Mohon tunggu...
Najmie Zulfikar
Najmie Zulfikar Mohon Tunggu... Administrasi - Putra : Hamas-ruchan

Pe[ngen]nulis | Konten Kreator YouTube | Channel : James Kalica

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Kado Manis untuk PDI-Perjuangan di Pemilu 2019

22 April 2019   22:29 Diperbarui: 22 April 2019   23:04 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi : news.detik.com

Perayaan pesta demokrasi telah usai beberapa hari yang lalu. Pesta ini berlangsung sukses, aman dan lancar. Meski sebelumnya sempat dikhawatirkan oleh semua pihak akan memunculkan konflik dari kedua kubu. Khususnya dalam kontestasi pilpres. Namun hal itu tak urung terwujud. Terlepas dari semua itu, hal ini merupakan kesuksesan bersama baik rakyat, kepolisian, tentara, penyelenggara pemilu yang telah bersinergi untuk mensukseskan pesta demokrasi lima tahunan tersebut.

Ada yang menarik dari pemilu ini yakni pelaksanaan pilpres dan pileg dilakukan secara serentak. Meskipun sebelumnya juga sudah pernah dilakukan pada tahun 2014. Namun, higemoni pilpres menjadi daya tarik tersendiri. Pasalnya ada warna baru untuk calon wakil presidennya.

Selain itu pro kontra juga turut mewarnai jalannya pemilu kali ini. Tentu kita sudah tau semua isu-isu yang muncul ke permukaan. Namun hal itu bukan menjadi bahasan dalam tulisan kali ini.

Regulasi anyar terkait parlementary threshold memaksa partai baru bekerja lebih ekstra untuk sampai ke Senayan. Ambang batas 4 % yang dicanangkan membuat ketua partai harus memutar otak agar kader-kadernya duduk nyaman di kursi parleman.

Gebrakan demi gebrakan dilakukan partai baru untuk mendulang suara. Seperti halnya Partai Solidaritas Indonesia, Partai Berkarya, Partai Garuda yang mondar-mandir di layar kaca maupun media sosial untuk memproklamirkan diri agar nyantol di hati pemirsa.

Strategi tersebut nampaknya terbilang cukup berhasil. Dari lima partai sebelumnya PPP, PAN, Demokrat, Golkar, Hanura mengalami penurunan yang sangat signifikan. Tentu keuntungan suara juga dinikmati oleh partai baru seperti PSI, Berkarya, Perindo yang berhasil mendulang suara sekitar 2 % sekian. Suara lainnya berlabuh ke partai Gerindra, PKB,PKS, Nadem dan juga PDI P.

PDI P merupakan salah satu partai besar dalam kontestasi politik di republik ini. Setiap pemilihan pemimpin ditingkat nasional maupun daerah selalu mengusung kader terbaiknya. Tentu dibenak ini masih terekam jelas saat pemilihan kepala daerah di DKI Jakarta. PDI P mengusung nama Basuki Tjahaya Purnama sebagai calon gubernur dan Djarot Saifulloh sebagai wakilnya.

Kala itu, suara pemilih terbagi dalam tiga kontestan yaitu pasangan AHY-Sylviana, Basuki-Djarot dan juga Anies-Sandi. Kekalahan AHY-Sylvi memaksa Basuki-Djarot dan Anies-Sandi bertarung dua putaran. Seperti yang kita ketahui bersama pilkada DKI selalu diidentikan dengan barometer untuk pilpres kedepannya. Tak heran jika pilkada DKI menjadi sorotan dan menguras energi yang begitu besar.

Residu politik nampak masih menyisakan bekas hingga pilkada DKI Jakarta. Di putaran kedua, aroma pilkada semakin memanas. Munculnya isu sara, minoritas, dan juga politisasi agama massif dilakukan. Bahkan puncaknya Basuki Purnama tersandung kasus penistaan agama. Bak sudah jatuh tertimpa tangga pula. Terjerat kasus penistaan agama dan tersingkir dari pilkada. Akhirnya pilkada DKI dimenangkan oleh pasangan Anies-Sandi.

Partai berlambang kepala banteng tersebut selalu terbayang-bayang dari Basuki Tjahaya Purnama yang tersandung kasus penistaan agama. Hal tersebut membuat nama PDI P menjadi sedikit tercoreng khususnya di ibu kota. Bahkan lawan politiknya tak segan-segan memberi label partai pendukung penista agama.

Kekalahan Basuki-Djarot di DKI Jakarta membuat ketua umum, Megawati Soekarno Putri introspeksi diri dan berbenah menata kembali citra partai untuk menyongsong pemilu kedepannya.

Pasca pemilu, rabu 17 april kemarin berdasarkan hitung cepat dari lembaga resmi memenangkan pasangan 01 Jokowi-Amin dengan 54.52 % unggul dari penantangnya Prabowo-Sandi 45.48 % (Sumber Litbang Kompas).

Selain itu perolehan suara pileg, PDI P memperoleh suara terbanyak sebesar 20.22 % mengungguli partai gerinda dengan perolehan 12.82 %. Kesuksesan dari semua itu tak terlepas dari solidnya tim di partai dan para TKN di kubu 01.

Melihat fenomena tersebut nampaknya ungkapan dari bahasa jawa " Luwih becik kelangan pitik tapi entuk e kebo, tinimbang kelangan kebo tapi entuk e pitik (lebih baik kehilangan ayam, namun memperoleh kerbau dari pada kehilangan kerbau memperoleh ayam)" layak disematkan untuk partai yang diketuai oleh ibu dari Menteri PMK, Puan Maharani.

Pasalnya partai PDI P harus mengorbankan pilkada DKI untuk kemenangan Anies-Sandi, namun dalam Pemilu 2019 kemenangan pilpres dan pileg sebagai bukti pengganti atas pengorbanannya selama ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun