Mohon tunggu...
Najmi MalikahRizal
Najmi MalikahRizal Mohon Tunggu... Psikolog - Mahasiswa Psikologi Islam Universitas Muhammadiyah Riau

seorang mahasiswi hobi membaca, menulis dan menyukai hal-hal tentang psikologi

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Stres Kerja Ditinjau dari Biopsikologi

25 Juli 2024   17:25 Diperbarui: 25 Juli 2024   21:11 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berikut teori mengenai stres dalam bidang biopsikologi, isu terkait, serta tahapan/ cara-cara penanganan yang efektif terkait stres ditinjau dari biopsikologi. 

Artikel dibuat oleh:
Najmi Malikah Rizal (230802076)
Siti Indah Safnawati (230802021)
Maghfirah Febrita (230802085)

Ditulis untuk memenuhi penugasan akhir semester prodi Psikologi Islam, Mata Kuliah Biopsikologi yang di ampu oleh Ibu Puti Febrina Niko, M. Psi, Psikolog.

Biopsikologi merupakan cabang ilmu psikologi yang mempelajari proses biologi pada tingkah laku dan proses mental individu. Biopsikologi menggabungkan pengetahuan biologi, psikologi, dan neurosains yang digunakan dalam memahami bagaimana sistem saraf dan otak melakukan interaksi serta kerja sama dengan emosi, pikiran, serta perilaku. Dalam kajian biopsikologi, terdapat peran penting mekanisme otak dalam mengendalikan aktivitas mental serta perilaku (Pinel & Barnes, 2021). Sebagaimana yang dikemukakan oleh Pinel dan Barnes (2021) bahwasanya struktur dan fungsi otak memberi pengaruh pada bagaimana individu

berpikir, merasa, dan bertindak. Selain itu, biopsikologi juga mengkaji terkait faktor
genetik yang berkaitan dengan lingkungan dalam membentuk perilaku individu.

Hal ini juga mencakup gangguan otak, kerusakan neurologis, hingga gangguan
psikologis lainnya yang mempengaruhi perilaku, fisik, dan fungsi mental, serta
bagaimana intervensi media dan terapeutik dapat diberikan guna membantu
pemulihan fungsi normal antaraspek kesejahteraan fisik pun psikologis individu.

Website Pixabay
Website Pixabay

Salah satu topik yang dibahas dalam biopsikologi yakni stres

Cannon mengemukakan stres merupakan salah satu gangguan homeostasis yang mengakibatkan adanya perubahan dalam keseimbangan yang dihasilkan akibat adanya rangsangan fisik dan psikologis (Gaol, 2016). 

Musradinur (2016) juga menyatakan bahwasanya stres ialah pola reaksi dan adaptasi individu saat dihadapkan dengan stresor. Salah satu jenis stres ialah stres yang dialami oleh individu di tempat kerja atau dikenal sebagai stres kerja

Schult menyatakan bahwa stres kerja merupakan salah satu gejala psikologis yang dirasa oleh individu memberikan gangguan untuk melakukan tugas sehari-hari di lingkungan kerja, sehingga dianggap memberi ancaman pada eksistensi diri dan kesejahteraannya secara umum. Adapun stres kerja juga dianggap sebagai sebuah respons dan transaksi dari sumber stres dan kapasitas diri individu dalam menentukan apakah akan menunjukkan reaksi yang positif ataupun negatif (Bachroni & Asnawi, 1999).

Website Pixabay
Website Pixabay

Salah satu teori yang menjelaskan terkait proses stres yakni Model Respons. Selye
menekankan stres sebagai bentuk reaksi tubuh secara spesifik atas munculnya penyebab stres atau stressor yang dapat mempengaruhi individu tersebut secara umum. Dalam model ini, stressor dan hasil stres mengarah pada pengertian stres yang berkaitan dengan reaksi tubuh pada sumber-sumber stres yang muncul. Selye memperkenalkan General Adaptation Syndrome (GAS) yang menjelaskan tiga tahapan dalam terjadinya stres sebagai respons tubuh, yakni alarm atau tanda
bahaya, resistance atau perlawanan, dan exhaustion atau kelelahan (Gaol, 2016).

1. Tahapan pertama yakni alarm merupakan sebuah kondisi dimana individu menghadapi adanya perbedaan antara kenyataan yang terjadi dengan situasi yang sebenarnya diharapkan. Sebagai akibat dari situasi ini, tubuh menerima stimulus alami dan mengaktifkan reaksi flight-or-fight dikarenakan adanya kondisi yang berpotensi memberikan ancaman terhadap kestabilan kondisi tubuh individu. Dalam tahapan ini, umumnya tubuh akan mengalami reaksi fisik dan psikis (Bachroni & Asnawi, 1999).

2. Tahap kedua yakni resistance merupakan bentuk perlawanan yang terjadi ketika alarm tidak kunjung berhenti. Sebagai akibatnya, kekuatan fisik pun diarahkan untuk melanjutkan kerusakan-kerusakan yang dialami oleh tubuh individu, baik secara fisik maupun psikologis. Adapun dalam proses ini,
dimungkinkan individu akan mengalami beberapa penyakit fatal akibat stres (Gaol, 2016).

3. Tahap ketiga yakni exhaustion atau kelelahan merupakan kondisi dimana tubuh
telah benar-benar tidak sanggup melawan sumber stres dan tidak mampu melakukan fight terhadap stressor. Dalam tahapan ini, umumnya organ tubuh dan beberapa proses psikologis akan berhenti berfungsi sehingga dapat mengakibatkan pemberhentian perilaku bahkan kematian pada individu.

Website Pixabay
Website Pixabay

Salah satu isu stres kerja yang terjadi di Indonesia yakni stres yang dialami oleh para perawat Intensive Care Unit di Provinsi Gorontalo. Penelitian Hunawa dkk.,
(2023) menunjukkan bahwa sebanyak 40% perawat mengalami stres kerja dalam
tingkat tinggi.
Sebagaimana ungkapan dari para perawat yang mengatakan bahwa
stres kerja yang mereka alami dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya yakni
beban kerja yang sangat tinggi. Adapun dampak dari stres yang mereka alami
sangat bervariasi. Salah satu dampak stres kerja ini ialah dampak secara fisik, misalnya perawat seringkali mengalami kaku otot saat bekerja, makan secara berlebihan untuk mengalihkan stres yang dialami, betis yang terasa pegal, rasa ngilu pada bagian persendian, hingga rasa nyeri pada bagian pinggang dan punggung. Selain itu, perawat juga seringkali mengalami gejala psikologis, seperti perasaan tertekan dengan pekerjaan yang dijalani, mudah tersinggung dengan hal-hal di luar kendalinya, merasa bahwa ia tidak memiliki cukup waktu dalam menyelesaikan pekerjaan, hingga mengalami kecemasan dalam bekerja.

Fenomena stres kerja yang dialami perawat di Intensive Care Unit (ICU) di Provinsi Gorontalo dapat dijelaskan melalui pendekatan Model Respon dari teori General Adaptation Syndrome (GAS) yang dikembangkan oleh Selye.

1. Dalam tahap alarm, para perawat diharuskan menghadapi kenyataan yang tidak sesuai dengan harapan mereka, misalnya beban kerja yang sangat tinggi. Sebagai akibatnya, tubuh mereka memberi respons misalnya kaku pada otot, sakit kepala, hingga bagian tubuh terasa pegal dan ngilu. Selain itu, mereka juga tampak mengalami dampak psikis seperti mudah tersinggung dan merasa cemas. Dampak perilaku juga ditunjukkan akibat dari stres kerja, yakni ketidakstabilan kinerja dan ketidakmampuan menyelesaikan pekerjaan sesuai jam kerja sebagaimana ditetapkan.

2. Dalam tahapan resistanceperawat berusaha melawan stres dengan tetap bekerja, sehingga mengakibatkan gangguan fisik lebih serius, misalnya makan berlebihan secara sengaja untuk mengalihkan stres, hingga sakit-sakit pada bagian tubuh mereka. Secara psikologis juga mereka berisiko mengalami kecemasan, burnout, dan depresi, yang berdampak pada kinerja.

3. Dalam tahap exhausting, tubuh dan pikiran perawat benar-benar mengalami kelelahan dan tidak mampu melawan stres lagi. Dalam tahapan ini, dimungkinkan mereka mengalami gejala fisik dan psikologis lebih serius. 

Website pixabay
Website pixabay

Guna mencegah perawat mencapai stres dalam tahap exhausting, penting bagi pihak Rumah Sakit dalam melakukan penanganan secara efektif dengan memberikan edukasi pada perawat untuk mengupayakan manajemen stres melalui beberapa upaya sebagai berikut (Bachroni & Asnawi, 1999).

  • 1. Latihan fisik dan relaksasi, misalnya dengan berolahraga secara rutin dan memulai perilaku hidup sehat sebagai langkah prevensi sres yang lebh fatal.
  • 2. Membangun manajemen waktu yang lebih baik. Sebagaimana menurut Asnawi (1999) bahwasanya pekerja yang merasa bahwa mereka kekurangan waktu dalam menyelesaikan pekerjaan adalah mereka yang kurang mampu mengelola waktu secara baik. Sehingga perawat diharapkan dapat meningkatkan kemampuan dalam mengelola waktu dengan lebih produktif agar mampumenyelesaikan pekerjaan secara efektif dan efisien.
  • 3. Bersikap asertif, yakni sikap tegas dalam menyatakan “tidak” atau menolak dengan cara positif tanpa harus merasa bersalah saat dirasa beban kerja semakin meningkat, sehingga kapasitas diri perawat dalam bekerja tetap terjaga dan tidak berdampak pada stres atau tekanan kerja berlebihan yang mereka alami.
  • 4. Membangun kelompok pendukung sebagai bentuk dukungan sosial di tempat kerja serta melakukan manajemen peran agar tidak terjadi role-conflict yang berdampak pada produktivitas di tempat kerja.

Daftar Pustaka

Bachroni, M., & Asnawi, S. (1999). Stres kerja. Buletin Psikologi, 7(2). 10.22146/bpsi.7406

Gaol, N. T. L. (2016). Teori stres: stimulus, respons, dan transaksional. Buletin
psikologi, 24(1), 1-11. 10.22146/bpsi.11224

HUNAWA, R. D., JUSUF, M. I. ., & WUNANI, F. . (2023). Gambaran Beban Kerja Dan Stres Kerja Perawat Intensive Care Unit Di Provinsi Gorontalo. Jurnal Ners, l7(1), 152–157. https://doi.org/10.31004/jn.v7i1.12659

Musradinur, M. (2016). Stres dan cara mengatasinya dalam perspektif psikologi.

JURNAL EDUKASI: Jurnal Bimbingan Konseling, 2(2), 183-200. http://dx.doi.org/10.22373/je.v2i2.815

Pinel, J. P., & Barnes, S. J. (2021). Biopsychology. Pearson Higher Ed.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun