Masa remaja merupakan masa krusial dibanding dengan masa perkembangan lainnya. Masa remaja merupakan masa dimana pergolakan emosi meninggi dan berbagai problematika untuk menemukan jati diri dan identitas diri. Banyak remaja yang akhirnya gagal menemukan jati dirinya dan terjerumus ke pergaulan yang salah, tapi tidak sedikit pula remaja yang berhasil menemukan jati dirinya dan mencapai impian-impiannya.Â
Keberhasilan seorang remaja dalam menemukan jati dirinya banyaj dipengaruhi oleh lingkungan sekitar mereka, baik itu keluarga, teman, ataupun masyarakat sekitar tempat tinggalnya. Remaja yang gagal menemukan jati dirinya identickdengan perilaku-perilaku menyimpang, seperti tawuran, judi, seks pra nikah, mabok, balap liar, dan masih banyak perilaku-perilaku menyimpang lainnya yang biasa juga disebut dengan kenakalan remaja.
Banyak hal yang mengakibatkan remaja tidak dapat menemukan jati dirinya sehingga melakukan perilaku menyimpang, seperti tumbuh di keluarga yang berantakan, orang tua yang bercerai, kemiskinan, pengalaman yang menyakitkan (kekerasan verbal, fisik, seksual), dan juga lingkungan yang buruk masih menjadi faktor utama hingga saat ini. Maka peran orang tua disini sangat penting untuk menjaga agar anaknya berada pada lingkungan yang tepat dan berkembang dengan baik secara emosional.
Dewasa ini, kenakalan remaja sudah ditahap yang mengkhawatirkan, tidak hanya anak-anak dari kalangan keluarga kurang mampu namun tidak sedikit juga anak para pejabat yang menyimpang. Seperti yang dilaporkan, telah terjadi tawuran antar pelajar di Bekasi pada 27 Mei 2024 yang mengakibatkan satu orang koma.
Banyak dari para pelaku kekerasan ini merasa bangga dengan perbuatannya dan tidak sedikit dari mereka juga merasa keren dan jantan apabila terlibat dalam tawuran atau perilaku kekerasan lainnya. Kegiatan seperti ini sudah menjadi tradisi di beberapa sekolah, bahkan mereka menganggap bahwa tawuran atau perilaku kekerasan lainnya dapat mengangkat status mereka di lingkungannya. Kecerdasan emosional juga menjadi faktor penting terhadap perilaku remaja di masyarakat.Â
Menurut penelitian yang dilakukan Nuri Aprilia (2014: 7) menyatakan bahwa: Hasil hubungan antara kecerdasan emosi dengan perilaku delinkuensi pada remaja yang terlibat tawuran di Jakarta pada penelitian ini tergolong besar, yakni 0,702. Berarti terdapat hubungan yang cukup kuat dari kecerdasan emosi terhadap terjadinya perilaku delinkuensi.Â
Faktor seperti ini yang akhirnya membuat para remaja melakukan tindakan kekerasan hingga menimbulkan korban jiwa, bahkan korban jiwanya bukan hanya dari oknum yang terlibat langsung, melainkan masyarakat sekitar juga menjadi korban jiwa.
Hingga tahun 2023 sudah ada 985 kasus atau naik 27 persen dibandingkan tahun 2022. Angka ini tentu mengkhawatirkan sekali, karena dapat merusak mental dan juga fisik para anak-anak di Indonesia. Hal ini dapat menghambat cita-cita Indonesia Emas di tahun 2045.Â
Peran orang tua dan guru sangat penting untuk megembangkan kecerdasan emosional dan membentuk jati diri pada remaja-remaja tersebut, dengan tetap mengawasi lingkungan pergaulan para remaja, memastikan kegiatan yang dilakukan setelah pulang sekoah bermanfaat, mengajarkan sejak dini perilaku bermasyarakat yang baik, serta mengurangi kekerasan verbal dan fisik dalam rumah tangga.Â
Peran sekolah sebagai institusi pengajaran juga penting untuk menciptakan lingkungan belajar yang mendukung perkembangan emosional remaja dan juga mengadakan acara-acara pengembangan diri dan motivasi. Dengan sinergi yang baik antara orangtua dan lingkungan sekolah, pengembangan emosional dan jati diri seorang remaja menjadi lebih terarah dan juga lebih baik.Â
Sehingga para remaja dapat mengontrol emosi serta menemukan jati diri serta tujuan hidup mereka masing-masing dan tentu saja dapat mengurangi kenakalan remaja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H