Mohon tunggu...
Najwa Gusty Rahmadhani
Najwa Gusty Rahmadhani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Dakwah dan kebijakan publik

10 Desember 2024   18:09 Diperbarui: 10 Desember 2024   18:09 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu esensi dalam berpolitik adalah menegakkan hukum. Namun, jika kita lihat lebih perinci, akan terlihat betapa kuatnya energi politik terhadap hukum sehingga masih banyak ditemukan kelemahan-kelemahan di dalam hukum. Akibatnya, masyarakat banyak yang tidak merasakan keten teraman, kenyamanan, dan kesejahteraan apalagi keadilan. Hal tersebut menyebabkan para hakim dan pengacara tidak berdaya dalam membenahi benang kusut masalah hukum.

Berikut adalah beberapa contoh mengenai lemahnya hukum terhadap politik, di antaranya:

1. Tergesa-gesa dalam menetapkan hukum dan undang-undang serta tidak melakukan studi yang mendalam mengenai kondisi masyarakat yang bersangkutan.

2. Lahirnya hukum dan perundang-undangan yang hanya merespons kepentingan sesaat dari pemerintah yang berkuasa, dan pemerintah memperoleh keuntungan sementara rakyat menjadi buntung. 

3. Hukum yang dibuat untuk membongkar kesalahan dan pelanggaran pemerintah sebelumnya oleh pemerintahan sekarang demi kepentingan mereka. Namun, pelanggaran tersebut tidak pernah terbongkar.

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan tersebut, telah memberi kan gambaran secara jelas bahwa politik mempunyai tempat yang istimewa dalam Islam. Islam sebagai ajaran universal dengan jelas dan tegas tidak memisahkan masalah keduniaan serta keagamaan dengan politik. Bahkan politik dianggap sebagai wasilah atau jalan untuk meninggikan agama dan dakwah di Tengah tengah masyarakat. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Ibn Taimiyyah dan Al-Mawardi bahwa politik harus digunakan untuk tujuan dan kepentingan agama atau dakwah.

Salah satu bentuk politik dalam dakwah dapat dilihat dari hubungan di antara ulama dan penguasa atau pemerintah. Idealnya, hubungan keduanya bersifat timbal balik dan saling menguntungkan dalam konteks dakwah dan politik. Penguasa memberi tempat bagi ulama, sebaliknya ulama memberi legitimasi keagamaan bagi penguasa. Kondisi tersebut sebenarnya telah terjadi sepanjang sejarah Islam.

Menjadikan dakwah sebagai alat politik adalah sesuatu yang tidak dibenarkan. Dakwah harus diposisikan pada dimensi yang bebas dan tidak monopoli atau subsosial daripada lembaga atau kekuatan politik tertentu. Sebaliknya, dakwah harus menjadi bagian berbagai pihak, yaitu negara, organisasi, lembaga, dan partai politik dalam menegakkan amar ma'ruf nahy munkar. Hal tersebut didasarkan pada pemikiran sejarah bahwa dakwah lebih tua usianya daripada politik dan bersifat universal.

Berpolitik adalah bagian dari dakwah dan dakwah merupakan tujuan dari berpolitik karena Islam tidak hanya hadir di wilayah kematian, formalitas pertemuan, dan wilayah kaku lainnya. Itu semua tidak membutuhkan ijtihad yang berat untuk mengusungnya. Semua sepakat dan siap melakukan ajaran Islam pada tataran simbolis. Akan tetapi, ketika yang diusung adalah ide kesatuan Islam yang terdiri atas persoalan akidah, ibadah, akhlak, dan muamalah, baik individu, keluarga, bermasyarakat, maupun bernegara, sangat wajar jika mengundang polemik serta pertanyaan yang berkelanjutan. Seharusnya kita berusaha mengangkat sisi keislaman dari aspek yang digeluti sehari-hari sehingga komprehensif dan kesempurnaan Islam tampak jelas di semua segi kehidupan.

Akan tetapi, jika yang melakukan tolong-menolong adalah orang-orang buruk yang bersepakat melaksanakan kejahatan dan permusuhan, selanjutnya mereka yang memenangkan pe- perangan, yang akan terjadi adalah kehancuran. Di sinilah letak politik berperan dalam dakwah.Hubungan antara dakwah dan politik dapat digambarkan sebagai berikut: Pertama, siysah (politik) dalam Dakwah. Merupakan bagian dari tahapan aplikasi dakwah ketika penyelesaian masalah-masalah umat bersifat global, strategis, dan sinergis. Artinya, peran dakwah sudah menghadapi problematik yang mengemuka di masyarakat. Konteks dakwah dalam hal ini adalah bagaimana agar sisi politik pada masyarakat dapat diambil perannya untuk kemudian menguasainya. Agenda ini bertujuan untuk memberikan pengaruh umum "ta'sir 'am".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun