Mohon tunggu...
Najwa Ashila
Najwa Ashila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

Aktif sebagai Mahasiswi S-1 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro yang tertarik dengan isu pendidikan, sosial kemasyarakatan, hukum, dan sastra.

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal

Banjir Pekalongan Meradang, Wacana Tenggelam Menghadang

18 Januari 2024   19:51 Diperbarui: 18 Januari 2024   19:55 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kota Pekalongan sebagai salah satu kota pesisir dengan luas wilayah 4.525 Ha telah mampu mengembangkan berbagai potensi alam dan sosial untuk pertumbuhan ekonomi daerah. Hal tersebut didukung fakta bahwa Dinas Pariwisata, Kepemudaan, dan Olahraga Kota Pekalongan paling tidak telah mengelola tujuh objek kegiatan ekonomi antara lain ekowisata Pasir Kencana, Stadion Hoegeng, GOR Jetayu, Slamaran, Museum Batik, Mangrove Park, dan Lapangan Tenis PDAM. 

Ditambah kultur masyarakat kota ini yang sangat lekat dengan industri batik membuat Kota Pekalongan menjadi salah satu sentra batik. Hal inilah yang menjadikan Kota Pekalongan mendapat predikat Kota Kreatif Dunia kategori Kerajinan dan Kesenian Rakyat dari United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) pada 2015.

Di balik segala potensinya, Kota Pekalongan tak luput dari ancaman bencana alam. Hal paling identik dengan kota ini ialah sering terjadinya banjir rob. Banjir rob kerap melanda terlebih jika sudah memasuki musim penghujan. Banjir rob merupakan pola fluktuasi muka air laut yang dipengaruhi oleh gaya tarik benda-benda angkasa, terutama oleh bulan dan matahari terhadap massa air laut di bumi (Sunarto, 2003).  Banjir rob yang melanda ini disebabkan oleh beberapa faktor, yang paling memengaruhi yaitu adanya kenaikan muka air laut dan penurunan muka tanah. Kenaikan muka air laut yang terjadi disebabkan oleh pemanasan global yang mengakibatkan adanya perubahan volume air. 

Menurut jurnal berjudul "Analisis Geospasial Area Genangan Banjir Rob dan Dampaknya pada Penggunaan Lahan Tahun 2020-2025 di Kota Pekalongan Provinsi Jawa Tengah" yang ditulis oleh Syafrei Adi Iskandar, dkk., laju kenaikan muka air laut di Kota Pekalongan sebesar 4,3 mm/tahun. Sedangkan penurunan muka tanah tergolong sangat tinggi yaitu sebesar 1-20 cm per/tahun menurut data Kementerian PPN/Bappenas. Adapun data yang dikemukakan oleh Pemerintah Kota Pekalongan berdasarkan patok ukur tanah pada tahun 2023 terdapat beberapa variasi penurunan muka tanah di Kota Pekalongan, sebagai berikut:

Sumber: Olahan pribadi
Sumber: Olahan pribadi

Dari data tersebut dapat dilihat bahwa penurunan muka tanah terjadi signifikan di Kota Pekalongan. Di sisi lain terdapat prediksi bahwa pada tahun 2025 sebanyak 3.754,15 Ha lahan Kota Pekalongan akan tergenang banjir rob. Serta terdapat sebuah proyeksi ahli yang memprediksi pada tahun 2035 Kota Pekalongan akan tenggelam. Sejauh ini pemerintah sudah berupaya untuk melakukan penanganan seperti membangun tanggul di beberapa titik sungai dan memasang alat penyedot air. 

Kendati demikian, beberapa masalah juga datang misalnya tanggul penahan jebol dan alat penyedot air yang rusak. Belum lagi jika kapasitas sungai tidak mampu menahan debit air yang dialirkan dari penyedot air. Sehingga hal tersebut menyebabkan banjir di Kota Pekalongan tak kunjung terselesaikan. Seharusnya Pemerintah Kota Pekalongan dengan tegas dan segera merancang penyelesaian masalah banjir rob bukan sibuk membangun berbagai properti untuk memperindah kota. 

Karena keseriusan pemerintah menjadi kunci utama supaya banjir yang ada tidak hanya berputar-putar saja. Faktanya dalam beberapa waktu terakhir rotasi pemerintahan tidak lantas mengentaskan masalah banjir rob di Kota Pekalongan. Sebaliknya semakin banyak warga kota Pekalongan yang terdampak banjir seperti maraknya warga terjangkit penyakit, sumber air bersih menjadi sulit, serta kerusakan pada sejumlah bangunan dan jalan akibat terlalu lama terendam banjir.

Maka untuk menyelesaikan permasalahan banjir tersebut, perlu adanya komitmen dan ikhtiar bersama. Pemerintah dapat berupaya dengan melakukan studi komparasi dengan negara lain yang telah berhasil menanggulangi masalah banjir lalu menerapkannya. Selain itu pemerintah juga dapat lebih berhati-hati dalam membuat dan/atau mengizinkan pendirian bangunan dengan massa yang besar supaya tingkat keamblesan tanah dapat ditekan, dapat juga pemerintah melakukan pengerukan lumpur sungai untuk meningkatkan kapasitas sungai. 

Selain itu, masyarakat dapat bersama menjaga kebersihan lingkungan dengan tidak membuang sampah sembarangan dan melakukan pembersihan selokan secara berkala agar tidak mampat, serta memperbaiki sistem drainase di sekitar tempat tinggal. Selain itu perlu digalakkan adanya pembuatan biopori di tempat-tempat yang memang cocok untuk dibuat biopori. Diharapkan dengan serangkaian upaya tersebut dapat mencegah terjadinya penurunan muka tanah di Kota Pekalongan dan proyeksi tentang tenggelamnya Kota Pekalongan dapat dipatahkan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun