Mohon tunggu...
Najiha Ain Fatihah
Najiha Ain Fatihah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Ahwal syakhsiyah

UIN RMS

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ulasan Sederhana Hukum Perdata Islam di Indonesia

21 Maret 2023   21:06 Diperbarui: 21 Maret 2023   21:51 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nama : Najiha 'Ain Fatihah

NIM    : 212121059

Kelas  : HKI 4B

Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Hukum Perdata Islam Di Indonesia 

          Hukum perdata Islam di Indonesia adalah suatu sistem hukum yang digunakan dalam hubungan perdata atau perjanjian antara orang-orang yang beragama Islam di Indonesia. Hukum perdata ini termasuk bagian dari sistem hukum Islam yang menjadi sumber hukumnya adalah Al-Quran dan Hadits. Hukum perdata Islam di Indonesia mengatur perkawinan, wasiat, warisan, jaminan kredit, jual beli  dan hal-hal lain yang berkaitan dengan hubungan perdata antara individu atau perusahaan. 

Hukum perdata Islam di Indonesia juga dipengaruhi oleh tradisi hukum Islam dari berbagai negara Islam. Adapun hubungan erat tantara Hukum perdata Islam di Indonesia dengan hukum perdata nasional, yang sering kali mengintegrasikan prinsip-prinsip hukum Islam ke dalam praktik hukum perdata tradisional.

          Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan memiliki prinsip-prinsip atau azas-azas perkawinan yang telah disesuaikan dengan perkembangan. prinsip-prinsip dalam UU 1 tahun 1974 tentang Perkawinan adalah:

Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Untuk itu suami isteri perlu saling membantu dan melengkapi, agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan spirituil dan materiil.

1.) Dalam Undang-undang dinyatakan, bahwa suatu perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya dan disamping itu tiap-tiap perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2.) Undang-undang ini menganut azas monogami. Hanya jika  dikehendaki oleh yang bersangkutan, karena hukum dan agama dari yang bersangkutan mengizinkannya, seorang suami dapat beristeri lebih dari satu.

3.) Undang-undang ini menganut prinsip, bahwa calon suami-istri itu harus siap jiwa raganya untuk  melangsungkan perkawinan, agar bisa mewujudkan tujuan pernikahan secara baik tanpa berakhir pada perceraian dan mendapat keturunan yang baik dan sehat.

Untuk itu harus dicegah adanya perkawinan antara calon suami-isteri yang masih dibawah umur.
Disamping itu, perkawinan mempunyai hubungan dengan masalah kependudukan.

4.) Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami baik dalam kehidupan rumah-tangga maupun dalam pergaulan masyarakat, sehingga dengan demikian segala sesuatu dalam keluarga dapat dirundingkan dan diputuskan bersama oleh suami-isteri.

Tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia kekal dan sejahtera, maka Undang-undang ini menganut prinsip untuk meminimalisir terjadinya perceraian. Dan untuk memungkinkan perceraian, harus ada alasan-alasan tertentu serta harus dilakukan didepan Sidang Pengadilan.

Asas-asas Hukum Perkawinan Islam menurut Kompilasi Hukum Islam dan peraturan perundang-undangan tentang perkawinan yang berlaku bagi orang islam di Indonesia terdiri atas tujuh asas, yaitu asas personalitas keislaman, asas persetujuan, asas kebebasan mencari pasangan, asas kesukarelaan, asas kemitraan suami istri, asas monogamy terbuka, dan asas untuk selama-lamanya.

Pentingnya percatatan perkawinan dan dampaknya jika tidak ada pencatatan perkawinany yaitu  karena Proses pencatatan perkawinan menjadi sangat penting  menjamin kepastian hukum baik bagi calon mempelai maupun anak-anaknya yang akan datang. Selain itu, pentingnya perkawinan adalah memberikan kepastian dan perlindungan hukum, serta alat bukti otentik yang jika berhadapan dengan hukum para pihak dapat mempertahankan haknya. Apabila terjadi permasalahan dalam rumah tangga, seperti perceraian, maka dapat diproses secara hukum dan memenuhi hak-hak yang akan diperoleh kedua belah pihak.

  • Sosiologis : Orang-orang yang melangsungkan perkawinan akan menginformasikan kepada masyarakat luas agar mengetahui adanya perkawinan antar pihak, oleh karena itu pencatatan perkawinan menjadi sangat penting.
  • Religius : Wanita tidak diakui sebagai istri yang sah dalam konteks agama, dan mereka juga tidak berhak atas nafkah atau warisan ketika suaminya meninggal dunia.
  • yuridis  : Akibat hukum dari segi sahnya perkawinan, apabila perkawinan tersebut tidak dicatatkan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan KHI perkawinan tersebut batal demi hukum.
  • . Dalam Kompilasi Hukum Islam ditetapkan bahwa seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dikawinkan dengan laki-laki yang menghamilinya, tanpa harus menunggu kelahiran anak yang ada dalam kandungannya terlebih dahulu.

          Menurut kompilasi hukum Islam yang berlaku di Indonesia, wanita hamil masih diperbolehkan untuk menikah. Namun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:

1.) Syarat-syarat pernikahan harus dipenuhi dengan sempurna, termasuk izin dari orangtua atau wali.

2.) Meskipun hamil, calon mempelai wanita harus menjalankan kewajibannya dalam pernikahan, seperti melaksanakan shalat, berpuasa jika mampu, dan menjaga kehormatan dirinya.

3.) Jika hamil di luar pernikahan, maka calon mempelai wanita harus menjelaskan hal tersebut kepada calon suami sebelum menikah untuk menghindari konflik di masa depan.

4.) Calon suami juga harus siap mengambil tanggung jawab sebagai suami dan ayah bagi anak yang masih dalam kandungan.

5.) Pernikahan wanita hamil tidak dianjurkan dalam kondisi sulit atau berat, sehingga perlu dipertimbangkan kesehatan ibu dan anak yang masih dalam kandungan.

Ada pula pendapat beberapa ulama tentang pernikahan wanita hamil yaitu:

1.) Madzhab Hanafiyyah masih terdapat perbedaan pendaan pendapat, di antaranya:

a.)  Pernikahan tetap sah , baik dengan laki-laki yang menghamili atau tidak.

b.)  Pernikahan sah dengan syarat harus dengan laki-laki yang menghamili, dan tidak boleh di kumpuli kecuali sudah melahirkan.

c.)  Boleh nikah dengan orang lain asal sudah melahirkan.

d.)  Boleh nikah asal sudah melewati masa haid dan suci, dan ketika sudah menikah maka tidak boleh dikumpuli kecuali sudah melewati masa istibro (masa menunggu bagi seorang wanita setelah mengandung).

2.) pendapat Imam Ahmad bin Hanbal yang menyatakan bahwa tidak boleh melangsungkan pernikahan antara wanita hamil karena zina dengan laki-laki sampai wanita tersebut melahirkan anaknya.

3.) Malikiyyah, mengatakan bahwa tidak sah perkawinannya kecuali dengan laki-laki yang menghamilinyaadapun beberapa syarat yang harus dipenuhi, yaitu harus taubat terlebih dahulu.

4.) Mazhab Syafi'i berpendapat bahwa menikahi wanita hamil karena zina dibolehkan bagi yang telah menghamilinya maupun bagi orang lain.

         Pada dasarnya perceraian adalah perbuatan yang dibenci oleh Allah SWT namun hal tersebut halal untuk dilakukan, ada baiknya jika kita mencegah hal tersebut agar tidak  melakukan melakukan sesuatu yang dibenci oleh Allah SWT. Untuk menghindari adanya perceraian maka yang harus dilakukan adalah:

1. Komunikasi yang baik: Hindari kesalahpahaman dan salah pengertian dalam komunikasi dengan pasangan. Buka pikiran dan terbuka dengan pasangan secara jujur dan sopan.

2. Meningkatkan empati dan pemahaman: Berusaha dan mengerti keinginan dan kebutuhan pasangan itu penting agar hubungan bisa saling mendukung.

3. Saling memaafkan: Perbedaan yang muncul dalam hubungan itu wajar, namun cara menangani bentrokan atau ketidaksepakatan sesuai dengan sifat mereka. Namun, jika sudah ada kesalahan, jangan malu untuk meminta maaf dan memberikan pengampunan secara ikhlas.

4. Membangun harapan yang realistis: Tidak semua hubungan selalu mulus, dan bertahan lama tidak berarti tanpa konflik. Namun, pahami standar dan harapan dari pasangan dan bersikap realistis dan wajar dalam menentukan ekspektasi ke depan.

5. Meningkatkan kualitas waktu bersama: Saling meresapi waktu ketika bersama, menikmati kebersamaan, membina persahabatan dan keluarga.

Judul Buku Hukum perwakafan di Indonesia

Pengarang Prof. Dr. H. A. Faishal Haq, M.Ag.

Edisi Cetakan ke-1

Penerbitan Jakarta : Rajawali Pers, 2017

207 halaman ; 23 cm

ISBN   978-602-425-032-4

Wakaf memiliki banyak manfaat. Ia menanamkan kesadaran untuk tidak tamak di dalam setiap harta yang dimiliki, karena di dalamnya terdapat hak orang lain yang harus didistribusikan. Disamping itu, wakaf juga menumbuhkan kesadaran untuk saling membantu dan peduli kepada sesama terutama mereka yang tengah mengalami kesulitan. Bagaimanakah menjalankan wakaf tersebut? 

Buku ini secara rinci membahas tentang hukum perwakafan di Indonesia, meliputi, pengertian, syarat dan rukun wakaf. Proses perwakafan, penukaran harta wakaf, perwakafan dalam perspektif hukum islam dan hukum positif, badan wakaf Indonesia, wakaf tunai, wakaf tunai dan pembangunan ekonomi serta wakaf tunai sebagai dana publik.

Inspirasi yang bisa saya ambil dari buku beliau adalah saya bisa mengetahui konsep wakaf islam dalam prestektif yang sesuai dengan Kompilasi Hukum Islam dan juga dalam hukum positif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun