Akhir-akhir ini reputasi dunia pendidikan Indonesia sedang buruk, karena maraknya kasus pelecehan dan kekerasan seksual yang terjadi di dunia pendidikan. Lembaga pendidikan seperti sekolah, kampus, dan pondok pesantren yang seharusnya menjadi tempat untuk belajar dan mengembangkan diri sekarang berubah menjadi tempat yang menakutkan dan penuh ancaman dari para predator seksual yang masih berkeliaran secara bebas. Dalam tahun 2023 ini menurut data dari SIMFONI-PPA telah terjadi 10.061 kasus pelecehan dan kekerasan seksual di Indonesia, angka yang sangat banyak bukan? Hal yang mengejutkan adalah perguruan tinggi tercatat sebagai penyumbang kasus terbanyak pada kasus pelecehan dan kekerasan seksual. Terdapat 12 kasus kekerasan seksual di sekolah sepanjang Januari-Juli 2022 menurut Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Kasus pelecehan dan kekerasan seksual dalam naungan Kemdikbud Ristek terdapat sebanyak 25 % dan dalam naungan Kemenag sebanyak 75%. Pernah viral di media sosial mengenai berita pelecehan seksual pada mahasiswi Universitas Sriwijaya, Universitas Negeri Padang, dan Universitas Riau yang pelakunya adalah dosen dari Universitas tersebut.
Mengapa hal tersebut bisa terjadi? Mari Kenali Penyebab Maraknya Kasus Pelecehan dan Kekerasan Seksual Dalam Dunia Pendidikan
- Adanya Suatu Kekuasaan, Konstruksi Sosial dan Target Kekuasaan
Dalam poin ini, adanya ketidakseimbangan posisi kekuasaan antara pelaku dan korban merupakan suatu penyebab banyak terjadinya kekerasan seksual di lingkungan sekolah. Mengapa seperti itu? Contohnya bisa diambil di banyak kasus sudah sering terjadi pelecehan di lingkungan pendidikan, tenaga pendidik yang melakukan kekerasan seksual kepada muridnya terjadi karena merasa memiliki kekuatan yang lebih dibandingkan muridnya. Tak hanya itu, adanya konstruksi sosial dalam masyarakat Indonesia yang kebanyakan 'patriarki-pun' yaitu yang menaruh stigma bahwa posisi seorang laki-laki sebagai yang lebih berkuasa dibandingkan seorang perempuan yang lebih lemah pun salah satu penyebab timbulnya pelecehan seksual (Fushshilat dan Apsari, 2020). Selain itu, dengan adanya budaya victim-blaming atau dikenal dengan budaya menyalahkan korban menjadi suatu  penyebab terjadinya pelecehan seksual. Beberapa korban pelecehan seksual ada yang merasakan takut jika hendak melaporkan kasusnya kepada pihak berwajib dengan dalih alasan takut disalahkan dan malah menjadi bumerang, karena dianggap tidak bisa menjaga sikap dirinya yang bisa memicu timbulnya masalah pelecehan seksual.
- Lambatnya Penanganan Kasus
Dalam hal ini, pihak-pihak terkait sudah melaporkan kasus ini kepada pihak berwenang, namun menurut laporan dari Komisioner Komnas Perempuan, dalam menangani kasus pelecehan dan kejahatan seksual yang telah terjadi nyatanya berjalan sangat lambat, terlebih dalam memperjuangkan sebuah HAM keadilan dan pemulihan bagi korban. Yang lebih parahnya lagi, dalam beberapa kasus ada juga masyarakat yang menghalangi jalan nya dalam penangkapan seorang pelaku yang telah melakukan pelecehan dan kekerasan seksual dikarenakan pelaku tersebut memiliki pangkat atau status sosial yang mempunyai peran penting dan berpengaruh bagi lingkungan sehingga mengabaikan hak yang harus dimiliki oleh korban.
Selain itu, dalam penanganan kasus terutama di lingkungan pendidikan sendiri lambatnya respon dari pihak instansi pendidikan disebabkan oleh alasan menjaga riwayat nama baik dari lembaga tersebut hadapan publik.
Teori yang Mendasari Perilaku Kekerasan dan Pelecehan Seksual
- Teori Sigmund Freud: Freud berpendapat bahwa terdapat struktur kepribadian manusia yakni ID, Ego, dan Super ego. ID merupakan suatu aspek biologis yang berguna untuk mempertahankan keinginan dalam diri namun cenderung mengejar kenikmatan dari dalam diri. Pemenuhan dalam kenikmatan ini timbul dikarenakan adanya suatu dorongan jasmaniah (hasrat seksual). Hasrat Seksual ini timbul dari ID dan akan ditanggapi oleh Super ego. Super ego disini memiliki peran sebagai pengendalian dan mengarahkan ID serta Ego pada perilaku yang bermoral. Sebetulnya hasrat seksual ini sangat wajar dan sah karena ini merupakan bagian yang melekat erat pada diri manusia. Namun apabila hal ini tidak dikendalikan dengan tepat dan benar maka akan mengarah pada perilaku yang menyimpang yakni pelecehan dan kekerasan seksual.
- Teori Asosiasi Diferensial (Differential Association Theory): Berdasarkan teori dari asosiasi diferensial (Differential Association Theory) kejadian tindak pidana kejahatan seksual  banyak dan menyebar dalam lingkup sehari-hari karena bisa dipelajari oleh asosiasinya atau pelaku lain. Menurut teori ini, individu yang menjadi jahat disebabkan karena individu tersebut bergaul bersama komplotan para penjahat.
Jurnal Referensi dan Pendukung
- Hal ini sesuai dengan penelitian Muhammad Syauqi Almalik dengan Jurnal Prosiding Konferensi Nasional Gender dan Gerakan Sosial (Volume 01, Nomor 01, Tahun 2022) menyatakan bahwa menurut Freud perilaku manusia akan dikendalikan oleh insting, hasrat, dan libido sehingga hal ini membuat manusia berada pada dalam alam ketidaksadaran. Insting Seksualitas menurut Freud merupakan suatu dorongan libido yang berasal dari alam ketidaksadaraan.
- Hal ini sesuai dengan penelitian Andini L Tamara dan Winarno Budyatmojo dengan Jurnal Kajian Kriminologi Terhadap Perilaku ( Volume 8 No. 2 Mei - Agustus 2019) menyatakan bahwa Pelecehan Seksual yang dianalisis menurut perspektif menggunakan teori asosiasi diferensiasi. Seorang pelaku tindakan pidana pelecehan seksual pasti melakukan kejahatannya dikarenakan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perilakunya untuk melakukan tindakan tersebut biasanya faktor yang mempengaruhi mulai dari faktor dalam diri (intern) dan faktor luar diri (ekstern).
Inilah dampak yang ditimbulkan dari pelecehan seksual di lingkungan pendidikan
- Korban menjadi tidak bisa berkonsentrasi saat belajar yang mengakibatkan turunnya nilai.
- Korban mengurung diri dan menjauh dari orang-orang sekitar karena rasa percaya diri yang hilang.
- Menurunnya semangat bersekolah dikarenakan rasa malu ketika bertemu pelaku pelecehan dan juga adanya rasa sulit percaya kepada orang dan teman sekitarnya.
- Mengakibatkan dampak bagi psikologis korban. Dampak ini dapat berupa kecerdasan korban menjadi menurun dan tidak berkembang, tidak ingin bersosialisasi dengan lingkungan sosialnya, serta mengalami gangguan pada kesehatan seperti tumbuh kembang pada korban, mengalami depresi, stres, suasana hati yang tidak teratur, bahkan yang lebih parahnya lagi memiliki niatan untuk melakukan percobaan bunuh diri.
Beginilah cara yang Harus Sekolah dan Perguruan Tinggi Lakukan Untuk Mencegah Kekerasan dan Pelecehan Seksual
- Menciptakan lingkungan yang aman
Sebagai tempat untuk menimba dan mencari ilmu, lembaga pendidikan haruslah menyajikan atau menciptakan tempat dan lingkungan yang aman, nyaman, agar positif agar semua peserta didik, pendidik maupun pihak lainnya dalam lingkungan pendidikan bisa melakukan aktivitasnya dengan baik. Setiap penyelenggara pendidikan harus bisa melindungi setiap warganya dari semua tindak kekerasan khususnya kekerasan seksual. Untuk terciptanya lingkungan yang aman, nyaman, dan positif maka setiap lembaga pendidikan harus memiliki regulasi yang baik.
- Pembelajaran terkait seksualitas (sex education)
Pendidik harus menekankan anak didiknya untuk memberikan pembelajaran serta pemahaman mengenai  pembelajaran seksual (sex education) dikarenakan pembelajaran ini akan sangat membantu mereka dalam memahami dan menjaga diri mereka serta mengetahui batasan apa saja saat melakukan interaksi dan komunikasi bersama dengan lawan jenisnya.
- Meningkatkan keamanan lembaga Pendidikan