Kencing Tikus Membunuh: Ancaman Leptospirosis yang Menyelinap di Lingkungan Kita
Leptospirosis merupakan infeksi bakteri yang disebabkan oleh strain leptospirosis. Penularan leptospirosis dapat terjadi dari hewan ke manusia, dapat melalui kontak kulit ataupun melalui urin hewan yang terinfeksi. Hewan yang umum menularkan infeksi leptospirosis kepada manusia adalah tikus, musang, opossum, rubah, kerbau, sapi atau binatang lainnya. Karena sebagian besar di Indonesia Penyakit ini ditularkan melalui kencing tikus, leptospirosis
popular disebut penyakit kencing tikus.
Kencing Tikus, Apakah Bencana di Balik Banjir?
Leptospirosis atau kencing tikus paling sering ditularkan dari hewan ke manusia ketika orang dengan luka terbuka di kulit melakukan kontak dengan air atau tanah yang telah terkontaminasi air kencing hewan hingga bakteri juga dapat memasuki tubuh melalui mata atau selaput lendir. Air kencing tikus mengandung bakteri leptospirosis akan mudah tersebar melalui air. Sehingga sanitasi rumah dan lingkungan merupakan hal utama sebagai faktor penyebaran leptospirosis.
Sebagian besar wilayah Indonesia akan mengalami musim hujan dari bulan Oktober hingga Desember, hal tersebut menjadi fokus utama penyebaran leptospirosis, karena curah hujan yang tinggi dapat menimbulkan banjir pada sebagian daerah tertentu. Insiden leptospirosis di negara tropis saat musim hujan sebanyak 5-20/100.000 penduduk per tahun. Di Indonesia leptospirosis terbesar di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Derah Istimewa Yogyakarta, Lampung, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Riau, Bali, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Barat.
Dalam konteks sistem alam, banjir terjadi pada tempatnya. Banjir akan mengenai manusia jika mereka mendiami daerah yang secara alamiah merupakan dataran banjir. Banjir seringkali dijumpai pada daerah padat penduduk, hal tersebut dapat terjadi karena kurangnya resapan air serta sanitasi lingkungan yang buruk.
Leptospirosis Apakah Penyakit Mematikan?
Penularan leptospirosis disebabkan oleh bakteri Leptospira yang dapat hidup beberapa waktu dalam air dan alam terbuka. Leptospira dapat bertahan hidup di tanah yang sesuai sampai 43 hari dan di dalam air dapat hidup berminggu-minggu lamanya. Angka kematian akibat leptospirosis di Indonesia termasuk tinggi, karena mencapai 2,5%-16,4% dan hal ini tergantung pada sistem organ yang terinfeksi. Diketahui juga pada usia lebih dari 50 tahun, angka kematian mencapai 56%.
Leptospirosis disebabkan oleh bakteri dari genus Leptospira dari famili Leptospiraceae, ordo Spirochaetales. Leptospira dapat tumbuh dengan baik pada kondisi aerobik yaitu di suhu 28-30 derajat celcius. Genus Leptospira terdiri dari dua spesies yaitu L.interrogans (bersifat patogen) dan L.biflexa (bersifat non patogen/saprofit). Leptospira patogen terpelihara dalam tubulus ginjal hewan tertentu. Leptospira saprofit ditemukan di lingkungan yang basah atau lembab, seperti air permukaan, tanah lembab, dan air keran.
Leptospira terdapat di dalam berbagai spesies hewan, terutama mamalia seperti tikus, bajing, landak, sapi, babi, anjing, domba, kambing, kuda, dan kerbau, tetapi reptil dan amfibi juga terdapat kemungkinan membawa leptospira. Pada leptospira terdapat gejala fase awal yang ditimbulkan karena kerusakan jaringan, sedangkan fase kedua timbul akibat respon imun. Beberapa organ yang akan mengalami gangguan akibat toksin leptospira adalah ginjal, mata, hati, otot rangka, pembulu darah, dan jantung.
Waspada Leptospirosis! Apakah Berhubungan dengan Pentingnya Sanitasi Lingkungan?Â
Leptospirosis merupakan penyakit yang memiliki hubungan erat dengan lingkungan. Faktor yang sangat berperan dalam leptospirosis adalah sanitasi lingkungan. Sanitasi merupakan upaya kesehatan untuk mencegah penyakit yang menitikberatkan kegiatan kepada upaya kesehatan lingkungan.