Meski saya sendiri tidak bisa menirukan, tapi saya tau bahwa misuh yang diucapkan mereka berdua benar-benar sesuai "tajwid" nya, tidak lebih dan tidak kurang. Nada tinggi tentu mengiringi tawuran singkat itu, namun saya tetap diam, jadi saksi bisu orang tawuran di tengah jalan sembari berusaha mengamankan detak jantung yang rasanya sudah nggak karuan.
Driver ojol pun terpaksa menghentikan tawuran yang mungkin hasilnya kurang memuaskan baginya karena ingat kalo lagi bawa customer, cewek pula. Saya menghembuskan napas panjang, lega karena tawuran tidak memakan korban. 10 detik hening, kemudian driver ojol pun tiba-tiba buka suara.
"Kak maaf banget ya, saya nggak berniat misuh-misuh tadi. Tapi orangnya malah mancing emosi, jadinya kebablasan. Maaf banget ya kak."
Dengan polosnya saya tertawa kecil tapi sepertinya terdengar sangat garing sambil menjawab, "Iya gapapa kok, Pak. Memang orangnya yang salah."
Hingga sampai di tujuan akhir, driver ojol yang saya tumpangi ini tetap menyampaikan beribu maaf sembari menjelaskan situasi yang terjadi. Lihat, bukan? Orang Surabaya memang gampang marah, namun gampang juga menghilangkan dendam sambil meminta maaf sesegera mungkin. Dalam hitungan menit, emosi yang berapi-api bisa langsung berubah jadi permintaan maaf yang tulus. Tentu tidak mudah untuk meminta maaf setelah ngamuk hebat, akan tetapi orang Surabaya bisa mengontrol itu semua.
Kalo Nggak Diganggu, Orang Surabaya Itu Manusia Berhati Malaikat
Pasti pada nggak percaya ya kalo ada yang bilang orang Surabaya itu berhati malaikat? Iya, sama. Awalnya, saya juga nggak percaya. Mana mungkin orang yang sering marah-marah punya hati bak malaikat? Tapi, setelah menjalin pertemanan dengan warlok yang benar-benar Surabaya banget karena sejak berada di dalam kandungan sudah merasakan kerasnya kehidupan di Surabaya, saya jadi 100% percaya dan berani mengambil kesimpulan.Â
Kesimpulannya adalah; orang Surabaya memang keras, gampang marah, gampang misuh, dan hal-hal lain yang bisa bikin bulu roma berdiri sendiri. Namun, hal itu hanya terjadi jika mereka merasa diganggu, diancam, diintimidasi, dan diperlakukan semena-mena.Â
Orang Surabaya juga manusia biasa yang punya sisi "malaikat" di dalam dirinya. Bahkan kalo boleh jujur, orang Surabaya lebih sopan, lebih punya etika, dan lebih menghargai lawan bicara ketika mereka merasa nyaman dan tidak terancam dibandingkan saya sendiri yang bukan orang asli Surabaya.Â
Jika ada penghargaan dengan nominasi "manusia berhati malaikat" maka sudah pasti pemenangnya adalah orang Surabaya. Mereka mudah mengekspresikan perasaan, meluapkan emosi, dan tetap memiliki kontrol diri menyesuaikan situasi dan kondisi.Â
Benar-benar bentuk regulasi emosi yang baik. Saya rasa, orang asli Surabaya harus buka kursus, pelatihan, atau webinar tentang cara meregulasi emosi dengan tepat. Dijamin ilmunya akan bermanfaat untuk menghadapi kehidupan di dunia ini yang kadang kidding.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H