Program Studi Ilmu Pengetahuan Ssoaial, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani Indrawati, telah mengkonfirmasi bahwa tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan naik dari 11% menjadi 12% pada tahun 2025. Tujuannya adalah untuk meningkatkan penerimaan pajak dalam mendukung APBN serta memenuhi kebutuhan belanja pemerintah, termasuk untuk infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan.
      Kenaikan PPN ini bertujuan untuk memperkuat fiskal pemerintah dengan menambah penerimaan pajak, mengurangi defisit anggaran dan utang. Dampaknya, daya beli masyarakat, terutama kelompok ekonomi menengah dan bawah, akan berkurang karena barang dan jasa menjadi lebih mahal. Kenaikan PPN ini tidak hanya mencakup konsumsi barang, tetapi juga berbagai layanan yang mempengaruhi hampir setiap aspek kehidupan masyarakat.
Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi salah satu pemicu terjadinya inflasi (kenaikan barang). Menurut (Masyitah, 2019; Setiawan et al., 2020) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pajak pertumbuhan nilai, yaitu nilai ekspor, sedangkan untuk inflasi dan tingkat bunga itu tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan PPN. Namun hal tersebut tidak sejalan dengan (Yuliana, 2017), menyatakan bahwa inflasi berpengaruh secara signifikan terhadap Pajak Pertambahan Nilai. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan (Yuliyanti & Estiningrum, 2021), menyatakan bahwa inflasi secara parsial berpengaruh secara signifikan terhadap Pajak Pertambahan Nilai.
      Dampak kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) secara makro ekonomi yang akan dilihat dari konsumsi, pertumbuhan ekonomi, dan inflasi. Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai tahun 2022 secara bersamaan diiringi dengan perubahan dan penambahan pajak progresif pada pajak penghasilan (Liyana, 2021).
      Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang semulanya 10% menjadi 11% dan akan terus naik sebesar 12% di tahun 2025. Dikarenakan hal ini terdapat dalam Pasal 4A dan 16B yang dimuat dalam Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, banyak barang dan jasa yang tidak dikenai berlakunya PPN 11%, meliputi bahan pokok yaitu makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, surat berharga, dan lain-lain. Sedangkan kenaikan harga komoditas, antara lain minyak goreng dan Bahan Bakar Minyak (BBM) menjadi salah satu pemicu terbesar terjadinya inflasi di Indonesia (Rita & Astuti, 2023).
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian Kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. (Moleong, Lexy J. 2007.) Pada pendekatan ini, peneliti membuat suatu gambaran kompleks, meneliti kata-kata, laporan terinci dari pandangan responden. Creswell, John W, 1998,) Dalam sebuah proses penelitian kualitatif hal-hal yang bersifat perspektif subjek lebih ditonjolkan dan landasan teori dimanfaatkan oleh peneliti sebagai pemandu, agar proses penelitian sesuai dengan fakta yang ditemui di lapangan ketika melakukan penelitian. (Muhammad Syafii,2022,)
Subjek pada penelitian ini adalah observasi, wawancara dan dokumentasi kepada Masyarakat. Dengan menggunakan metode ini, tujuan penelitiannya yaitu mendeskripsikan dan menyajikan dampak positif dan negatif kenaikan tarif PPN. Penelitian dilaksanakan di Sekitar PPG UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada bulan Desember 2024. Penelitian dilakukan di kepada masyarakat sekitar PPG UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. karena disekitar PPG UIN Syarif Hidayatullah Jakarta banyak masyarakat yang berprofesi sebagai pedagang Offline maupun Online. tapi ada beberapa faktor penghambat beberapa diantaranya yaitu fasilitas yang kurang memadai dan kurangnya pengetahuan terhadap update informasi tentang PPN Ini.
Dari hasil penelitian yang telah kami lakukan, kenaikan tarif PPN dan dampaknya bagi masyarakat menurut narasumber kami sebagai orang yang bekerja dibidang administrasi dengan gaji harian dan juga sebagai Pedagang, Ia menyatakan bahwa kenaikan pajak ini sangat berdampak bagi harga jual maupun harga beli yang semakin mahal harganya, hal ini tentu dapat mempersulit masyarakat terutama dari kalangan menengah kebawah. Ia juga mengatakan, pengeluarannya Sehari-Hari bertambah terutama pada pembelian barang yang dikenai PPN.
      Dengan Proporsi tersebut ia juga mengatakan bahwa biaya ongkos yang bertambah dan biaya operasional mengalami peningkatan. Jika dilihat dari sudut pandangnya sebagai Pedagang Online ia juga merasakan bahwa kenaikan PPN berpengaruh daya beli masyarakat menurun karena harga meningkat, banyak orang menahan konsumsi dan menambah tabungan untuk keperluan yang lebih pokok, dari semua dampak tersebut tentu saja program Pemerintah terkait kenaikan PPN ini sangatlah berpengaruh baginya.
Narasumber kami berpendapat bahwa pemahaman masyarakat mengenai PPN ini masih kurang dan merasa bahwa Pemerintah kurang mensosialisasikannya, sehingga berita bergulir dengan liar. "Belum dipahami secara luas, banyak yang belum paham tentang kebijakan dan apa yang dikenakan ppn 12%". Ujarnya, Jumat (13/12).
Banyak alasan yang narasumber kami sampaikan mengapa kenaikan PPN ini sulit diterima Masyarakat, mulai dari tidak tepatnya sasaran subsidi pemerintah, masyarakat menengah kebawah yang paling terbebani, dan banyak lagi. Ia juga berharap agar pemerintah mengkaji ulang bagian mana yang mengharuskan PPN naik, hingga tidak membebani masyarakat.
Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% pada tahun 2025, seperti yang dikonfirmasi oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani Indrawati, bertujuan untuk meningkatkan penerimaan pajak demi mendukung Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta memenuhi kebutuhan belanja pemerintah dalam sektor infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. Namun, langkah ini diperkirakan akan berdampak signifikan terhadap daya beli masyarakat, terutama bagi kelompok ekonomi menengah dan bawah, mengingat barang dan jasa akan menjadi lebih mahal. Penelitian menunjukkan bahwa meskipun ada perdebatan mengenai pengaruh inflasi terhadap penerimaan PPN, kenaikan tarif PPN berpotensi menjadi pemicu inflasi yang lebih luas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa narasumber yang bekerja di bidang administrasi dan berprofesi sebagai pedagang merasa bahwa kenaikan PPN telah meningkatkan harga jual dan beli, sehingga mempersulit kehidupan masyarakat, terutama mereka yang berpenghasilan rendah. Selain itu, ada kekhawatiran bahwa pemahaman masyarakat mengenai kebijakan PPN masih rendah, mengakibatkan kesalahpahaman dan informasi yang tidak akurat. Dengan banyaknya alasan mengapa kenaikan PPN sulit diterima, termasuk subsidi pemerintah yang tidak tepat sasaran, narasumber berharap pemerintah dapat mengkaji kembali kebijakan ini agar tidak membebani masyarakat lebih jauh. Secara keseluruhan, kenaikan tarif PPN mencerminkan tantangan yang kompleks dalam menjaga keseimbangan antara kebutuhan fiskal pemerintah dan kesejahteraan masyarakat.
Refrensi
Creswell, John W, 1998, Qualitative Inquiry and Research Design, Choosing Among Five Traditions, Sage Publication, California.
Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Muhammad Syafii,2022, Metode Penelitian Kuantitatif.
Nurul Kharisma, Imahda Khori Furqon, "Analisis Dampak Kenaikan Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Terhadap Masyarakat Dan Inflasi Di Indonesia" Jurnal Sahmiyya Vol 2 Nomor 2 Tahun 2023.
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. "Kenaikan Tarif PPN dan Tantangan Kesejahteraan." Diakses 16 Desember 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H