Alasan lain yang diutarakan karena sistem proporsional terbuka selain membutuhkan biaya besar juga sarat praktik money politic untuk mendapatkan suara dari masyarakat. Padahal politik uang lebih bersifat kultur atau budaya di masyarakat, dengan merubah sistem dari proporsional terbuka ke tertutup bukan menghilangkan money politic tapi hanya memindahkan politik uang dari individu ke elit-elit partai politik guna mendapat nomor urut terkecil, karena penentu kebijakan (memberi nomor urut) adalah ranah privat partai politik, masyarakat tidak bisa menjangkaunya dan tentu akan sulit terungkap.
Saat ini sistem proporsional terbuka adalah yang paling cocok diterapkan di Indonesia, karena para calon legislatif diperlakukan sama atau seimbang, nomor 1 dan nomor 7 mempunyai gairah politik yang sama untuk mendekati konstituen, dan sama-sama punya kans untuk duduk di parlemen. Seharusnya sistem pemilu kita lebih maju bukan malah mundur ke belakang, Proporsional terbuka untuk memilih anggota DPR atau DPRD dan Distrik berwakil banyak untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sudah sesuai jalurnya. Yang diperlukan saat ini adalah dengan lebih memberikan penguatan kelembagaan kepada DPD supaya menjadi seimbang dengan DPR.
*Artikel pernah tayang di: http://www.soearamoeria.com/2023/01/kembali-ke-proporsional-tertutup-adalah-kemunduran-demokrasi.html?m=1
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H