Mohon tunggu...
Najmu Tsaqib Akhda
Najmu Tsaqib Akhda Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Alumni CRCS UGM, PP IPNU, Santri Pesantren Al Barokah Yogyakarta - Wonosobo

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kekeluargaan sebagai Model Pembelajaran di Perguruan Tinggi

16 September 2013   11:41 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:49 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perguruan tinggi merupakan insitusi pendidikan yang peserta didiknya adalah para pemuda yang sedang mencari jati diri dan sedang menuju proses pendewasaan. Dari sini nantinya akan muncul generasi yang akan membangun atau malah sebaliknya merobohkan bangsa ini. Oleh karena itu dibutuhkan pendekatan khusus supaya dalam proses belajar, para peserta didik dapat mempunyai karakter yang kuat untuk membangun bangsa ini. Salah satunya adalah dengan pendekatan kekeluargaan. Pendekatan ini lebih menitik beratkan pada bagaimana meningkatkan kepedulian satu sama lain. Metode ini merupakan bagian dari wacana pendidikan karakter yang saat ini sedang dikampanyekan oleh pemerintah dalam rangka menghadapi berbagai ancaman terhadap bangsa.

Banyak buku yang menjelaskan apa itu pendidikan karakter dan bagaimana penerapannya dalam suatu lembaga pendidikan baik di tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Di buku tersebut dijelaskan panjang lebar mengenai latar belakang, serta harapan yang ingin dicapai dengan adanya penerapan konsep pendidikan karakter. Walaupun pada intinya wacana ini sudah berkembang sejak lama, namun mungkin dengan nama baru dan semangat baru konsep ini juga diharapkan memberikan harapan baru ditengah semakin carut marutnya krisis moral disegala lini kehidupan.

Secara umum pendidikan karakter adalah bagaimana menjadikan peserta didik berperilaku sesuai dengan norma-norma sosial, agama, serta yang sedang ngetren sekarang adalah sesuai denga nilai-nilai pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI. Sehingga ketika peserta didik sudah mengimplementasikan nilai-nilai tersebut dalam masyarakat, maka harapannya krisis moral yang ada dapat terselesaikan. Di atas kertas, wacana ini sangat mudah dipahami, namun disisi lain pada kenyataannya hal tersebut butuh realisasi yang sampai sekarang sangat sulit diterapkan.

Pada tahap implementasi nilai-nilai tersebut, seseorang membutuhkan proses yang tidak singkat dan kontinu untuk dapat menjadi sebuah kebiasaan. Selama tahapan ini, banyak sekali tantangan dan hambatan yang dihadapai tiap individu dan yang pasti berbeda satu sama lain, sehingga membutuhkan penanganan yang berbeda pula.

Beberapa model pembelajaran yang penulis tawarkan antara lain:

1. Sebelum proses belajar mengajar dimulai, peserta didik perlu dijelaskan “aturan main” dalam menjalani proses perkuliahan dan ini menjadi kesepakatan bersama. Contoh sederhananya adalah bagaimana cara berpakaian, bertingkah laku di lingkungan kampus, apa itu plagiatisme, dll.

2.Ketika sudah mulai proses belajar mengajar, kelas diusahakan dibuat sedemikian nyaman sehingga peserta didik dan pengajar betah berada di kelas. Ketika suasana belajar kondusif, maka peserta didik dapat memahami apa yang disampaikan pengajar dengan mudah.

3.Peserta didik diberi kesempatan yang luas untuk mandiri mencari bahan ajar yang sesuai dengan mata kuliah yang diambil. Pengajar hanya memberi kisi-kisi tentang apa yang diajarkan, sementara peserta didik mencari studi kasus dan mencoba menyelesaikan masalah tersebut dalam kelas.

4.Di luar kelas, peserta didik kadang ada yang masih sulit untuk memahami mata kuliah dan berinteraksi dengan lingkungannya. Disinilah peran pengajar dibutuhkan. Pengajar tidak hanya sebagai orang yang mengantarkan ilmu, namun juga sebagai keluarga yang selalu perhatian dan memberi arahan kepada siapapun khususnya bagi peserta didik yang mempunyai masalah. Hubungan ini tidak hanya di kampus saja, namun diluar kampus hubungan ini harus tetap terjaga.

Ketika iklim kekeluargaan sudah terbentuk dilingkungan kelas, maka akan tercipta ikatan batin yang kuat satu sama lain. Masing-masing akan saling mengingatkan dan peduli karena merasa senasib sepenanggungan. Kepedulian inilah yang menuntun untuk melakukan sebuah aksi nyata baik itu lingkup masyarakat, lebih-lebih bangsa dan negara. Hal inilah yang dalam konsep pendidikan karakter sebagai proses yang didasarkan pada aspek kepribadian dan interaksi sosial.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun