Mohon tunggu...
Najib Anwari
Najib Anwari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa FE Manajemen Universitas Islam Sultan Agung Semarang

" If You Can Dream It You Can Do It "

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kebun Jeruk Bukit Perahu

29 Desember 2021   10:30 Diperbarui: 29 Desember 2021   10:47 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kebun Jeruk Bukit Perahu

            Segar, sejuk, dan penuh debar. Begitulah kata yang dapat menggambarkan bagaimana suasana hatiku saat ini. Tentu saja dengan menggendong sebuah keranjang yang cukup besar di belakang punggung, aku dan Tasya berjalan menuju bukit Perahu, bergabung dengan orang-orang paruh baya yang juga sama-sama menggunakan peralatan panen di punggungnya.

"Gea! Gea!, tunggu aku!" seru Tasya pada hari yang cerah, ya....hari di mana penduduk bukit Perahu memanen jeruk Tangerine berwarna hijau dan jingga keemasan. Sungguh suatu pemandangan yang menakjubkan bagi orang-orang kota Besaki.

               Aku tahu Tasya selalu berjalan lambat, terlebih menapaki jalan setapak yang kian miring ke atas. Biasanya pun, aku selalu menunggui serta membantu Ia untuk naik ke bukit. Tapi tidak untuk kali ini, keindahan bukit Perahu dengan ribuan jeruk yang ranum lagi siap panen, membuatku bergegas untuk menikmati suasana ini hingga meninggalkan Tasya jauh di belakang. Sebenarnya pun aku menginginkan kesendirian untuk sesaat.

Sebagaimana yang aku inginkan suatu keheningan meski ringkas. Aku berdiri di sini seorang diri. Bertumpu pada kedua kaki yang telah dikaruniakan Sang Pencipta untukku. Ya, aku di sini. Di tengah hamparan kebun jeruk yang luas dengan segala citraan yang memanjakan mata.

Kuberalih menuju bukit dengan langkah semangat. Terasa mengagumkan luar biasa. Kuraba dan kuciumi beberapa jeruk dalam setiap langkahku lalu kupetik satu persatunya dengan hati-hati. "Sempurna betul!" gumamku. Tentu sempurna setiap hal yang diusahakan dengan penuh kasih sayang. Setahuku para petani jeruk bukit Perahu ini dalam merawat perkebunannya sekalipun tak pernah berorientasi pada uang. Mereka lebih tertarik dengan -seandainya semua orang di negeri yang besar ini dapat memakan jeruk panenan mereka. Sayang sekali hal tersebut sekarang ini sukar untuk diwujudkan.

Dua bulan yang lalu sejak Bapak Abrahim Dasen menjabat sebagai walikota Besaki, distribusi penjualan jeruk kami ke pedagang lokal untuk kemudian dijual ke toko-toko buah di seluruh wilayah negeri ini rasa-rasanya dipersulit. Dari mobil box pengangkut jeruk ke luar kota yang mula-mula ditilang, dihentikan, dicekal, dan dipaksa balik, hingga izin distribusi juga dicabut. Betapa tidak masuk akalnya itu! Padahal jeruk kami sangatlah sempurna, lalu sebagaian besar pelanggan kami adalah praktisi-praktisi kesehatan dan gizi yang kerap kali menganjurkan agar masyarakat negeri ini selalu memakan buah yang berkualitas.

Kini, dua bulan setelah segala yang terjadi pada kami, tentu waktu yang cukup lama bagi suatu kebingungan, ketidakjelasan, dan amarah. Jeruk kami sebagian masih tertimbun dalam kastorit dan tiap hari dibagi-bagikan kepada penduduk. Ya, dua bulan dan ketidakjelasan ini terjawab. Pagi-pagi sekali ajudan walikota bersama dengan tiga sampai empat orang asing bertandang ke rumah Pak kepala perkebunan jeruk kami. Bule-bule itu adalah direktur dan karyawan-karyawan "Healty Fruit", sebuah perusahaan pengolah jeruk menjadi minuman keemasan dari Negeri kincir angin. Mereka menginginkan persetujuan dagang dengan Pak kepala kebun, agar kami dapat memasok semua jeruk yang dipanen tiap delapan bulan sekali ke perusahaan tersebut. Tentu Pak kepala kebun tak memberikan jawaban seketika itu juga, sebab beliau butuh pertimbangan kami sebagai petani jeruk.  Seminggu lagi direktur perusahaan itu akan datang kembali membawa kontrak dagang.

Berang? Marah?:Tentu saja kami para petani jeruk merasa berang dan marah, bagaimana tidak? Kini pemerintah menggencarkan impor buah-buahan dari luar negeri -aku menjamin buah impor tersebut tak lebih tinggi dari kualitas buah-buahan lokal. sedangkan jeruk kami dua bulan lalu dicekal dan dipersulit distribusinya!.

Seminggu sejak ajudan walikota dan empat tamu asing datang kemari, mereka berencana datang ke bukit Perahu hari ini untuk menekan kontrak dagang jeruk. Beramai-ramai kami menyambut mereka, tapi bukan untuk menyutujui kontrak. Melainkan, menolak dengan keras kontrak tersebut bahkan beberapa dari kami membawa parang, golok, dan alat-alat tajam lain, kalau-kalau perusahaan tersebut bersama ajudan walikota akan memaksa kami.

Sekali lagi, para petani jeruk bukit Perahu tak pernah berorientasi pada uang, mereka merawat kebun jeruk dengan penuh kasih sayang. Maka berapapun harga yang akan ditawarkan pada kami, tak akan menjadikan kami berkhianat atas kasih sayang kami, dan tak akan menggantikan cinta kami kepada seluruh saudara di negeri ini.

"Tidak, tidak! Kami tidak akan menjual jeruk kami kepada kalian! Jeruk ini untuk seluruh masyarakat di negeri ini tapi bukan untuk kalian para penjajah tak tahu diri!, kami lebih memilih untuk memendam semua hasil panen kami di tanah daripada membiarkannya masuk ke mulut kalian!" Sentak kami para petani jeruk bukit Perahu beramai-ramai.

....

Penulis : Najib Anwari (Mahasiswa FE Manajemen Universitas Islam Sultan Agung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun