Mohon tunggu...
Najibullah Zaki Munib
Najibullah Zaki Munib Mohon Tunggu... Lainnya - belum bekerja

Mahasiswa Hukum Ekonomi Syariah UIN Raden Mas Said Surakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kasus Hukum Ekonomi Syariah yang Ada di Tengah Masyarakat

31 Oktober 2024   14:51 Diperbarui: 31 Oktober 2024   15:00 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Salah satu kasus hukum ekonomi syariah yang sedang ramai dibicarakan di Indonesia melibatkan perusahaan GTI Syariah, yang diduga menjalankan skema Ponzi dengan berkedok investasi emas syariah. Perusahaan ini menawarkan keuntungan tetap kepada investor, yang ternyata bukan berasal dari keuntungan bisnis yang sah, melainkan dari dana investor baru. Modus ini akhirnya menimbulkan kerugian besar, dilaporkan hingga mencapai Rp 10 triliun. GTI Syariah menggunakan label syariah untuk menarik investor Muslim, menjanjikan keuntungan sesuai prinsip syariah, tetapi praktik ini bertentangan dengan nilai syariah, khususnya terkait larangan riba dan gharar (ketidakpastian).

Kasus ini mengingatkan masyarakat akan pentingnya berhati-hati dalam memilih investasi, bahkan jika mereka berlabel syariah, karena skema Ponzi kerap menyamar dengan berbagai nama untuk menghindari deteksi dini. 

Dalam kasus investasi berkedok syariah seperti GTI, terdapat beberapa kaidah hukum Islam dan hukum positif yang relevan:

  1. Kaidah Larangan Riba: Riba adalah keuntungan tambahan yang diambil tanpa transaksi atau usaha nyata. Dalam skema Ponzi, dana investor baru digunakan untuk membayar keuntungan investor lama, yang dalam hukum Islam dianggap riba. Hal ini bertentangan dengan prinsip syariah karena keuntungan tidak dihasilkan dari aktivitas bisnis yang nyata atau produktif.

  2. Larangan Gharar (Ketidakpastian): Gharar merujuk pada ketidakpastian atau spekulasi yang tidak jelas dalam suatu transaksi. Skema Ponzi seperti GTI sering kali melibatkan janji keuntungan yang tidak jelas asalnya dan tidak transparan, yang dikategorikan sebagai gharar dalam hukum Islam. Ini menyebabkan investor tidak memahami risiko sebenarnya dari "investasi" yang mereka lakukan.

  3. Kaidah Amanah dan Transparansi: Dalam hukum Islam, pengelola dana harus jujur, transparan, dan bertanggung jawab (amanah) terhadap dana investor. Dalam kasus GTI, adanya penipuan dan informasi yang tidak transparan melanggar prinsip amanah. Pengelolaan dana yang tidak sesuai dengan klaim syariah ini bisa dianggap sebagai penipuan atau kecurangan (taghrir) yang tidak diperbolehkan.

  4. Undang-Undang Hukum Positif tentang Penipuan dan Investasi Ilegal: Di Indonesia, investasi ilegal yang menggunakan skema Ponzi melanggar Undang-Undang Perlindungan Konsumen serta Undang-Undang Pasar Modal. Pelaku dapat dikenakan sanksi pidana atas tindakan penipuan, karena telah menyesatkan masyarakat dengan skema investasi palsu.

Beberapa norma yang relevan dalam kasus investasi syariah dengan skema Ponzi seperti GTI meliputi:

  1. Norma Kejujuran: Kejujuran dalam transaksi ekonomi sangat ditekankan dalam hukum Islam, di mana pelaku usaha diharuskan menyampaikan informasi yang benar dan tidak menyesatkan kepada konsumen atau investor. Dalam kasus GTI, kurangnya transparansi dalam sumber keuntungan dan penggunaan dana melanggar norma ini, karena investor disesatkan oleh klaim keuntungan yang tidak nyata.

  2. Norma Keadilan: Islam dan hukum positif Indonesia menekankan pentingnya keadilan dalam semua transaksi, termasuk distribusi keuntungan yang adil dan tidak merugikan satu pihak. Pada skema Ponzi, investor awal mendapat keuntungan dari dana investor baru, sehingga terdapat ketidakadilan karena dana yang masuk tidak diinvestasikan secara produktif dan justru digunakan untuk menutupi kerugian investasi lama.

  3. Norma Perlindungan terhadap Ketidakpastian (Gharar): Norma ini melarang transaksi yang mengandung spekulasi tinggi atau ketidakpastian yang berlebihan. Dalam kasus ini, janji keuntungan yang tidak jelas asalnya dan bersifat spekulatif melanggar norma ini. Hukum syariah dan hukum Indonesia sama-sama melarang investasi yang menjebak masyarakat dalam ketidakpastian atau risiko yang tidak transparan.

  4. HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
    Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun