Kau coret penuh derita lama berkabut tebal
Menabur benih tumpul pada wajah palsunya
Kau tahu apa?
Seribu kali kutahan layangan itu.
Guru perempuan itu tersenyum melihat puisi karya salah satu anak muridnya. Jika dibanding puisi teman-temannya yang lain, si guru bisa tahu bahwa hanya anak itulah yang tak menyalin dari google. Hm, bakat yang terpendam. Si guru jadi berpikir untuk mengikutsertakan muridnya itu pada perlombaan menulis minggu depan.Â
    "Rifda?"
  Si gadis yang tengah menulis cerpen itu menoleh, lalu berjalan menuju meja guru. Menatap si pemanggil bingung.Â
  "Ini kamu tulis sendiri?" Tanya guru itu yang dibalas anggukkan.Â
   Si guru tersenyum, lalu memberikan buku bersampul biru itu kepada si anak, menyuruhnya duduk kembali.Â
  "Puisimu bagus, kembangkan terus, ya!" Ujar si guru sebelum anak itu kembali duduk.Â
   si anak hanya menangguk pelan. Ia menatap kembali puisinya, tersenyum ketika nilai 96 tercetak dengan tinta hitam. Menandakan betapa bagus hasil tulisannya yang hanya membutuhkan waktu satu menit itu.