Di sebuah desa yang indah di lereng gunung, tinggal seorang kakek bijak bernama Pak Yusuf. Meskipun hidupnya sederhana, namun penuh makna. Setiap pagi, Pak Yusuf memulai harinya dengan menikmati secangkir kopi hangat yang aromanya menggoda siapa saja yang menciumnya. Kopi tersebut bukanlah kopi biasa, melainkan hasil jerih payah Pak Yusuf sendiri yang dengan telaten merawat biji-biji kopi di kebun kecilnya.
Pak Karim selalu menyampaikan sebuah hadits kepada para cucunya, "Selama aroma biji kopi ini tercium di mulut seseorang, maka selama itu pula malaikat beristighfar untukmu."
Pada suatu pagi yang cerah, Ahmad dan Fatimah, kedua cucu Pak Yusuf, duduk berdampingan dengan pak Yusuf. Dengan rasa penasaran, Fatimah bertanya, 'Kakek, mengapa hadits ini begitu istimewa bagi Kakek?'"
"Biji kopi ini memiliki makna lebih dalam daripada sekadar minuman," ucap pak Yusuf. "Ia adalah simbol kesabaran dan cinta. Dari proses menanam, merawat, hingga memetik dan mengolahnya, setiap langkah memerlukan ketekunan. Dan setiap aroma yang tercium mengingatkan kita akan kebesaran Allah yang menciptakan tanaman ini. Inilah sebabnya mengapa malaikat beristighfar untuk kita, karena dalam setiap tegukan, terdapat rasa syukur yang mengalir."
Ahmad yang duduk di sebelahnya, mengangguk. "Kakek, apakah malaikat juga beristighfar untuk kita jika kita bersabar dan bersyukur dalam melakukan hal lain?"
Pak Yusuf mengangguk dengan bijak. "Benar sekali, Ahmad. Allah melihat setiap usaha dan kesabaran kita. Bukan hanya dalam membuat kopi, tetapi dalam setiap aspek kehidupan kita. Aroma kopi ini hanya pengingat bahwa dalam setiap langkah kita, selalu ada malaikat yang mendoakan kita jika kita tetap bersabar dan bersyukur."
"Lalu, bagaimana dengan orang yang tidak menyukai kopi kakek?, apakah malaikat masih beristighfar untuknya?" Tanya Fatimah
"Tentu, malaikat tidak hanya beristighfar untuk mereka yang menikmati kopi saja. Hadits tentang kopi tersebut lebih merupakan kiasan untuk menggambarkan betapa berkahnya kebiasaan sehari-hari yang dilakukan dengan kesabaran dan syukur". Jawab Kakek
Hari itu, Ahmad dan Fatimah belajar lebih banyak dari sekadar merawat kebun kopi. Mereka belajar tentang nilai kesabaran dan syukur, bagaimana setiap tindakan yang dilakukan dengan ikhlas bisa mendekatkan mereka kepada Allah.
Waktu berlalu, dan Pak Yusuf pun semakin menua. Namun, kebiasaan minum kopi di pagi hari tetap menjadi ritual yang tak pernah ditinggalkannya. Setiap kali Ahmad dan Fatimah mencium aroma kopi, mereka selalu teringat pesan bijak dari kakek mereka. Di tiap tegukan, mereka merasakan kedamaian dan keberkahan, seolah malaikat benar-benar beristighfar untuk mereka.
Cerita Pak Yusuf pun tersebar di desa, menginspirasi banyak orang untuk lebih menghargai setiap momen kecil dalam hidup mereka dan selalu mengisi hari dengan syukur dan sabar. Di tepi kebun kopi Pak Yusuf, aroma surga selalu terasa dalam setiap hirupan kopi hangat di pagi hari.