Paylater? Apa sih itu?
Fenomena “Buy Now, Pay Later” (BNPL) atau yang lebih dikenal dengan istilah PayLater semakin populer di Indonesia. Berdasarkan data terbaru dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), utang PayLater masyarakat Indonesia mencapai Rp 26,37 triliun per Agustus 2024. Angka ini menunjukkan peningkatan signifikan dalam penggunaan layanan ini, baik dari sektor perbankan maupun multifinance. Keberadaan layanan paylater terbukti membantu banyak orang, termasuk masyarakat itu sendiri. Namun, terdapat beberapa masalah terkait penggunaannya di kalangan mahasiswa. Ada tiga faktor utama yang mempengaruhi penggunaan layanan pay later, yaitu manfaat transaksi, iklan transformasional, dan diskon. Manfaat transaksi dan diskon secara signifikan memengaruhi gaya hidup masyarakat
Pertumbuhan Utang PayLater
Menurut OJK, pertumbuhan utang PayLater di sektor multifinance meningkat sebesar 89,20% secara tahunan (year on year/yoy) menjadi Rp 7,99 triliun dengan Non-Performing Financing (NPF) gross sebesar 2,52%1. Sementara itu, di sektor perbankan, baki debet kredit BNPL tumbuh 40,68% yoy menjadi Rp 18,38 triliun dengan total jumlah rekening mencapai 18,95 juta.
Faktor Pendorong
Beberapa faktor yang mendorong peningkatan penggunaan PayLater antara lain:
- Kemudahan Akses: Layanan PayLater menawarkan kemudahan dalam bertransaksi tanpa perlu memiliki kartu kredit.Selain di era digitalisasi yang sangat dekat dengan. Akses untuk mengakses layanan Paylater sangatlah mudah dan cepat. Hanya menyerahkan foto selfie dan KTP, Masyarakat sudah bisa memakai layanan Paylater.
- Gaya Hidup Digital: Generasi muda yang akrab dengan teknologi cenderung memilih payLater untuk memenuhi kebutuhan konsumsi mereka.
- Promosi dan Diskon: Banyak platform e-commerce yang menawarkan promosi menarik bagi pengguna PayLater, sehingga semakin banyak orang tertarik untuk menggunakan layanan ini.
Risiko dan Tantangan
Meskipun menawarkan berbagai kemudahan, penggunaan PayLater juga memiliki risiko. Tingginya angka utang dapat berdampak negatif pada kesehatan finansial masyarakat. Risiko kredit untuk BNPL di sektor perbankan tercatat turun ke level 2,21% dari 2,24% pada Juli 20241. Namun, hal ini tetap menjadi perhatian bagi OJK yang terus mengkaji aturan terkait layanan PayLater, termasuk perlindungan data pribadi dan manajemen risiko.
Kisah Nyata
Mai (26), seorang karyawan BUMN, mengungkapkan bahwa awalnya ia merasa terbantu dengan layanan PayLater untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Namun, seiring berjalannya waktu, ia merasa terjebak dalam lingkaran utang yang sulit diatasi. “Sekarang setengah gaji saya habis untuk bayar cicilan,” ungkapnya.
Di sisi lain, Alaya (25), seorang wirausaha muda, berhasil memanfaatkan payLater untuk mengembangkan bisnisnya. “Kuncinya adalah disiplin dan perencanaan matang. Saya gunakan PayLater untuk modal usaha, bukan untuk foya-foya,” jelasnya
Kesimpulan
Fenomena PayLater di Indonesia menunjukkan tren yang terus meningkat dengan berbagai keuntungan dan risiko yang menyertainya. Penting bagi masyarakat untuk bijak dalam menggunakan layanan ini agar tidak terjebak dalam jeratan utang yang sulit diatasi. Edukasi mengenai manajemen keuangan dan risiko penggunaan PayLater perlu terus digalakkan untuk menjaga kesehatan finansial masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H