurikulum yang kurang matang, kecurangan dalam ujian nasional (UN) dan korupsi anggaran pendidikan. Untuk dapat memperbaiki ketimpangan-ketimpangan tersebut, perlu dilakukan pembenahan pada aspek: desentralisasi kurikulum secara utuh di sekolah, pemberdayaan guru, penghapusan UN dan peningkatan jumlah anggaran pendidikan secara tepat dan berkesinambungan.
Kata Kunci: Dilematika, Sistem, Pendidikan

Dilematics Education System in Indonesia
Abstract
    National education is facing two major challenges, namely: internal and external challenges. Internally, Indonesia is faced with the findings of various studies that place Indonesia at the bottom of the quality of education. Whereas external challenges stem from the rapid and significant changes of the strategic environment outside Indonesia, such as the demand that Indonesia be ready to compete to produce superior and competent national human resources; so that they can compete globally, both nationally and internationally. To face these two challenges, there needs to be a change and innovation in mass education so that the quality of national education can be improved. But in reality, the dilemmas and various forms of failure of education and the education system in Indonesia have increasingly surfaced in the face of Indonesian education, including: UN graduation standards that are not able to accommodate the ability of students nationally, the high cost of education, the existence of academic cheats by the movement sell seats to prospective students at high prices so that they can only be met by established economic communities. Therefore, the focus of this study's problem is on how chaotic the education system in Indonesia is and what are the causes of the dilemma. For this reason, each description and presentation of this study is analysis qualitatively through the results of library research. Where the results of the study show that: various gaps in the school education system have a significant impact on the lack of quality education in Indonesia. This is influenced by several factors, including: an undercooked curriculum, cheating in the national examination (UN) and corruption in the education budget. To be able to correct these disparities, improvements need to be made in aspects: decentralization of the curriculum as a whole in schools, teacher empowerment, elimination of the UN and increasing the amount of the education budget appropriately and continuously.
 Keywords: Dilemma, System, Education

PENDAHULUAN
 Secara umum pendidikan nasional sedang menghadapi dua tantangan yang berat, yaitu: tantangan internal dan eksternal. Secara internal, Indonesia dihadapkan pada hasil-hasil studi internasional yang selalu menempatkannya pada posisi juru kunci pendidikan dan rangking atas untuk korupsi. Kondisi semacam ini diucapkan secara berulang ulang, sehingga membentuk konsep diri bahwa pendidikan Indonesia buruk, tidak bermutu dan terbelakang. Seumpama hasil PERC (the Political and Economic Risk Consultancy) tahun Corruption Country, 2004 tentang menempatkan Indonesia pada rangking pertama se-Asia, dengan indeks 9,25. Sedangkan dalam hal pembagunan manusia, meliputi: pendidikan, kependudukan dan kesehatan; UNDP dalam laporannya Human Development Report 2004 hanya menempatkan Indonesia di peringkat 111 dari 117 negara. Indonesia tertinggal dari negara tetangganya Malaysia (Muhaimin, 2006:71) Kunci kemajuan Malaysia, menurut Muhaimin (2006:72) tingginya anggaran terletak pendidikan pada dan tingginya perhatian pemerintah pada profesionalisme guru yang dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan yang memadai, di samping variabel-variabel lain seperti: kurikulum, sarana, fasilitas dan sebagainya. berbeda halnya dengan Indonesia, komponen profesionalisme guru masih terindikasi sakit keras; baik input, distribusi, mutu akademik, aktivitas ilmiah maupun kelayakan atau penguasaan di bidangnya. Sehubungan dengan hal ini, Muhaimin dalam bukunya "Nuasa Baru Pendidikan Islam" mengemukakan hasil studi Balitbang tahun 2001 yang menunjukkan mutu akademik guru SD dari 1.141.168 guru ternyata 2.63% (29.999) berpendidikan SMP, 56,10% (640.154) berpendidikan SMA/SMK, 2,54% (28.968) berpendidikan PGSLP/D1, (337.624) berpendidikan 29,59% PGSLA/D2, 2,68% (30.593) berpendidikan Sarjana Muda/D3, 6,43% (73.438) berpendidikan S1 dan 0,03% (392) berpendidikan S2. Di sisi lain, Indonesia dihadapkan dengan tantangan eksternal, yaitu perubahan yang cepat dari lingkungan strategis di luar Indonesia. Pasar bebas ASEAN (AFTA) berlaku sejak 2003 dan kini bekerjasama dengan ekonomi Asia Pasifik (APEC) menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara yang tidak bisa mengelak dari tekanan tersebut. Hal ini berdampak pada kompetensi tenaga kerja yang demikian ketat, terutama saat berhadapan dengan tenaga-tenaga kerja asing yang turut berebut memasuki pasaran kerja di Indonesia. Menghadapi kedua tantangan tersebut, maka perubahan dan inovasi pendidikan merupakan "kata kunci" yang perlu dijadikan titik tolak dalam memperbaiki dan membenahi kualitas pendidikan nasional. Pemerintah mengakui telah berupaya melakukan optimalisasi perubahan dan inovasi-inovasi pendidikan tersebut. Namun kenyataannya, dilema dan berbagai bentuk kegagalan justru semakin muncul ke permukaan wajah pendidikan Indonesia, antara lain: 1. Ujian Akhir Nasional (UAN) yang menggunakan standar kelulusan secara nasional dan hanya menguji mata pelajaran yang telah ditetapkan dengan mengabaikan beberapa faktor yang tidak mungkin dijangkau oleh seluruh siswa dan tidak mengakomodasi kemampuan siswa yang lain. 2. Mahalnya biaya pendidikan, sehingga hanya bisa diakses oleh warga negara yang mapan secara ekonomi. 3. Privatisasi PTN atau swastanisasi PTN memaksa petinggi di PTN untuk memikirkan cara memperoleh dana kelangsungan tridharma perguruan tinggi. Salah satu caranya dengan menjual kursi kepada calon mahasiswa dengan harga tinggi sehingga hanya dapat diakses oleh rakyat ekonomi mapan. Menurut Kordi K (2013:vi-viii), selain dari tiga permasalahan di atas, dilematika pendidikan di Indonesia juga ditambah dengan kualitas guru dan dosen yang rendah, bangunan sekolah yang kurang layak, sekolah di desa terpencil yang kekurangan guru dan perlengkapan belajar, sekolah menjadi komoditas bisnis, kekerasan di sekolah dan seterusnya adalah berbagai hal yang melingkupi pendidikan di negeri ini. Selain pemerintah, sekolah juga bertanggungjawab dan memiliki peran penting dalam memperbaiki carut marut pendidikan saat ini, namun hal sebaliknya justru terjadi. Manusia sekolah yang seharusnya cinta damai, toleran, inklusif dan mengedepankan dialog dari pada otot. Kenyataannya caci maki, kekerasan dan adu otot dari jalanan hingga parlemen dilakukan oleh manusia-manusia sekolah. Hal ini tidak terlepas dari adanya sekolah yang dioperasionalkan dengan kekerasan, sehingga tidak heran akan mencetak generasi-generasi bermental keras pula. Hal tersebut menunjukkan pergeseran peran sekolah dan terindikasi adanya ketimpangan sistem pendidikan dari yang semestinya. Pada hakikatnya, sebuah sekolah diharapkan mampu menjalankan perannya sebagai salah satu tempat penanaman akhlak (budi pekerti) yang utama di dalam jiwa anak, menyiramnya dengan air petunjuk dan nasihat, sehingga tertanam kuat dalam jiwa dan membuahkan keutamaan, kebaikan dan suka beramal untuk kemanfaatan tanah air.
Keberhasilan suatu proses pendidikan di sekolah dapat dilihat dari kebermaknaan Pendidikan itu sendiri bagi kehidupan siswa. Tak kala suatu proses pendidikan dijalankan ala kadarnya tanpa arah dan tujuan yang jelas serta tidak menerapkan dasar-dasar pendidikan yang benar dan sesuai, maka hal ini akan berdampak pada ketidakmampuan, stres, bahkan keterpurukan siswa dalam menjalani berbagai permasalahan hidupnya di masa mendatang. sehingga tidak jarang, ada siswa yang memilih narkoba, tawuran, bullying, seks bebas dan perilaku ekstrim lainnya sebagai identitas diri dan kepribadiannya. Apabila sekolah menyatakan telah berupaya membentuk manusia-manusia pendidikan yang santun/berakhlakul karimah, inovatif, kreatif, mandiri, berkompeten dan sebagainya; akan tetapi mengapa hal sebaliknya justru terjadi hampir di seluruh pelosok negeri ini. Jika kondisi ini senantiasa berlaku, maka motivasi memperbaiki wajah kusam pendidikan negeri ini tidak akan pernah memperoleh hasil optimal sesuai harapan dan cita-cita bangsa dan negara.

METODE
 Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif melalui studi kepustakaan (library research) dengan cara mencatat seluruh temuan terkait dilematika dan carut marut pendidikan dan sistem pendidikan di Indonesia secara umum pada setiap pembahasan penelitian yang diperoleh dari berbagai literatur, sumber, dan temuan-temuan terbaru. Selain itu, setiap catatan yang diperoleh dianalisis dan dipadukan dengan berbagai temuan baru yang relevan dengan fokus kajian ini.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tujuan Pendidikan di Sekolah
 John Dewey mengemukakan bahwa "pendidikan adalah rekonstruksi atau reorganisasi pengalaman sedemikian sehingga mampu menambah makna pengalaman tersebut, serta dapat meningkatkan kemampuan untuk menentukan arah pada pengalaman yang berikutnya". Rekonstruksionisme menghendaki tujuan pendidikan untuk meningkatkan kesadaran peserta didik mengenai problematika sosial, politik dan ekonomi yang dihadapi manusia secara global, dan untuk membina serta membekali peserta didik dengan kemampuan-kemampuan dasar agar mampu menyelelesaikan persoalan persoalan tersebut (Assegaf, 2011). Amstrong  mengemukakan bahwa tujuan utama sekolah adalah untuk mendidik siswa menjadi manusia seutuhnya. Hal ini merujuk pada tujuan pendidikan nasional menurut UU RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Pasal 3) yang menyatakan bahwa "Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab"(Rifai, 2011:48). Upaya-upaya pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan ideal tersebut, hendaknya diselaraskan dengan kurikulum yang berdayaguna, fasilitas pendidikan yang memadai, metode pendidikan yang bervariasi, kebijakan-kebijakan pendidikan yang efektif, manajemen pendidikan yang modern, materi/pengetahuan yang terintegrasi dengan landasan Islam (al Quran dan al-Hadits), menerima masukan dan model-model pendidikan modern selama tidak bertentangan dengan nilai nilai pendidikan Islam hakiki.Lebih rinci, Ibrahim (2013: 29-30) menawarkan beberapa upaya pembenahan kualitas pendidikan sebagai berikut: 1.Orientasi pendidikan ditekankan pada aspek afektif dan psikomotorik. Dengan kata lain, pendidikan lebih menitik beratkan pada pembentukan karakter dan pembekalan keterampilan atau skill dan tidak sekedar mengandalkan aspek kognitif (pengetahuan). 2. Proses belajar mengembangkan pola student orientasi sehingga terbentuk karakter kemandirian, tanggung jawab, kreatif dan inovatif pada diri peserta didik. 3. Pendidik memahami perbedaan mendidik dan mengajar, sehingga proses pembelajaran bertujuan untuk membentuk kepribadian dan mendewasakan peserta didik, tidak sekedar transfer of knowledge melainkan transfer of value and skill serta pembentukan karakter. 4. Upaya pembinaan atau pelatihan untuk peningkatan motivasi belajar peserta didik agar memiliki minat belajar yang tinggi. 5. Pendidikan berorientasi pada proses. Dimana proses lebih penting daripada hasil. Menurut Mudyahardjo (2001: 156), upaya-upaya pembenahan dan inovasi pendidikan dapat diwujudkan dalam sebuah sekolah yang memiliki beberapa karakteristik berikut: 1. Lembaga pendidikan berfungsi sebagai lembaga utama melakukan perubahan sosial, ekonomi dan politik dalam masyarakat. 2. Lembaga pendidikan mengembangkan insyinyur sosial, warga -warga negara yang mempunyai tujuan mengubah secara radikal wajah Masyarakat masa kini. 3. Lembaga Pendidikan bertujuan membangkitkan kesadaran peserta didik tentang masalah sosial, ekonomi dan politik yang di hadapi manusia dalam skala global dengan mengajarkan mereka ketrampilan-ketrampilan yang di perlukan  untuk mengatasi masalah tersebut. Demikian uraian hakikat dan tujuan Pendidikan yang di aplikasikan dalam sistem Pendidikan di sekolah Namun kerapkali harapan yang tertuang dalam tujuan pendidikan, tidak terealisasi secara optimal karena ditemui berbagai ketimpangan di dalam proses pelaksanaannya
B. Politik Pendidikan
Manusia baik secara individu dan kelompok masyarakat merupakan aspek terpenting dalam pendidikan dan menjadi dasar pertimbangan dalam upaya perbaikan dan pembenahan proses pendidikan. Manusia adalah hasil dari proses pendidikan. Pendidikan bagi kepentingan hidup manusia sangat dipengaruhi oleh konsepsi para guru yang berkenaan dengan konsep sifat dasar manusia. Sifat dasar ini salah satunya berkenaan dengan fitrah manusia. Hakikat fitrah disebutkan di dalam QS. Al-Rum:30. Menjelaskan bahwa fitrah dengan din memiliki hubungan dan tidak bertentangan bahkan keduanya dipandang saling melengkapi dan menguatkan. Secara mendalam, para guru mengakui bahwa teori dan praktek pendidikan dipengaruhi oleh bagaimana sang guru memandang aspek sifat dasar manusia. Konsep fitrah juga menuntut pendidikan Islam agar mengarahkan prosesnya dalam pembentukan jalinan/ikatan kuat seorang manusia dengan penciptanya (Allah swt). Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa manusia dan fitrahnya (agama) merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan masyarakat yang menjadi bahagian penting dari sebuah negara. Dasar pembentukan sebuah negara hendaknya juga berlandaskan pertimbangan agama, bukan semata-mata dilatar belakangi unsur politik yang bertentangan dengan Islam dan melupakan pertimbangan kemuslihatan manusia dalam perebutan dan pertahanan kekuasaan di dalam sebuah negara.
C. Bentuk-bentuk Ketimpangan Sistem Pendidikan di Sekolah
   Arah pendidikan dewasa ini seperti komoditas atau barang dagangan saja. Institusi pendidikan (sekolah) berpijak pada selera pasar tidak ubahnya seperti pabrik pencetak mesin-mesin manusia siap kerja namun miskin inovasi. Pendidikan difokuskan pada perolehan hasil tanpa memperhatikan proses, menjadikan peserta didik sebagai insan-insan yang berorientasi pada nilai dan uang. Pada akhirnya, tidak mengherankan, apabila pergeseran arah tujuan tersebut menimbulkan berbagai ketimpangan dalam dunia pendidikan. Beberapa ketimpangan sistem pendidikan yang kerap ditemui di sekolah-sekolah dapat diuraikan sebagai berikut:
Kurikulum Yang Menakutkan Sekolah
    Menurut Faure (2001: 258-260), kurikulum pendidikan saat ini kerap dirasakan sebagai hantu yang menakutkan bagi masyarakat. Masyarakat dirisaukan oleh kecenderungan pemerintah dalam upaya menyeragamkan berbagai aspek pendidikan sekolah mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi; yang dirasakan memasung kebebasan dan kreatifitas. Kurikulum sentral atau kurikulum nasional akan mengakibatkan infleksibilitas dan ketertinggalan. Beberapa pengamat menilai bahwa pemerintah Indonesia kurang  memperhatikan kepentingan masyarakat dalam menentukan suatu kebijakan. Demikian pula halnya kebijakan terkait kurikulum pendidikan yang hampir setiap pergantian periode pemerintahan turut mengalami perubahan/pergantian. Dimaksudkan untuk menyempurnakan kurikulum-kurikulum sebelumnya, kendati implementasinya belum menyeluruh ke seluruh pelosok wilayah nusantara dan belum mampu mendongkrak keterpurukan kualitas pendidikan Indonesia.

Rendahnya Profesionalisme Guru
    Guru adalah kunci keberhasilan pendidikan. Namun seribu satu macam masalah menjadi bagian hidup dari guru. Dua hal yang paling krusial adalah kualitas guru yang sangat rendah dan gaji/upah yang rendah. Kedua faktor ini terkait dengan upaya pendidikan, peningkatan langsung mutu maupun tidak langsung. Secara intelektual, banyak guru yang tidak layak mengajar. Sebuah penelitian dan survei yang dikutip dari Harian Media Indonesia edisi 05 Januari 2001; membuktikan hal tersebut. Hasil uji coba 27 guru SMA di Jakarta dalam bidang IPA dan matematika misalnya, lebih dari 50% di antaranya memperoleh skor nol dan 30% skor 3 dari kemungkinan tertinggi 100. Nilai 3 ini juga adalah nilai tertinggi pada guru tersebut. Ini adalah kenyataan kecil Celakanya, intelektualitas dalam kondisi guru. serba kekurangan, guru dipaksa mengejar target kurikulum (Kordi K, 2013). Pada saat ini citra dan status profesi guru mengalami kemerosotan. Hal ini dikarenakan terjadinya "percetakan" guru secara masal dan kurang terkoordinasinya pengadaan, pemanfaatan dan pembinaan tenaga keguruan.
Kecurangan dan Polemik Ujian Nasional (UN)
    Kecurangan bukanlah karakteristik pendidikan yang baik. Selain bertentangan dengan pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara, terlebih utama kecurangan tersebut tidak sesuai dengan tujuan pendidikan Islam untuk membentuk kepribadian muslim yang shaleh sebagaimana termuat di dalam QS. Ali Imran ayat 137-138. Ketimpangan sistem pendidikan akan melahirkan berbagai dampak perilaku negatif pada diri siswa, seperti, korupsi, penipuan, pedagang yang curang, pengusaha yang tidak jujur dan sebagainya. Hal ini turut membuktikan kegagalan politik pendidikan untuk tujuan penanaman ideologi agama atau kepentingan agama Islam sebagai agama mayoritas bangsa Indonesia. Namun demikian, realita temuan di salah satu sekolah di Aceh, tak kala ada seorang guru yang menentang kebijakan sekolah untuk melakukan kecurangan kepala sekolah justru memutasi guru bersangkutan ke sekolah terpencil tanpa mempertimbangkan alasan-alasan guru menentang kebijakan tersebut.
Korupsi Anggaran Pendidikan
      Rendahnya anggaran dana pendidikan merupakan salah satu faktor penyebab pendidikan.   Penyelewengan dana pendidikan utamanya dilakukan aparat dinas pendidikan di daerah dan sekolah. Peluang penyelewengan dana pendidikan itu terutama dalam alokasi dana rehabilitasi dan pengadaan sarana prasarana sekolah serta dana operasional sekolah. Menurut Febri, selama kurun waktu 2004-2009, sedikitnya terungkap 142 kasus korupsi di sektor pendidikan. Kerugian negara mencapai Rp 243,3 miliar. Kebocoran dana pendidikan yang paling besar terjadi dalam pengadaan gedung dan sarana prasarana sekolah. Hal itu disebabkan karena besarnya dana yang digunakan untuk pengadaannya, banyaknya aktor yang terlibat dalam pengelolaannya, serta banyaknya celah korupsi dalam pengelolaan dana tersebut. Kebocoran anggaran ataupun dalam bentuk paling parah seperti korupsi pendidikan, menyebabkan berkurangnya anggaran dan dana pendidikan, merusak mental birokrasi pendidikan, meningkatkan beban biaya   Berbagai ketimpangan sistem pendidikan di sekolah ini telah berlaku sejak lama. Peran pemerintah untuk menyelesaikan berbagai masalah ini sangat diharapkan oleh seluruh pihak, terutama masyarakat yang memberikan amanah dan
Tanggung jawab tersebut kepadanya. Namun sampai saat ini, belum terlihat adanya upaya-upaya yang signifikan dari pemerintah sehingga terkesan melakukan pembiaran dan bersikap acuh tanpa adanya Solusi penanganan ke arah yang lebih baik.
KESIMPULAN
      Ketimpangan-ketimpangan dalam sistem pendidikan di sekolah akan berdampak pada minimnya kualitas pendidikan di Indonesia. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti kurikulum yang kurang matang, kecurangan dalam ujian nasional (UN) dan korupsi anggaran pendidikan. Untuk dapat memperbaiki Mutu Pendidikan Manusia. Ketimpangan-ketimpangan tersebut, perlu dilakukan pembenahan pada aspekdesentralisasi kurikulum secara utuh di sekolah, pemberdayaan guru, penghapusan UN dan peningkatan jumlah anggaran pendidikan secara tepat dan berkesinambungan.

DAFTAR PUSTAKA
Abong, Rustam (2015). Konstelasi Kurikulum Pendidikan di Indonesia, Jurnal At-Turats, Vol. 9 Nomor 2 Desember 2015
Assegaf, Abd. Rachman (2011). Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Amstrong, Thomas (2011). The Best Schools; Mendidik Siswa Menjadi Insan Cendekia Bandung: Kaifa.
Chatib, Munif (2011). Gurunya Manusia, Bandung: Kaifa.
Darmaningtyas (1999). Pendidikan pada dan Setelah Pendidikan Krisis di Masa (Evaluasi  Krisis), Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Faure, Edgar Kegelisahan (2001). Pendidikan: Sepanjang zaman  Yogyakarta: Kanisius.
Ibrahim, Farid Wajdi (2013). Dinamika Pendidikan Aceh, Banda Aceh: Ar Raniry Press.
Idris, Jamaluddin (2005). Analisis Kritis Mutu Pendidikan, (Banda Aceh: Taufiiyah Sa'adah.
Kordi K, M. Ghufran H (2013). Manusia Sekolah dan Sekolah Manusia, Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Mudyahardjo, Redja (2001). Pengantar Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo.
Muhaimin (2006). Nuansa Pendidikan Islam; Mengurai Benang Kusut Dunia Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Nata, Abuddin (1997). Filsafat Pendidikan Islam 1, Ciputat: Logos Wacana Ilmu.
Ramayulis (2010). Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia.
Rifai, Muhammad (2011). Politik Pendidikan Nasional, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Sirozi, M (2010). Politik Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun