Mohon tunggu...
najwaalifia
najwaalifia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga

Konten kesehatan

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Kencing Tikus Membunuh: Ancaman Leptospirosis yang Menyelinap di Lingkungan Kita

24 November 2024   22:59 Diperbarui: 24 November 2024   23:10 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kencing Tikus Membunuh: Ancaman Leptospirosis yang Menyelinap di Lingkungan Kita

Leptospirosis merupakan infeksi bakteri yang disebabkan oleh strain leptospirosis. Penularan leptospirosis dapat terjadi dari hewan ke manusia, dapat melalui kontak kulit ataupun melalui urin hewan yang terinfeksi. Hewan yang umum menularkan infeksi leptospirosis kepada manusia adalah tikus, musang, opossum, rubah, kerbau, sapi atau binatang lainnya. Karena sebagian besar di Indonesia Penyakit ini ditularkan melalui kencing tikus, leptospirosis
popular disebut penyakit kencing tikus.

Kencing Tikus, Apakah Bencana di Balik Banjir?
Leptospirosis atau kencing tikus paling sering ditularkan dari hewan ke manusia ketika orang dengan luka terbuka di kulit melakukan kontak dengan air atau tanah yang telah terkontaminasi air kencing hewan hingga bakteri juga dapat memasuki tubuh melalui mata atau selaput lendir. Air kencing tikus mengandung bakteri leptospirosis akan mudah tersebar melalui air. Sehingga sanitasi rumah dan lingkungan merupakan hal utama sebagai faktor penyebaran leptospirosis.


Sebagian besar wilayah Indonesia akan mengalami musim hujan dari bulan Oktober hingga Desember, hal tersebut menjadi fokus utama penyebaran leptospirosis, karena curah hujan yang tinggi dapat menimbulkan banjir pada sebagian daerah tertentu. Insiden leptospirosis di negara tropis saat musim hujan sebanyak 5-20/100.000 penduduk per tahun. Di Indonesia leptospirosis terbesar di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Derah Istimewa Yogyakarta, Lampung, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Riau, Bali, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Barat.


Dalam konteks sistem alam, banjir terjadi pada tempatnya. Banjir akan mengenai manusia jika mereka mendiami daerah yang secara alamiah merupakan dataran banjir. Banjir seringkali dijumpai pada daerah padat penduduk, hal tersebut dapat terjadi karena kurangnya resapan air serta sanitasi lingkungan yang buruk.

Leptospirosis Apakah Penyakit Mematikan?
Penularan leptospirosis disebabkan oleh bakteri Leptospira yang dapat hidup beberapa waktu dalam air dan alam terbuka. Leptospira dapat bertahan hidup di tanah yang sesuai sampai 43 hari dan di dalam air dapat hidup berminggu-minggu lamanya. Angka kematian akibat leptospirosis di Indonesia termasuk tinggi, karena mencapai 2,5%-16,4% dan hal ini tergantung pada sistem organ yang terinfeksi. Diketahui juga pada usia lebih dari 50 tahun, angka kematian mencapai 56%.


Leptospirosis disebabkan oleh bakteri dari genus Leptospira dari famili Leptospiraceae, ordo Spirochaetales. Leptospira dapat tumbuh dengan baik pada kondisi aerobik yaitu di suhu 28-30 derajat celcius. Genus Leptospira terdiri dari dua spesies yaitu L.interrogans (bersifat patogen) dan L.biflexa (bersifat non patogen/saprofit). Leptospira patogen terpelihara dalam tubulus ginjal hewan tertentu. Leptospira saprofit ditemukan di lingkungan yang basah atau lembab, seperti air permukaan, tanah lembab, dan air keran.


Leptospira terdapat di dalam berbagai spesies hewan, terutama mamalia seperti tikus, bajing, landak, sapi, babi, anjing, domba, kambing, kuda, dan kerbau, tetapi reptil dan amfibi juga terdapat kemungkinan membawa leptospira. Pada leptospira terdapat gejala fase awal yang ditimbulkan karena kerusakan jaringan, sedangkan fase kedua timbul akibat respon imun. Beberapa organ yang akan mengalami gangguan akibat toksin leptospira adalah ginjal, mata, hati, otot rangka, pembulu darah, dan jantung.

Waspada Leptospirosis! Apakah Berhubungan dengan Pentingnya Sanitasi Lingkungan? 

Leptospirosis merupakan penyakit yang memiliki hubungan erat dengan lingkungan. Faktor yang sangat berperan dalam leptospirosis adalah sanitasi lingkungan. Sanitasi merupakan upaya kesehatan untuk mencegah penyakit yang menitikberatkan kegiatan kepada upaya kesehatan lingkungan.

Sanitasi dasar merupakan sanitasi minimum yang diperlukan untuk memenuhi syarat kesehatan dengan menitikberatkan pada pengawasan berbagai faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia. Sanitasi lingkungan dasar yaitu penyediaan air bersih, pengelolaan sampah, sarana jamban, dan pengelolaan limbah cair. Sanitasi tersebut bertujuan untuk mencegah timbulnya penyakit, keracunan, atau kecelakaan yang dapat mengganggu kesehatan karena adanya interaksi faktor lingkungan dan merupakan upaya pencegahan pencemaran lingkungan. Dengan terjaganya kebersihan lingkungan dapat mengurangi risiko terinfeksi penyakit Leptospirosis.

Daftar Pustaka
Auliya, R., 2014. HUBUNGAN ANTARA STRATA PHBS TATANAN RUMAH TANGGA DAN SANITASI RUMAH DENGAN KEJADIAN LEPTOSPIROSIS. Unnes journal of public health, 3(3). 1-10.


Hasanah, 2024. Waspada Leptospirosis di Daerah Rawan Bencana Bandir di SD Negeri Rogo Kecamatan Dolo Selatan Kabupaten Sigi. Jurnal Dedikatif Kesehatan Masyarakat, 4(2). 70-77.


Pasaribu, A., 2018. SISTEM PAKAR MENDIAGNOSA PENYAKIT LEPTOSPIROSIS MENGGUNAKAN METODE CERTAINTY FACTOR. Jurnal Pelita Informatika, 7(2). 138-144.


Putri, A., 2020. GAMBARAN SANITASI RUMAH TERKAIT DENGAN LEPTOSPIROSIS DI KECAMATAN DEMAK KABUPATEN DEMAK. https://d1wqtxts1xzle7.cloudfront.net/113538229/S1_020116A005_Artikel-libre.pdf?171359 3722=&response-content-disposition=inline%3B+filename%3DGambaran_Sanitasi_Rumah_ Terkait_Dengan_L.pdf&Expires=1732465272&Signature=R1F-a3N~AhXXOj7zADVJ61dls zaRoiKIVGXeCDwSj8QqXP5~maoG7mkE8CmFKvta2hRD0GgI9xuph46Gm~zhcayMy7pn 7GQ6xLYJBDt5gpTxLW7OzOSpKkk33vbiNdXbEjzqXNWul9jy3XNznKMAjZ7eoBBI1Lq FGrCLCBn-VjMqkQ0OaxEZVh9BxKgc4ivGWlLFfl2okTgij~rsxpFZciT30X8nwFrvLFZas9 QdA4XZbfL0IFgdKdlP2Opgy8DMqV5z7W8xWqOmugP0G6ELoOIH~G2pjmLUrqzW4I6 ZY8GfrGhsDnUWEk27VVzal-3sTIdpdiZ4wIMiiFsOkbv8rA__&Key-Pair-Id=APKAJLOHF 5GGSLRBV4ZA [online] (Diakses tanggal 24 November 2024).

Rampengan, N., 2016. Leptospirosis. Jurnal biomedik, 8(3). 143-150.

Setiawan, H., 2020. ANALISIS PENYEBAB BANJIR DI KOTA SAMARINDA. Jurnal Geografi, 20(1). 39-43.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun