Selama ini, utang pemerintah menjadi isu yang sangat ramai diperbincangkan hingga dibawa ke ranah politik. Isu ini begitu panas dan menarik banyak pandangan negatif dari berbagai pihak. Beberapa pihak berpandangan, bahwa jumlah utang pemerintah mulai menghawatirkan dan diragukan pelunasannya. Dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) mencatat posisi utang per Juli 2023 sebesar Rp7.855,53 triliun. Dengan jumlah utang yang tidak sedikit ini beberapa pihak mulai khawatir akan keberlangsungan hidup generasi mendatang.
Namun, dalam melakukan dan mengelola utang/pinjaman pemerintah tentunya sudah memiliki kebijakan yang efektif yaitu undang-undang, best practices dan prinsip kehati-hatian (prudent). Jadi, keputusan yang diambil oleh pemerintah pasti sudah diperhitungkan dengan baik. Pemerintah juga mengutamakan pengadaan utang dengan tenor menengah-panjang dan melakukan pengelolaan portofolio utang secara aktif. Selain itu, pemerintah juga akan terus menjaga kebijakan fiskal dan defisit APBN sesuai aturan perundang-undangan. Oleh karena itu pengelolaan utang selalu dilakukan secara prudent dan profesional. Kemudian hal penting yang harus diingat, bahwa utang digunakan dalam rangka mendukung pembangunan nasional, disepakati Pemerintah dan DPR RI.
Mengutip buku APBN KiTA, Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 37,93 persen. Kemenkeu menyebut rasio tersebut berada di batas aman. “Sesuai UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan masih sesuai dengan yang telah ditetapkan melalui Strategi Pengelolaan Utang Jangka Menengah tahun 2023-2026 di kisaran 40 persen,” tulis Kemenkeu. Kemenkeu sendiri juga menyatakan bahwa pemerintah senantiasa melakukan pengelolaan utang dengan komposisi yang optimal, baik terkait mata uang, suku bunga, maupun jatuh tempo.
Dibuktikan dengan pernyataan Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono bahwa jumlah utang pemerintah tersebut turun jika dibandingkan April yang US$194 miliar. Hal tersebut terjadi karena dipicu komitmen pemerintah yang mengelola ULN secara hati-hati, efisien, dan akuntabel, termasuk menjaga kredibilitas dalam memenuhi kewajiban pembayaran pokok dan bunga secara tepat waktu. "Secara umum posisi ULN pemerintah relatif aman dan terkendali mengingat hampir seluruh ULN memiliki tenor jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,8 persen dari total ULN pemerintah," tambahnya. Posisi ULN swasta pada akhir Mei 2023 tercatat sebesar US$196,5 miliar juga turun dibandingkan dengan posisi pada bulan sebelumnya yang sebesar US$199,5 miliar.
Utang juga berperan besar sebagai instrument pembangunan. Pembangunan nasional membutuhkan dana besar yang tercantum dalam APBN. Sedangkan sumber penerimaan untuk mendanai pengeluaran APBN berasal dari Pendapatan Negara dan Penerimaan Pembiayaan. Pendapatan Negara berasal dari Perpajakan, Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan Hibah. Sementara Penerimaan Pembiayaan antara lain berasal dari penerimaan utang.
Dalam hal menangani pengelolaan utang negara yang semakin besar ini pemerintah sudah memiliki beberapa solusi yang efeketif. Pertama, Utang Pemerintah didominasi Rupiah untuk meminimalkan risiko terhadap fluktuasi nilai tukar dan mengoptimalkan sumberdaya domestik. Kedua, diversifikasi portofolio utang, yang meningkatkan efisiensi utang (biaya dan meminimalkan risiko). Ketiga, Porsi Pinjaman Jangka Panjang melebihi 90 persen dari total Utang. Pemerintah mempunyai kesempatan dan keleluasaan untuk mengambil kebijakan pembayaran utang yang lebih baik. Hal ini juga sejalan dengan kebijakan pemerintah dalam membangun infrasruktur yang akan memberikan multiplier effects jangka menengah dan panjang. Selain itu, kemenkeu juga mengatakan bahwa salah satu strateginya data melalui pengembangan berbagai instrument SBN, Green Sukuk dan SDGs .
SUMBER:
#Amerta2023
#KsatriaAirlangga
#UnairHebat
#AngkatanMudaKsatriaAirlangga #BanggaUNAIR
#BaktiKamiAbadiUntukNegeri #Ksatria(9)_Garuda(12)
#ResonansiKsatriaAirlangga #ManifestasiSpasial
#GuratanTintaMenggerakkanBangsa.