Harapan orang tua adalah menginginkan anaknya untuk hidup sukses. Untuk mencapai kesuksesan dimasa mendatang dibutuhkan persiapan sedini mungkin. Persiapan inilah yang menjadi bekal anak dalam mengarungi kehidupan.
Lingkungan keluarga mempunyai peranan yang begitu besar. Selain ketersedian waktu yang begitu banyak dibandingkan lingkungan sekolah. Lingkungan keluarga juga menjadi pendukung dalam keberhasilan pendidikan anak. Lickona (2012:48) menjelaskan bahwa keluarga merupakan tempat yang paling dekat untuk anak mendapatkan pembelajaran.
Keterlibatan orang tua dalam memberikan pembelajaran pada anak tidak melulu mengajarinya tentang pelajaran di sekolah. Pembelajaran tentang kehidupan juga penting untuk diterapkan. Selain nantinya mahir dalam kompetensi akademik, juga piawai dalam afektifnya. Karena anak adalah cerminan orang tua. Tak heran jika ada kiasan yang mengatakan, anjing kencing berdiri, murid kencing berlari.
Maksudnya adalah contoh yang baik akan ditiru oleh anak. Dan contoh yang kurang baik akan lebih parah ditirukan oleh anak. Proses imitasi (meniru) anak pada orang tua begitu besar pengaruhnya. Anak menganggap orang tua adalah public figur dalam keluarga. Apa yang dilihat, akan ditirukannya. Apa yang didengar, akan menjadi konsumsinya.
Maka tidak heran, jika saat ini terdapat anak yang tidak patuh pada perintah orang tua. Berani pada orang tua. Bahkan, puncaknya berani melawan guru di sekolah yang terjadi beberapa waktu lalu. Sungguh ironi, peristiwa ini tak boleh berlarut-larut menghampiri keluarga lainnya. Jika sudah demikian, mari merubahnya untuk masa depan?
Dalam kesempatan ini, penulis ingin membagikan tujuh poin utama dalam menerapkan karakter pada anak yang masih bersekolah dasar. Yang sebelumnya juga pernah dialami oleh penulis.
Membiasakan sholat lima waktu
Bagi sebagian anak menepati kuwajiban lima waktu sangatlah berat jika tidak dibiasakan setiap hari. Bahkan, anak-anak hanya melakukan dua kali sholat dalam sehari. Yaitu sholat magrib dan isya'. Apalagi menjalankan sholat subuh? Mungkin bisa dibilang sangat jarang.
Orang tua perlu membiasakannya, yaitu dengan mengajak sholat berjamaah di masjid/mushola. Kenapa hal ini penting dilakukan? Sholat berjamaah di masjid/mushola lebih ramai diikuti oleh jamaah. Selain jamaah dari kalangan orang tua dan dewasa. Juga dihadiri oleh anak-anak.
Biasanya sebelum sholat dimulai, ada jeda setelah adzan. Yang dimanfaatkan anak-anak untuk bersholawatan. Kehadiran anak-anak yang mengikuti sholat berjamah, dapat memotivasi anak-anak yang lain untuk berjamaah. Namun, orang tua perlu mengawasi dan memberikan pujian jika sudah menjalankan kewajibannya.
Jika tak sempat berjamaah di masjid/mushola, pastikan kehadiran orang tua untuk mengajak anak sholat berjamaah di rumah. Selain menuntun dalam menunaikan kewajibannya, kegiatan ini juga merekatkan hubungan emosi anak pada orang tua.
Membiasakan mengaji setelah magrib
Ketika selesai sholat magrib, larangan untuk menonton tv, bermain game maupun main gadget harus dipatuhi semua anggota keluarga. Orang tua harus menciptakan budaya mengaji setelah magrib. Membiasakan minimal 20 menit untuk membaca Al-qur'an.
Membebaskan anak mengaji di ruangan maupun kamar pribadinya. Atau bahkan mendampingi anak dalam menyimak bacaannya. Hal ini dilakukan untuk mengontrol bacaan surat maupun ayat jika terdapat kekeliruan pada anak. Sehingga orang tua dapat membenarkan kesalahan tersebut.
Mendidik tata krama
Mendidik tata krama anak perlu mendapatkah contoh dari orang tua. Misalkan, memberi tahu anak jika ada orang yang lebih tua duduk dibawah, anak tidak boleh duduk diatas (duduk lebih tinggi). Atau jika anak hendak lewat didepan orang yang lebih tua seyogyanya mengucapkan permisi/nuhun sewu.
Kemudian membiasakan anak untuk menggunakan bahasa yang lebih sopan jika berbicara dengan orang tua. Jika dalam Bahasa Jawa dikenal dengan krama alus, krama inggil. Menyesuaikan lawan bicaranya tersebut. Jika lawan bicaranya sepadan bisa menggunakan ngoko alus ataupun ngoko lugu.
Memberikan tugas individu
Tugas individu yang diberikan pada anak janganlah terlalu membebani. Tugas yang diberikan seperti merapikan tempat tidur, mencuci sepatu, mencuci piring setelah makan dan juga menjemur handuk setelah dipakai.
Lebih mengontrol emosi diri, jika anak lupa akan tugasnya. Bantu, mengingatkan dengan cara yang lembut. Agar anak menyadari kesalahannya dan termotivasi untuk melakukan tanggung jawabnya.
Berkolaborasi tugas
Kegiatan ini perlu diterapkan untuk melatih kerja sama orang tua dan anak. Misalkan, saat orang tua memasak didapur. Orang tua meminta tolong anak untuk mempersiapkan piring dan memindahkan nasi dari magic com ke tempat nasi (bakul).
Meminta tolong anak membuang sampah ketika orang tua selesai menyapu. Kegiatan ini juga berfungsi menanamkan jiwa kebersihan anak. Dalam berkolaborasi tugas dengan anak, orang tua perlu mengucapkan terima kasih kepada anak atas kesediannya membantu meringankan tugas. Hal ini sekaligus sebagai pujian atas kepuasan orang tua terhadap kinerja anak.
Membiasakan belajar setelah sholat isya
Orang tua perlu memberikan sosialisasi terhadap kedisiplinan menghargai waktu. Kapan anak bermain, kapan anak belajar dan kapan anak beristirahat. Hal ini dapat ditempuh dengan memberikan penjadwalan mengenai kegiatan sehari-hari. Agar anak mudah untuk mengingatnya.
Kegiatan belajar yang dilakukan tidak hanya mengerjakan PR saja. Tetapi juga menerapkan minat membaca pada sebuah buku. Diawali dengan membaca, pengetahuan anak akan berkembang dan menambah wawasan.
Dalam mewujudkan hal itu dibutuhkan aktor intelektual dibelakangnya yaitu orang tua. Selain sebagai guru dalam mendampingi belajar, juga sebagai teman dalam memecahkan permasalahan anak. Dan untuk sekarang sumber belajar bisa ditambah dengan adanya referensi-referensi dari sumber digital.
Menuruti keinginan anak
Melakukan agreement pada anak atas target yang tercapai. Seperti memberikan hadiah jika anak mendapatkan peringkat di sekolah. Membelikan baju baru jika anak berhasil menyelesaikan puasa selama sebulan penuh. Mengajak anak liburan jika berhasil menjuarai perlombaan.
Selain itu orang tua juga tetap memberikan motivasi dan semangat atas target-target yang belum tercapai. Agar dikemudian hari dapat tercapai dan meraih apa yang diinginkannya.
Anak adalah cerminan kedua orang tua. Jika orang tua mencontohkan perilaku yang baik, otomatis akan menirukannya. Jika orang tua mengajari perilaku yang kurang baik, otomatis perilaku yang kurang baik dapat dilakukan melebihi yang dicontohkan.Â
Oleh karena itu, dampak negatif yang ditimbulkan selalu mempunyai resiko lebih besar dibandingkan dampak positif yang telah dilakukan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI